Universitas Indonesia (UI) Kampus yang Peduli Difabel

Selasa, 19 Februari 2019 - 10:16 WIB
Universitas Indonesia (UI) Kampus yang Peduli Difabel
Universitas Indonesia (UI) Kampus yang Peduli Difabel
A A A
DEPOK - Sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mumpuni, Universitas Indonesia (UI) telah melakukan banyak hal untuk menyediakan pendidikan berkualitas. Mulai dari menyediakan fasilitas khusus bagi mahasiswa difabel hingga memberikan kesempatan kepada calon mahasiswa di daerah terluar Indonesia untuk bisa mengenyam pendidikan di UI.

Hal yang kini telah dilakukan UI adalah dengan adanya sejumlah fasilitas khusus untuk mahasiswa difabel. Misalnya, pedestrian khusus dengan yellow line, rel khusus untuk yang menggunakan kursi roda, serta mobil jemputan khusus. “Kita sudah lama menerima mahasiswa difabel. Semakin hari fasilitas yang ada pun semakin baik dan membantu teman-teman (mahasiswa) difabel,” kata Kepala Humas dan Kantor Informasi Publik (KIP) UI Rifelly Dewi Astuti.

Untuk mobil jemputan khusus disediakan dengan sistem jemput bola. Namun sebelumnya, mahasiswa harus memberikan informasi jam dan lokasi penjemputan. Saat ini fasilitas itu telah dimanfaatkan sejumlah mahasiswa difabel, salah satunya mahasiswa di Fakultas Psikologi.

“Jadi, mahasiswa tersebut diantar dan dijemput dari asrama menuju fakultas. Intinya, kami ingin memberikan kesempatan sama bagi teman mahasiswa untuk bisa belajar di sini. Kami tidak membedakan mereka dari segi apapun,” ungkapnya.

UI, kata dia, ingin memberikan kesempatan sama kepada seluruh warga negara Indonesia untuk bisa belajar di kampus tersebut. UI juga memberikan bantuan pendidikan jika mahasiswa mengalami kesulitan dari sisi biaya. Sejak tahun 2008, UI menerapkan Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOPB).

Dengan skema ini bisa memungkinkan mahasiswa membayar biaya pendidikan sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tua, wali, atau penanggung biaya pendidikan. “Skema ini juga kemudian diadopsi Ristek Dikti dengan nama uang kuliah tunggal (UKT) sejak tahun 2012,” ujarnya.

Dengan BOPB, mahasiswa dimungkinkan membayar Rp 0-–7 juta per semester untuk rumpun Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Rp0–5 juta per semester untuk rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). “Hampir 50% mahasiswa S1 reguler menggunakan BOPB. Hitungan kasarnya total mahasiswa S1 reguler sekitar 20.000, kalau 50% yang menggunakan BOPB, artinya ada 10.000 mahasiswa per semesternya menggunakan BOPB,” katanya.

Selain memberikan fasilitas dalam kedua hal di atas, UI pun sangat menginginkan lebih banyak lagi mahasiswa dari daerah terluar Indonesia yang datang dan belajar di sini. Namun, sampai saat ini keberwakilan mahasiswa dari daerah terluar Indonesia masih kurang sehingga UI pun harus jemput bola dengan cara menyosialisasikan ke sejumlah wilayah terluar di Indonesia.

“Kami sudah tiga tahun melakukan roadshow ke daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar). Tahun ini kami gelar di enam kabupaten, yaitu di Kabupaten Gunung Sitoli Sumatera Utara, Kabupaten Pohuwato di Gorontalo, Nabire, Merauke, Kolaka di Sulawesi Tenggara, dan Nunukan di Kalimantan Utara. Kami ingin agar anak-anak di daerah tersebut juga memiliki informasi mengenai UI dan pendidikan yang ada di UI,” katanya.

Dia mengakui ada kesenjangan pendidikan menengah di semua pulau di Indonesia. Namun, itu seharusnya tidak membuat mereka takut karena UI memberikan kesempatan bagi mereka yang mau berusaha. Bahkan, jika mereka terkendala pun UI bisa memberikan bantuan.

“Kita sudah memberikan penjelasan mengenai UI dan bagaimana cara mereka untuk bisa masuk UI. Misalnya, mereka memiliki kesempatan untuk masuk melalui jalur undangan. Sekolah dan dinas pendidikan setempat yang akan membantu mengomunikasikan dengan kami. Mungkin ini yang belum terinformasikan pada anak-anak di daerah 3T tadi sehingga mereka berpikir untuk belajar di UI itu sulit. Oleh karenanya, kami menggelar roadshow ke daerah 3T tersebut,” ungkapnya.

Dengan demikian, hak anak-anak di daerah 3T itu untuk mendapatkan pendidikan dan fasilitas lebih baik pun bisa didapat. Mereka berani untuk berkomunikasi dan membuka diri dengan banyak mahasiswa di UI sehingga hal itu pun akan memengaruhi pola pikir yang pada akhirnya benar-benar mengenal Indonesia.

“Sehingga ketika mereka kembali ke daerahnya, mereka punya semangat baru, yaitu semangat persatuan. Karena ketika mereka berani dan mau masuk UI, mereka telah berani mengenal teman-teman dari berbagai wilayah yang heterogen,” katanya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1743 seconds (0.1#10.140)