KBBI Braille Elektronik Ditargetkan Akhir Tahun

Sabtu, 04 Mei 2019 - 09:03 WIB
KBBI Braille Elektronik...
KBBI Braille Elektronik Ditargetkan Akhir Tahun
A A A
JAKARTA - Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang menyiapkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Braille elektronik.

Kamus untuk penyandang tuna netra ini merupakan pengembangan dari KBBI Braille versi cetak yang masternya telah diserahkan pada 26 Desember 2018 lalu kepada Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus Kemendikbud dan Bagian Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial (Kemensos).

Untuk versi elektonik ini masternya sama dengan yang cetak. Namun edisinya berubah. Hal ini lantaran KBBI setiap tahun dimutakhirkan dua kali, yakni sebelum bulan April dan Oktober. Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud Dadang Sunendar menjelaskan saat ini pihaknya sedang fokus mempersiapkan KBBI Braille elektronik yang penggunaanya bisa lebih mudah dan modern.

“Kami sudah mengadakan pertemuan dengan Pustekkom Kemendikbud karena meraka yang akan membantu secara teknis. Kami juga sudah berkoordinasi dengan asosiasi penyandang tuna netra dan mereka memberi masukan-masukan yang sangat penting terkait yang dibutuhkan mereka dalam KBBI Braille elektronik ini,” ujar Dadang di Jakarta, kemarin.

Secara teknis, kendala yang dihadapi yakni perlu waktu cukup lama karena harus ada rekaman untuk sekitar 110.000 entri dalam KBBI untuk sekitar 128.000 makna, sub makna dan seterusnya. “Itu kan harus dibacakan dulu, dan yang membacanya harus dengan suara dan intinasi yang standar,” urainya.

Meski demikian, lanjut dia, sebelum membuat versi elektronik maka tahapan yang harus dilakukan yaitu dengan membuat KBBI Braille versi cetak. “Harapannya akhir tahun ini, atau paling tidak awal tahun depan KBBI Braille elektronik sudah bisa diluncurkan. Ini akan sangat membantu para penyandang tunanetra,” lanjutnya.

Hal ini sekaligus mengatasi kendala penyebaran kamus versi cetak karena terkendala ongkos pencetakan dan distribusi yang mahal. “Kalau sekarang versi cetaknya hanya ada di badan bahasa, perpustakaan nasional, dan Kemensos yang tidak cukup untuk semua orang. Akan tetapi kami meminta kedua lembaga ini mencetak sebanyak banyaknya sesuai kebutuhan,” tandasnya.

Dadang mengungkapkan bahwa KBBI Braille elektronik ini merupakan pertama di Indonesia dibuat oleh Badan Bahasa. “Ini kebutuhan kita bersama, sehingga tingkat literasi bukan hanya untuk orang-orang tertentu, tetapi seluruh lapisan masyarakat,” terangnya.

Cara penggunaan KBBI Braille elektronik semudah memakai telepon genggam. Hanya butuh berapa detik untuk menemukan kosa kata apa yang kita cari. “Tetapi nanti yang keluar suara. Karena kebutuhannya kan lain. Sebenarnya ini bukan teknologi baru, tetapi karena banyaknya yang harus disiapkan maka kami butuh waktu untuk koordinasi,” paparnya.

Dalam pengembangannya ke depan, informasi lain tentang buku-buku dari Badan Bahasa dan Perbukuan yang bisa diakses bakal disampaikan di dalam KBBI Braille elektronik. “Kita punya ratusan bahkan ribuan hak cipta yang belum sepenuhnya disosialisasikan. Ini penting karena produk kami bukan hanya KBBI, dan ini semua milik masyarakat,” tandasnya.

Menurut Dadang, di era digital sekarang ini cara paling mudah menyampaikan informasi lewat aplikasi, di mana ada puluhan aplikasi yang dimiliki Badan Bahasa dan Perbukuan. “Namun karena yang paling banyak digunakan masyarakat itu KBBI maka kami dahulukan KBBI ini. Sekarang setiap hari ada sekitar 44.000 pencarian KBBI di internet. Itu tertinggi di Indonesia,” paparnya.

Kepala Bidang Pengembangan Bahasa Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud Dora Amalia menambahkan, sekarang di Smartphone telah ada aplikasi teks to speech. Pengguna hanya perlu menyiapkan tulisan dan mesin yang akan membacanya. Selain itu ada Google Speech berbahasa Inggris. “Itu merupakan speech to text, terutama untuk definisi karena kalimatnya lebih panjang, tapi kalau entri harus tepat,” kata Dora yang juga menjabat Ketua Dewan Redaksi KBBI.

Menurut dia, KBBI Braille disusun demi mewujudkan keadilan dan pemerataan informasi untuk semua kalangan masyarakat. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Alih huruf menjadi KBBI Braille dilakukan dengan melibatkan penyandang disabilitas langsung sebagai pengguna kamus.Setelah pengalihan huruf ke huruf Braille selesai dan dicetak, dilaksanakan penyuntingan oleh penyandang disabilitas netra untuk menghindari kesalahan penulisan, keterbacaan, dan sebagainya. “Proses pembuatan KBBI Braille cetak cukup lama dan harus detail karena dalam pembacaan tulisannya harus diraba,” ungkapnya.

KBBI Braille ini dicetak dan dijilid secara khusus. Dalam setiap jilidnya berisi 50 lembar kertas khusus cetakan Braille. Secara keseluruhan, KBBI Braille terbagi menjadi 139 jilid yang setiap jilidnya terdiri atas bagian depan kamus berisi petunjuk pemakaian, lalu bagian batang tubuh berupa entri kamus dari A—Z, dan bagian belakang yang berisi lampiran. “Kalau lebih dari itu dihawatirkan akan saling menekan dan datanya akan rusak. Menyimpannya pun tidak boleh ditumpuk, kertasnya harus khusus tidak boleh terlalu tebal ataupun terlalu tipis,” jelasnya.

Dari segi isi, KBBI Braille tidak berbeda dari KBBI V. Tampilan luar KBBI Braille yang mencakup jenis dan ukuran tulisan, warna, logo Kemdikbud, dan sebagainya juga sama dengan KBBI V. Perbedaanya hanyalah pada tambahan nama instansi pengalih huruf berikut pencetaknya serta logo Braille. Keberadaan KBBI Braille diharapkan dapat menjadi sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa terutama para penyandang disabilitas netra. (Sunu Hastoro/Neneng Zubaidah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2086 seconds (0.1#10.140)