Badan Bahasa buat Kamus Braille
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa membuat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Braille pertama di Indonesia. Kamus inipun akan menjadi sarana mencerdaskan kehidupan bangsa terutama bagi penyandang disabilitas netra.
Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Gufran Ali Ibrahim mengatakan, pihaknya menyerahkan master Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Braille kepada Kemendikbud dan juga Kemensos agar kamus ini bisa disebarluaskan ke para penyandang disabilitas.
KBBI ini terbagi atas 139 jilid yang didalam setiap jilidnya berisi 50 lembar kertas khusus cetakan braille. “Kamus ini unik karena dibacanya dengan tangan bukan dengan mata. Kami ingin mewujudkan keadilan dan kemerataan informasi bagi semua kalangan. Termasuk penyandang disabilitas,” katanya saat serah terima KBBI Braille di Jakarta kemarin.
Dari segi isi KBBI Braille tidak berbeda dengan KBBI V atau KBBI non Braille. Perbedaanya hanyalah pada tambahan nama instansi pengalih huruf berikut percetaknya serta logo Braille. Bagian depan kamus ini berisi petunjuk pemakaian, lalu batang tubuh berupa entri kamus dari A-Z dan bagian belakang berisi lampiran.
Gufran mengatakan kamus ini disiapkan selama enam bulan dimana awalnya diinisasi dari sebuah rapat di awal tahun 2018 tentang perlunya kamus bagi penyandang disabilitas netra. Pengerjan alih huruf KBBI ini juga mengikutsertakan penyandang disabilitas netra langsung sebagai pengguna kamus.
Gufran mengatakan, setelah proses alih huruf selesai dan dicetak lalu dilaksanakan penyuntingan oleh penyandang disabilitas netra untuk menghindari kesalahan penulisan dan juga keterbacaan. “Kami harap keberadaan KBBI Braille akan menjadi sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa terutama para penyandang disabilitas netra,” jelasnya.
Gufran mengatakan, sampai saat ini sudah ada empat versi KBBI yang diterbitkan. Yakni versi cetak, luring, daring dan yang terakhir dalam bentuk Braille. Dia pun berharap suatu saat KBBI versi Braille ini bisa dituangkan lagi dalam bentuk daring sehingga penggunaanya pun akan semakin luas. Selain itu juga kosakatanya semakin banyak dengan adanya pemutakhiran kata-kata baru yang bersumber dari bahasa daerah dan asing.
Direktur Pembinaan Khusus dan Layanan Khusus Kemendikbud Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Poppy Dewi Puspitawati menjelaskan bahwa kamus ini akan menjadi fasilitas informasi kosakata baru kepada siswa penyandang disabilitas. “Kamus ini akan menambah wawasan mereka dengan informasi kosakata baru yang akan sangat bermanfaat bagi pengetahuan mereka di sekolah,” jelasnya.
Poppy menerangkan, sampai saat ini ada 2.200 sekolah luar biasa yang berdiri di Indonesia. Dia mengatakan, sudah ada printer untuk mencetak master dari KBBI yang baru saja diserahterimakan. Hanya saja untuk proses penggandaanya akan melihat dari ketersediaan anggaran dulu.
Dia mengatakan kemungkinan pada 2020 KBBI ini baru akan diperbanyak sehinggga bisa menyebar ke seluruh sekolah luar biasa. Kalaupun belum ke satu sekolah, katanya, paling tidak KBBI ini bisa ditempatkan di satu kabupaten dulu.
Adapun Kepala Subdirektorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Kementerian Sosial Tedy Tresnayadi menjelaskan, berdasarkan data 2012, populasi lembaga dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) sensorik netra di Indonesia adalah yang terbanyak dibanding lainnya. Jumlahnya mencapai 142.860 dari total 350.668 orang. (Neneng Zubaidah)
Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Gufran Ali Ibrahim mengatakan, pihaknya menyerahkan master Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Braille kepada Kemendikbud dan juga Kemensos agar kamus ini bisa disebarluaskan ke para penyandang disabilitas.
KBBI ini terbagi atas 139 jilid yang didalam setiap jilidnya berisi 50 lembar kertas khusus cetakan braille. “Kamus ini unik karena dibacanya dengan tangan bukan dengan mata. Kami ingin mewujudkan keadilan dan kemerataan informasi bagi semua kalangan. Termasuk penyandang disabilitas,” katanya saat serah terima KBBI Braille di Jakarta kemarin.
Dari segi isi KBBI Braille tidak berbeda dengan KBBI V atau KBBI non Braille. Perbedaanya hanyalah pada tambahan nama instansi pengalih huruf berikut percetaknya serta logo Braille. Bagian depan kamus ini berisi petunjuk pemakaian, lalu batang tubuh berupa entri kamus dari A-Z dan bagian belakang berisi lampiran.
Gufran mengatakan kamus ini disiapkan selama enam bulan dimana awalnya diinisasi dari sebuah rapat di awal tahun 2018 tentang perlunya kamus bagi penyandang disabilitas netra. Pengerjan alih huruf KBBI ini juga mengikutsertakan penyandang disabilitas netra langsung sebagai pengguna kamus.
Gufran mengatakan, setelah proses alih huruf selesai dan dicetak lalu dilaksanakan penyuntingan oleh penyandang disabilitas netra untuk menghindari kesalahan penulisan dan juga keterbacaan. “Kami harap keberadaan KBBI Braille akan menjadi sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa terutama para penyandang disabilitas netra,” jelasnya.
Gufran mengatakan, sampai saat ini sudah ada empat versi KBBI yang diterbitkan. Yakni versi cetak, luring, daring dan yang terakhir dalam bentuk Braille. Dia pun berharap suatu saat KBBI versi Braille ini bisa dituangkan lagi dalam bentuk daring sehingga penggunaanya pun akan semakin luas. Selain itu juga kosakatanya semakin banyak dengan adanya pemutakhiran kata-kata baru yang bersumber dari bahasa daerah dan asing.
Direktur Pembinaan Khusus dan Layanan Khusus Kemendikbud Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Poppy Dewi Puspitawati menjelaskan bahwa kamus ini akan menjadi fasilitas informasi kosakata baru kepada siswa penyandang disabilitas. “Kamus ini akan menambah wawasan mereka dengan informasi kosakata baru yang akan sangat bermanfaat bagi pengetahuan mereka di sekolah,” jelasnya.
Poppy menerangkan, sampai saat ini ada 2.200 sekolah luar biasa yang berdiri di Indonesia. Dia mengatakan, sudah ada printer untuk mencetak master dari KBBI yang baru saja diserahterimakan. Hanya saja untuk proses penggandaanya akan melihat dari ketersediaan anggaran dulu.
Dia mengatakan kemungkinan pada 2020 KBBI ini baru akan diperbanyak sehinggga bisa menyebar ke seluruh sekolah luar biasa. Kalaupun belum ke satu sekolah, katanya, paling tidak KBBI ini bisa ditempatkan di satu kabupaten dulu.
Adapun Kepala Subdirektorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Kementerian Sosial Tedy Tresnayadi menjelaskan, berdasarkan data 2012, populasi lembaga dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) sensorik netra di Indonesia adalah yang terbanyak dibanding lainnya. Jumlahnya mencapai 142.860 dari total 350.668 orang. (Neneng Zubaidah)
(nfl)