PTS Siapkan Prodi Berbasis Teknologi
A
A
A
BANYAKNYA peluang kerja belum berbanding lurus dengan jumlah angkatan kerja yang naik setiap tahunnya. Di sinilah peran perguruan tinggi dalam menyiapkan kurikulum yang bisa diterima pasar industri.
Untuk mengemban misi itu, bukan hanya perguruan tinggi negeri (PTN) yang harus mampu memberikan solusi model pendidikan bagi mahasiswanya dalam menghadapi dunia kerja, tetapi juga perguruan tinggi swasta (PTS). Salah satunya mampu membangun spirit menciptakan lapangan pekerjaan baru, bukan harus selalu menjadi pekerja.
Untuk itu, pada era digital ini banyak hal yang bisa dilakukan. Itu pula yang dinilai PTS sebagai peluang bagi para lulusannya. Apalagi, kebiasaan generasi milenial memang suka tantangan serta inovasi baru sehingga industri kreatif pun menjadi ceruk yang bisa dimaksimalkan dalam beberapa tahun ke depan. Rektor Universitas Ciputra Surabaya Yohannes Somawiharja menuturkan, era teknologi digital berkembang begitu pesat.
Efek dominonya tentu pada kehidupan sehari-hari di masyarakat, yakni perpindahan perilaku dari konvensional ke pola digital yang lebih praktis dan cepat. Tantangan era digital itu direspons Universitas Ciputra dengan menghadirkan dua program studi (prodi) baru yang menjadi idola para milenial, yaitu studi information system for business serta ilmu komunikasi dan media bisnis.
Kedua prodi itu diharapkan bisa menjadi tulang punggung dalam mencetak banyak lulusan yang siap bekerja. “Sudah lama kami bergerak di ruang-ruang enterpreneurship. Kali ini kami mengembangkannya lewat studi yang bisa membantu mahasiswa untuk langsung kerja,” kata Yohannes.
Dia melanjutkan, arah program studi information system for business memang langsung menyentuh e-commerce dan data science yang merupakan solusi terhadap kemajuan teknologi saat ini. Para mahasiswa sejak dini sudah dibentuk untuk mampu beradaptasi secara langsung dengan teknologi sekaligus penerapannya. Adapun program studi ilmu komunikasi dan media bisnis lebih banyak memahami ilmu komunikasi strategik dan bisnis media, solusi dari perkembangan teknologi informasi media, isu-isu lokal, serta global.
Kemampuan ilmu itu akan dibutuhkan di masa depan sebagai ruang untuk berjualan serta menciptakan lapangan kerja yang masif. Memaksimalkan ruang digital dalam pendidikan di kampus tak hanya dilakukan Universitas Ciputra. Universitas Surabaya (Ubaya) pun menanamkan kemajuan saat ini sebagai pilar pendidikan mahasiswanya. Terutama dalam memaksimalkan kualitas mahasiswa di bidang pemasaran. Melalui Politeknik Ubaya, mereka mendirikan laboratorium penjualan berbasis ecommerce.
Laboratorium selling itu merupakan inovasi pembelajaran di bidang pemasaran, hasil kerja sama Politeknik Ubaya dengan PT Widaya Inti Plasma. “Jadi, laboratorium selling ini kami buat guna memberikan wadah bagi mahasiswa memahami secara luas digital marketing ,” kata Ketua Program Studi Manajemen Pemasaran Politeknik Ubaya Agus Wijaya.
Melalui laboratorium digital itu, mahasiswa sudah terjun langsung dalam dunia kerja sehingga mereka tak ragu untuk terjun langsung ke dunia kerja sejak dini. Begitu pun penerapan mereka dalam sistem e-commerce di dunia marketing yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru.
“Transaksi jual beli melalui e-commerce sudah diajarkan. Prosesnya lebih cepat, awalnya mahasiswa mempromosikan suatu produk, kemudian konsumen akan berbelanja secara online,” ucapnya.
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Prof Achmad Jazidie menuturkan, penanaman jiwa wirausaha plus harus bisa ditanamkan bagi mahasiswa saat ini. Mereka tak hanya memiliki jiwa entrepreneur, tapi juga pemahaman tentang teknologi yang bisa dimaksimalkan dengan baik. Kondisi ini membuat perguruan-perguruan tinggi harus mampu membekali kemampuan mahasiswanya di segala bidang, utamanya bidang kewirausahaan.
“Kami harus bisa mengejar Singapura dan Thailand. Kami ingin lebih mendorong skala tumbuh wirausaha, ini sangat diperlukan karena laju pertumbuhan pekerja baru dibandingkan lapangan pekerjaan tidaklah seimbang,” ucapnya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unusa, Yusak Anshori, menjelaskan, sektor industri kreatif harus bisa dibidik para lulusan perguruan tinggi di Indonesia. Ceruk pasar yang besar di industri kreatif menjadi peluang besar yang harus bisa dikembangkan secara menyeluruh. “Jadi, penguasaan teori di bangku kuliah perlu, tapi mahasiswa juga bisa memiliki jiwa untuk menciptakan sendiri lapangan pekerjaan,” katanya.
Rektor Universitas PGRI Semarang (Upgris) Muhdi mengatakan, agar siap kerja universitasnya menyiapkan lulusan sesuai kebutuhan dan tuntutan pasar kerja, yaitu penguasaan ilmu, keterampilan, karakter atau hard skills dan soft skills. “Untuk itu, kurikulum ditinjau secara berkala sesuai perkembangan dan ada beberapa kompetensi yang harus dilakukan sertifikasi (Upgris telah memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi/LSP dengan 11 skema). Kualitas dosen juga terus ditingkatkan melalui peningkatan kualifikasi, pendidikan singkat, penelitian, seminar-seminar, workshop, dan lain-lain,” papar Muhdi.
Selain itu, universitas ini juga menyiapkan laboratorium dengan peralatan yang terus menyesuaikan perkembangan. Bahkan, kampusnya juga memperbanyak praktik di dalam maupun di luar lab, baik sekolah atau perusahaan/industri dalam maupun luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Thailand, maupun Filipina.
“Khusus bidang hukum ada kerja sama dengan lembaga peradilan, kejaksaan, kantor advokat, dan kantor bantuan hukum serta organisasi profesi di bidang hukum lain,” tutur Muhdi. Di tempat terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono mengatakan, kehadiran Industri 4.0 adalah keniscayaan yang tidak bisa dimungkiri oleh setiap bangsa sebagai dampak. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited).
Menurut Sri, hal tersebut akibat pengaruh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif, sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan.
“Ada beberapa elemen penting yang harus menjadi perhatian pendidikan tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa pada era Industri 4.0. Perlu dipersiapkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran,” katanya.
Sementara Wakil Rektor I Bidang Akademik Unisba Atep Harist Nu’man mengakui, era globalisasi dan Industri 4.0 telah mengubah sudut pandang perguruan tinggi dari literasi calistung ke literasi baru, yakni literasi teknologi, big data analysis, dan humanitas.
Unisba, kata dia, menangkap peluang baru dan menyinergiskan berbagai aspek itu dengan dunia usaha dan industri, pola magang, bekerja, dan belajar secara terpadu. Unisba memiliki jurusan yang disediakan memenuhi kebutuhan masa kini. Di antaranya jurusan teknik industri dan komunikasi.
Untuk penguatan SDM, Unisba juga menerapkan program magang mahasiswa. Konsep magang ini menjadi kunci memutus kebuntuan antara kebutuhan industri dan lulusan perguruan tinggi. “Sehingga mahasiswa dapat memetik pengalaman, akumulasi dari bangku kuliah dan benturan kasus yang terjadi di tempat magang. Karena tempat magang adalah dunia kerja nyata yang menuntut mahasiswa berpikir kritis melihat sistem industri yang kompleks dan komprehensif,” ujarnya.
Perlu Ada Roadmap Pendidikan Hadapi Industri 4.0
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian berpandangan bahwa pendidikan berbasis industri 4.0 adalah suatu keharusan. Indonesia tidak punya pilihan selain mempersiapkan SDM dan infrastrukturnya guna menghadapi itu. Terlebih, banyak putra-putri Indonesia yang memiliki kemampuan menjadi motor penggerak dalam menciptakan berbagai teknologi. “Tinggal bagaimana technology policy yang membuat kita mengejar keter tinggalan kita dengan SDM yang siap dengan industri 4.0,” kata Hetifah saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Dengan adanya kebijakan itu, lanjut dia, semua pihak harus mengikuti baik itu kurikulum maupun sarana dan prasarana. Karena, ada banyak hal yang perlu disiapkan. Contohnya, Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) belum bisa diterapkan secara merata karena beberapa faktor, seperti keterbatasan infrastruktur serta tenaga pendidik yang gaptek sehingga anak didiknya lebih “melek teknologi”.
Politikus Partai Golkar itu juga mengatakan, dunia pendidikan juga harus memasukkan materi atau program studi baru yang dibutuhkan dalam dunia industri. Misalnya, desainer, apps developer, movie maker, dan lainnya, yang sebelumnya belum ada.
Itulah kenapa lulusan sekolah vokasi banyak yang tidak terserap lapangan pekerjaan karena sekolah vokasi pun ajarannya harus disesuaikan dengan kebutuhan industri. “Kita kan menyebutkan reformasi vokasi pendidikan yang harus sesuai dengan kebutuhan pasar,” ucapnya.
(Aan Haryono/Ahmad Antoni/Arif Budianto/Kiswondari)
Untuk mengemban misi itu, bukan hanya perguruan tinggi negeri (PTN) yang harus mampu memberikan solusi model pendidikan bagi mahasiswanya dalam menghadapi dunia kerja, tetapi juga perguruan tinggi swasta (PTS). Salah satunya mampu membangun spirit menciptakan lapangan pekerjaan baru, bukan harus selalu menjadi pekerja.
Untuk itu, pada era digital ini banyak hal yang bisa dilakukan. Itu pula yang dinilai PTS sebagai peluang bagi para lulusannya. Apalagi, kebiasaan generasi milenial memang suka tantangan serta inovasi baru sehingga industri kreatif pun menjadi ceruk yang bisa dimaksimalkan dalam beberapa tahun ke depan. Rektor Universitas Ciputra Surabaya Yohannes Somawiharja menuturkan, era teknologi digital berkembang begitu pesat.
Efek dominonya tentu pada kehidupan sehari-hari di masyarakat, yakni perpindahan perilaku dari konvensional ke pola digital yang lebih praktis dan cepat. Tantangan era digital itu direspons Universitas Ciputra dengan menghadirkan dua program studi (prodi) baru yang menjadi idola para milenial, yaitu studi information system for business serta ilmu komunikasi dan media bisnis.
Kedua prodi itu diharapkan bisa menjadi tulang punggung dalam mencetak banyak lulusan yang siap bekerja. “Sudah lama kami bergerak di ruang-ruang enterpreneurship. Kali ini kami mengembangkannya lewat studi yang bisa membantu mahasiswa untuk langsung kerja,” kata Yohannes.
Dia melanjutkan, arah program studi information system for business memang langsung menyentuh e-commerce dan data science yang merupakan solusi terhadap kemajuan teknologi saat ini. Para mahasiswa sejak dini sudah dibentuk untuk mampu beradaptasi secara langsung dengan teknologi sekaligus penerapannya. Adapun program studi ilmu komunikasi dan media bisnis lebih banyak memahami ilmu komunikasi strategik dan bisnis media, solusi dari perkembangan teknologi informasi media, isu-isu lokal, serta global.
Kemampuan ilmu itu akan dibutuhkan di masa depan sebagai ruang untuk berjualan serta menciptakan lapangan kerja yang masif. Memaksimalkan ruang digital dalam pendidikan di kampus tak hanya dilakukan Universitas Ciputra. Universitas Surabaya (Ubaya) pun menanamkan kemajuan saat ini sebagai pilar pendidikan mahasiswanya. Terutama dalam memaksimalkan kualitas mahasiswa di bidang pemasaran. Melalui Politeknik Ubaya, mereka mendirikan laboratorium penjualan berbasis ecommerce.
Laboratorium selling itu merupakan inovasi pembelajaran di bidang pemasaran, hasil kerja sama Politeknik Ubaya dengan PT Widaya Inti Plasma. “Jadi, laboratorium selling ini kami buat guna memberikan wadah bagi mahasiswa memahami secara luas digital marketing ,” kata Ketua Program Studi Manajemen Pemasaran Politeknik Ubaya Agus Wijaya.
Melalui laboratorium digital itu, mahasiswa sudah terjun langsung dalam dunia kerja sehingga mereka tak ragu untuk terjun langsung ke dunia kerja sejak dini. Begitu pun penerapan mereka dalam sistem e-commerce di dunia marketing yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru.
“Transaksi jual beli melalui e-commerce sudah diajarkan. Prosesnya lebih cepat, awalnya mahasiswa mempromosikan suatu produk, kemudian konsumen akan berbelanja secara online,” ucapnya.
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Prof Achmad Jazidie menuturkan, penanaman jiwa wirausaha plus harus bisa ditanamkan bagi mahasiswa saat ini. Mereka tak hanya memiliki jiwa entrepreneur, tapi juga pemahaman tentang teknologi yang bisa dimaksimalkan dengan baik. Kondisi ini membuat perguruan-perguruan tinggi harus mampu membekali kemampuan mahasiswanya di segala bidang, utamanya bidang kewirausahaan.
“Kami harus bisa mengejar Singapura dan Thailand. Kami ingin lebih mendorong skala tumbuh wirausaha, ini sangat diperlukan karena laju pertumbuhan pekerja baru dibandingkan lapangan pekerjaan tidaklah seimbang,” ucapnya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unusa, Yusak Anshori, menjelaskan, sektor industri kreatif harus bisa dibidik para lulusan perguruan tinggi di Indonesia. Ceruk pasar yang besar di industri kreatif menjadi peluang besar yang harus bisa dikembangkan secara menyeluruh. “Jadi, penguasaan teori di bangku kuliah perlu, tapi mahasiswa juga bisa memiliki jiwa untuk menciptakan sendiri lapangan pekerjaan,” katanya.
Rektor Universitas PGRI Semarang (Upgris) Muhdi mengatakan, agar siap kerja universitasnya menyiapkan lulusan sesuai kebutuhan dan tuntutan pasar kerja, yaitu penguasaan ilmu, keterampilan, karakter atau hard skills dan soft skills. “Untuk itu, kurikulum ditinjau secara berkala sesuai perkembangan dan ada beberapa kompetensi yang harus dilakukan sertifikasi (Upgris telah memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi/LSP dengan 11 skema). Kualitas dosen juga terus ditingkatkan melalui peningkatan kualifikasi, pendidikan singkat, penelitian, seminar-seminar, workshop, dan lain-lain,” papar Muhdi.
Selain itu, universitas ini juga menyiapkan laboratorium dengan peralatan yang terus menyesuaikan perkembangan. Bahkan, kampusnya juga memperbanyak praktik di dalam maupun di luar lab, baik sekolah atau perusahaan/industri dalam maupun luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Thailand, maupun Filipina.
“Khusus bidang hukum ada kerja sama dengan lembaga peradilan, kejaksaan, kantor advokat, dan kantor bantuan hukum serta organisasi profesi di bidang hukum lain,” tutur Muhdi. Di tempat terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono mengatakan, kehadiran Industri 4.0 adalah keniscayaan yang tidak bisa dimungkiri oleh setiap bangsa sebagai dampak. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited).
Menurut Sri, hal tersebut akibat pengaruh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif, sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan.
“Ada beberapa elemen penting yang harus menjadi perhatian pendidikan tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa pada era Industri 4.0. Perlu dipersiapkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran,” katanya.
Sementara Wakil Rektor I Bidang Akademik Unisba Atep Harist Nu’man mengakui, era globalisasi dan Industri 4.0 telah mengubah sudut pandang perguruan tinggi dari literasi calistung ke literasi baru, yakni literasi teknologi, big data analysis, dan humanitas.
Unisba, kata dia, menangkap peluang baru dan menyinergiskan berbagai aspek itu dengan dunia usaha dan industri, pola magang, bekerja, dan belajar secara terpadu. Unisba memiliki jurusan yang disediakan memenuhi kebutuhan masa kini. Di antaranya jurusan teknik industri dan komunikasi.
Untuk penguatan SDM, Unisba juga menerapkan program magang mahasiswa. Konsep magang ini menjadi kunci memutus kebuntuan antara kebutuhan industri dan lulusan perguruan tinggi. “Sehingga mahasiswa dapat memetik pengalaman, akumulasi dari bangku kuliah dan benturan kasus yang terjadi di tempat magang. Karena tempat magang adalah dunia kerja nyata yang menuntut mahasiswa berpikir kritis melihat sistem industri yang kompleks dan komprehensif,” ujarnya.
Perlu Ada Roadmap Pendidikan Hadapi Industri 4.0
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian berpandangan bahwa pendidikan berbasis industri 4.0 adalah suatu keharusan. Indonesia tidak punya pilihan selain mempersiapkan SDM dan infrastrukturnya guna menghadapi itu. Terlebih, banyak putra-putri Indonesia yang memiliki kemampuan menjadi motor penggerak dalam menciptakan berbagai teknologi. “Tinggal bagaimana technology policy yang membuat kita mengejar keter tinggalan kita dengan SDM yang siap dengan industri 4.0,” kata Hetifah saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Dengan adanya kebijakan itu, lanjut dia, semua pihak harus mengikuti baik itu kurikulum maupun sarana dan prasarana. Karena, ada banyak hal yang perlu disiapkan. Contohnya, Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) belum bisa diterapkan secara merata karena beberapa faktor, seperti keterbatasan infrastruktur serta tenaga pendidik yang gaptek sehingga anak didiknya lebih “melek teknologi”.
Politikus Partai Golkar itu juga mengatakan, dunia pendidikan juga harus memasukkan materi atau program studi baru yang dibutuhkan dalam dunia industri. Misalnya, desainer, apps developer, movie maker, dan lainnya, yang sebelumnya belum ada.
Itulah kenapa lulusan sekolah vokasi banyak yang tidak terserap lapangan pekerjaan karena sekolah vokasi pun ajarannya harus disesuaikan dengan kebutuhan industri. “Kita kan menyebutkan reformasi vokasi pendidikan yang harus sesuai dengan kebutuhan pasar,” ucapnya.
(Aan Haryono/Ahmad Antoni/Arif Budianto/Kiswondari)
(nfl)