Pendidikan Karakter Bisa Dikemas lewat Konten Kekinian

Jum'at, 08 Maret 2019 - 14:07 WIB
Pendidikan Karakter...
Pendidikan Karakter Bisa Dikemas lewat Konten Kekinian
A A A
JAKARTA - Pendidikan karakter dinilai sangat penting diberikan sejak dini. Terlebih di tengah semakin terkikisnya sikap saling menghormati di antara masyarakat.

Belum lagi banyaknya "serangan" ideologi asing yang masuk ke Tanah Air. Oleh karena itu, pengajaran pendidikan karakter, baik melalui secara konvensional maupun melalui literasi digital harus diberikan kepada generasi bangsa.

Staf Ahli Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Sri Yunanto pada Rabu 6 Maret 2019 menegaskan fenomena media sosial (medsos) sangat luar biasa. Fenomena tersebut akan membahayakan, jika masyarakat lengah.“Harus dipaksakan dan semua harus mengikuti, karena ini jati diri bangsa. Apakah melalui kurikulum pendidikan atau melalui dunia digital. Kita semua tahu fenomena media sosial (medsos) ini sangat luar biasa. Kalau bangsa kita lengah, akan sangat berbahaya. Ini menjadi tanggung jawab semua, pemerintah, masyarakat, lingkungan, dan keluarga,” tuturnya.

Menurut dia, langkah pertama untuk kembali menguatkan karakter bangsa dengan memperkokoh fondasi pendidikan, terutama penguatan ideologi bangsa. Itu bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman lagi tentang Empat Pilar Kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pemahaman mengenai itu, lanjut dia, bisa diberikan melalui kurikulum pendidikan dan kampanye di media sosial.
Dia optimistis jika generasi bangsa mempunyai pemahaman utuh tentang 4 Pilar Kebangsaan itu, mereka pasti akan memiliki imunitas dan pembanding terutama saat memeroleh pengetahuan baru dari dunia digital tentang ide kebebasan maupun paham transnasional.
“Mereka memang membaca pengetahuan baru itu, tetapi mereka pasti akan membandingkan dengan ideologi hakiki bangsa. Dengan begitu, mereka tidak akan mengikuti dan menolak paham tersebut,” tuturnya.

Selain Empat Pilar Kebangsaan, kata dia, ideologi agama juga harus disebarkan karena agama-agama di Indonesia mempunyai misi sama, yaitu mengajarkan kebaikan, toleransi, perdamaian, dan moderasi.

Dengan memahami ideologi agama, generasi muda akan memiliki saringan dalam menghadapi serangan ideologi asing. Kemudian, lanjut Sri Yunanto, nilai-nilai luhur bangsa seperti gotong royong, tepo seliro, toleran, saling menghormati juga harus terus diberikan. Itu bisa sangat efektif diviralkan melalui medsos.

Dia menyadari dalam kemajuan teknologi informasi di era milenial itu sangat sulit mencegah anak-anak untuk tidak menggunakan medsos atau siber teknologi. Dalam hal ini, keluarga menjadi poin penting dalam melindungi anak-anak dari "virus" negatif di medsos.

“Kita tidak bisa mencegah anak kita menggunakan medsos, justru di tengah kemajuan zaman ini, kita justru harus menganjurkan kepada anak-anak untuk mengenalnya. Tapi itu tadi mereka harus memiliki nilai dasar bangsa sehingga mereka bisa memilah mana yang baik dan mana yang akan merusak,” papar Sri Yunanto.

Selain literasi digital, pemerintah sebagai legitimate force bisa memaksa setiap warga dengan cara sah untuk mempelajari bela negara. Apalagi sekarang sudah ada Inpres Nomor 7 tahun 2018 tentang Bela Negara. Di situ bela negara tidak hanya melalui cara formal, tetapi juga informal. Pesertanya juga harus menyuluruh seperti pelajar, mahasiswa, aparat, pengusaha, bahkan TKI pun harus mengikuti bela negara.

“Negara akan eksis bila didukung warga negaranya. Apalagi perkembangan siber hanya bisa ditangani kalau setiap warga negara punya satu mekanisme saringan sehingga ajaran bela negara, dipaksakan di semua lini masyarakat,” ungkapnya.

Intinya, kata Yunanto, semua lini harus bergerak tentunya harus dengan metodologi terkini, baik termasuk di media dan medsos. Itu harus dikemas dengan menarik dan konten yang sesuai dengan perkembangan zaman serta tidak simbolik dan seremonial, tetapi mengena di hati masyarakat.

"Kalau milenial caranya disesuaikan milenial, kalau ekonomi untuk kelompok pengusaha. Dengan begitu, masyarakat akan mengikut dengan senang dan gembira dengan sukarela. Ini perlu kecanggihan dan pemikiran yang melibatkan berbagai disipin ilmu sehingga tidak terkesan monoton,” tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5838 seconds (0.1#10.140)