Zonasi Mendesak Dievaluasi, PPDB Jalur Prestasi Direvisi Jadi 15%
A
A
A
JAKARTA - Penerapan kebijakan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini tidak mulus. Sistem ini mendesak dievaluasi. Kemendikbud kemarin secara mendadak akhirnya merevisi kuota bagi siswa berprestasi di luar zonasi.
Kuota yang sebelumnya menurut Permendikbud No 51/2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru hanya 5% diperlonggar hingga menjadi 15%. Perubahan ini, diakui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo yang meminta agar kuota zonasi yang memicu keluhan dan perdebatan di tengah masyarakat segera dievaluasi.
Jokowi menilai, evaluasi perlu segera dilakukan karena antara kebijakan Kemendikbud dengan kondisi riil di lapangan tidak sejalan. Akibatnya, protes penerapan sistem ini mencuat di berbagai daerah seperti di Kota Surabaya. “Saya sudah perintahkan menteri untuk dievaluasi,” tandas Jokowi kepada wartawan saat melakukan kunjungan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, kemarin.
Saat berada di Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6), Jokowi juga menandaskan bahwa sistem PPDB tahun ini masih menimbulkan berbagai masalah. Untuk itu, dia meminta agar Mendikbud Muhadjir Effendy segera mengkaji ulang agar masyarakat tidak kian gaduh.
Mendikbud mengakui akhirnya memperlonggar kebijakan khusus jalur prestasi ini agar proses penerimaan siswa baru kembali berjalan lancar. "Semula 5%, beliau (Presiden) berpesan semoga diperlonggar. Karena itu kita longgarkan dalam bentuk interval 5-15%," katanya di Kantor Kemendikbud, Jakarta.
Dengan aturan baru ini, maka jalur zonasi menjadi 80%, jalur prestasi 15% dan jalur perpindahan atau mutasi 5%. Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini menjelaskan, bagi daerah yang tetap ingin menerapkan kuota prestasi 5% seperti peraturan lama maka diperbolehkan memakai aturan tersebut. Namun untuk daerah yang belum sesuai dan sudah mengusulkan pengajuan penambahan kuota maka kuotanya bisa diperlonggar.
Kemarin, kebijakan perluasan kuota siswa berprestasi di luar zona ini langsung dirapatkan oleh seluruh eselon 1 di Kemendikbud. Turut pula ikut pembahasan para kepala lembaga penjaminan mutu pendidikan (LPMP) yang zonasinya masih bermasalah.
Mendikbud mengungkapkan, revisi kuota siswa berprestasi di luar zona yang masuk di Permendikbud No 51/2018 sudah dia tandatangani dan dikoordinasikan ke Kemenkopolhukam. Mendikbud berharap, adanya revisi kuota ini akan bisa mengakomodasi keinginan semua pihak. Kebijakan ini juga hasil masukan dari beberapa kepala daerah. ”Diskusi saya dengan gubernur Jatim, juga berdasarkan pembicaraan dengan gubernur Jateng. Saya juga sempat telepon dengan gubernur Jabar. Kemudian kita ambil keputusan itu. Sesuai dengan arahan Bapak Presiden," katanya.
Dia menjelaskan, zonasi itu sifatnya sangat fleksibel sebab itu tidak berbasis wilayah administratif melainkan tergantung keberadaan sekolah, populasi siswa dan radius. Dia menjelaskan, jika ada populasi siswa tapi tidak ada sekolah maka zonanya bisa diperluas ke radius berapapun sampai ada sekolah yang masuk ke dalam zona. "Jadi masalah teknis itu kita serahkan ke pemda karena dia yang tahu persis di lapangan," jelasnya.
Mendikbud mengungkapkan, Jepang sebagai salah satu negara yang memakai sistem zonasi pun pada awalnya mengalami kesulitan pada implementasi di lapangan. Namun dengan zonasi ini, katanya, pemerintah berharap agar masalah pendidikan ini bisa terpetakan hingga wilayah yang lebih kecil. Jika pemetaan pendidikan itu dilakukan dalam wilayah nasional, lanjutnya, maka gambar yang dihasilkan akan buram.
"Jadi nanti kalau memang terbukti daya tampungnya tidak mencukupi kan bisa kita tambah. Buat sekolah baru. Gurunya tidak merata ya kita ratakan. Guru yang berkualitas ada di sekolah tertentu ya nanti kita pindahkan. Jadi jangan berharap sekolah yang favorit tetap jadi favorit. Itu nanti gurunya akan kita pindahkan," jelasnya.
Soal keluhan minimnya sosialisasi kebijakan ini, Mendikbud berdalih, Kemendikbud telah menyebarluaskan aturan sistem zonasi sejak diterbitkan pada Desember 2018 lalu. Selain itu, dia mengklaim bahwa Kemendikbud selalu berkoordinasi dengan dinas provinsi dan kabupaten kota. Mendikbud menduga, ketidaksiapan daerah kemungkinan karena ada pergantian pejabat dan hal teknis lainnya.
Revisi Dinilai Tak Perlu
Langkah Kemendikbud yang merevisi kuota siswa berprestasi di luar zona ini masih menuai penolakan berbagai pihak. Pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara Doni A Koesoema menyatakan sangat tidak setuju jika kuota ini berganti dari 5% menjadi maksimal 15%. "Kementerian harus mempertahankan kebijakan yang kalau menurut mereka baik. Dan selama ini saya melihat 5% itu sudah sangat baik," katanya ketika ditemui di diskusi bertajuk Sistem Zonasi Sekolah PPDB, Polemik dan Kebermanfaatannya di Jakarta, kemarin.
Doni menilai sistem zonasi sangat baik karena berupaya untuk menegakkan keadilan sosial. Hal ini berbeda dengan kebijakan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) atau ujian nasional yang layak untuk dihapus.
Dia secara pribadi mendukung sistem zonasi di seluruh daerah sesuai dengan apa yang diatur di permendikbud. Namun sayangnya, sejak 2017 sejumlah pemerintah daerah malah banyak yang membuat kebijakan sendiri yang berbeda dengan Kemendikbud. Hal ini membuat tujuan sistem zonasi tidak tercapai bahkan merugikan sekolah-sekolah.
Deklarator Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) yang juga Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Krisnadwipayana Abdullah Sumrahadi mengatakan, kebijakan zonasi adalah wujud pemerataan pendidikan yang perlu didukung agar setiap sekolah maju dan berkembang bersama. “Kebijakannya sudah sesuai Nawacita jilid II maka perlu dukungan daerah provinsi di seluruh Indonesia. Hal ini harus disertai perubahan paradigma masyarakat terkait hak akses pendidikan yang menjadi kewajiban Negara,” ungkapnya.
Namun menurut Abdullah, kebijakan ini memang masih perlu perbaikan dalam sosialisasi supaya tidak salah paham. “Kebijakan Mendikbud ini merupakan teroboson yang berani namun jangan sampai dikalahkan oleh ketidakpahaman publik,” tegas Abdullah.
Dia menambahkan, pemerintah sudah menjalankan satu perjalanan panjang untuk membenahi pendidikan. Jadi, diharapkan masyarakat dapat mendukung kebijakan, menanggapi secara positif atas kritik yang ada terkait kebijakan tersebut.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim berpendapat, perintah revisi yang sifatnya mendadak ini justru menunjukkan bahwa arah pendidikan Indonesia semakin tidak jelas dan tidak punya visi yang terang. "Sistem ini sudah berjalan selama tiga tahun dan terus mengalami perubahan menuju cita-cita dasar yakni untuk menciptakan iklim pendidikan di mana semua sekolah sama baiknya," katanya.
Ramli mengatakan, zonasi bukan didesain untuk menghancurkan semangat kompetisi siswa. Yang terjadi justru semangat kompetisi ini akan berubah dari antarsiswa dalam satu sekolah menjadi antarsiswa antarsekolah. Selain itu juga kompetisi juga akan terjadi antar kepala sekolah untuk menunjukkan prestasinya. Begitu pula dengan gurunya, mereka akan berkompetisi menghasilkan siswa terbaik dengan input yang relatif sama.
Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta Kemendikbud bekerja cepat melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait dengan revisi Permendikbud No 51/2018 tentang PPDB yang memperluas jalur prestasi dari 5% menjadi 15%.
Di sisi lain, politikus Partai Golkar itu juga mengimbau masyarakat agar dapat memahami ketentuan sistem zonasi dan tetap mendaftarkan putra putrinya ke sekolah terdekat.(Neneng Zubaidah/Kiswondari/Sindonews)
Kuota yang sebelumnya menurut Permendikbud No 51/2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru hanya 5% diperlonggar hingga menjadi 15%. Perubahan ini, diakui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo yang meminta agar kuota zonasi yang memicu keluhan dan perdebatan di tengah masyarakat segera dievaluasi.
Jokowi menilai, evaluasi perlu segera dilakukan karena antara kebijakan Kemendikbud dengan kondisi riil di lapangan tidak sejalan. Akibatnya, protes penerapan sistem ini mencuat di berbagai daerah seperti di Kota Surabaya. “Saya sudah perintahkan menteri untuk dievaluasi,” tandas Jokowi kepada wartawan saat melakukan kunjungan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, kemarin.
Saat berada di Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6), Jokowi juga menandaskan bahwa sistem PPDB tahun ini masih menimbulkan berbagai masalah. Untuk itu, dia meminta agar Mendikbud Muhadjir Effendy segera mengkaji ulang agar masyarakat tidak kian gaduh.
Mendikbud mengakui akhirnya memperlonggar kebijakan khusus jalur prestasi ini agar proses penerimaan siswa baru kembali berjalan lancar. "Semula 5%, beliau (Presiden) berpesan semoga diperlonggar. Karena itu kita longgarkan dalam bentuk interval 5-15%," katanya di Kantor Kemendikbud, Jakarta.
Dengan aturan baru ini, maka jalur zonasi menjadi 80%, jalur prestasi 15% dan jalur perpindahan atau mutasi 5%. Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini menjelaskan, bagi daerah yang tetap ingin menerapkan kuota prestasi 5% seperti peraturan lama maka diperbolehkan memakai aturan tersebut. Namun untuk daerah yang belum sesuai dan sudah mengusulkan pengajuan penambahan kuota maka kuotanya bisa diperlonggar.
Kemarin, kebijakan perluasan kuota siswa berprestasi di luar zona ini langsung dirapatkan oleh seluruh eselon 1 di Kemendikbud. Turut pula ikut pembahasan para kepala lembaga penjaminan mutu pendidikan (LPMP) yang zonasinya masih bermasalah.
Mendikbud mengungkapkan, revisi kuota siswa berprestasi di luar zona yang masuk di Permendikbud No 51/2018 sudah dia tandatangani dan dikoordinasikan ke Kemenkopolhukam. Mendikbud berharap, adanya revisi kuota ini akan bisa mengakomodasi keinginan semua pihak. Kebijakan ini juga hasil masukan dari beberapa kepala daerah. ”Diskusi saya dengan gubernur Jatim, juga berdasarkan pembicaraan dengan gubernur Jateng. Saya juga sempat telepon dengan gubernur Jabar. Kemudian kita ambil keputusan itu. Sesuai dengan arahan Bapak Presiden," katanya.
Dia menjelaskan, zonasi itu sifatnya sangat fleksibel sebab itu tidak berbasis wilayah administratif melainkan tergantung keberadaan sekolah, populasi siswa dan radius. Dia menjelaskan, jika ada populasi siswa tapi tidak ada sekolah maka zonanya bisa diperluas ke radius berapapun sampai ada sekolah yang masuk ke dalam zona. "Jadi masalah teknis itu kita serahkan ke pemda karena dia yang tahu persis di lapangan," jelasnya.
Mendikbud mengungkapkan, Jepang sebagai salah satu negara yang memakai sistem zonasi pun pada awalnya mengalami kesulitan pada implementasi di lapangan. Namun dengan zonasi ini, katanya, pemerintah berharap agar masalah pendidikan ini bisa terpetakan hingga wilayah yang lebih kecil. Jika pemetaan pendidikan itu dilakukan dalam wilayah nasional, lanjutnya, maka gambar yang dihasilkan akan buram.
"Jadi nanti kalau memang terbukti daya tampungnya tidak mencukupi kan bisa kita tambah. Buat sekolah baru. Gurunya tidak merata ya kita ratakan. Guru yang berkualitas ada di sekolah tertentu ya nanti kita pindahkan. Jadi jangan berharap sekolah yang favorit tetap jadi favorit. Itu nanti gurunya akan kita pindahkan," jelasnya.
Soal keluhan minimnya sosialisasi kebijakan ini, Mendikbud berdalih, Kemendikbud telah menyebarluaskan aturan sistem zonasi sejak diterbitkan pada Desember 2018 lalu. Selain itu, dia mengklaim bahwa Kemendikbud selalu berkoordinasi dengan dinas provinsi dan kabupaten kota. Mendikbud menduga, ketidaksiapan daerah kemungkinan karena ada pergantian pejabat dan hal teknis lainnya.
Revisi Dinilai Tak Perlu
Langkah Kemendikbud yang merevisi kuota siswa berprestasi di luar zona ini masih menuai penolakan berbagai pihak. Pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara Doni A Koesoema menyatakan sangat tidak setuju jika kuota ini berganti dari 5% menjadi maksimal 15%. "Kementerian harus mempertahankan kebijakan yang kalau menurut mereka baik. Dan selama ini saya melihat 5% itu sudah sangat baik," katanya ketika ditemui di diskusi bertajuk Sistem Zonasi Sekolah PPDB, Polemik dan Kebermanfaatannya di Jakarta, kemarin.
Doni menilai sistem zonasi sangat baik karena berupaya untuk menegakkan keadilan sosial. Hal ini berbeda dengan kebijakan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) atau ujian nasional yang layak untuk dihapus.
Dia secara pribadi mendukung sistem zonasi di seluruh daerah sesuai dengan apa yang diatur di permendikbud. Namun sayangnya, sejak 2017 sejumlah pemerintah daerah malah banyak yang membuat kebijakan sendiri yang berbeda dengan Kemendikbud. Hal ini membuat tujuan sistem zonasi tidak tercapai bahkan merugikan sekolah-sekolah.
Deklarator Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) yang juga Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Krisnadwipayana Abdullah Sumrahadi mengatakan, kebijakan zonasi adalah wujud pemerataan pendidikan yang perlu didukung agar setiap sekolah maju dan berkembang bersama. “Kebijakannya sudah sesuai Nawacita jilid II maka perlu dukungan daerah provinsi di seluruh Indonesia. Hal ini harus disertai perubahan paradigma masyarakat terkait hak akses pendidikan yang menjadi kewajiban Negara,” ungkapnya.
Namun menurut Abdullah, kebijakan ini memang masih perlu perbaikan dalam sosialisasi supaya tidak salah paham. “Kebijakan Mendikbud ini merupakan teroboson yang berani namun jangan sampai dikalahkan oleh ketidakpahaman publik,” tegas Abdullah.
Dia menambahkan, pemerintah sudah menjalankan satu perjalanan panjang untuk membenahi pendidikan. Jadi, diharapkan masyarakat dapat mendukung kebijakan, menanggapi secara positif atas kritik yang ada terkait kebijakan tersebut.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim berpendapat, perintah revisi yang sifatnya mendadak ini justru menunjukkan bahwa arah pendidikan Indonesia semakin tidak jelas dan tidak punya visi yang terang. "Sistem ini sudah berjalan selama tiga tahun dan terus mengalami perubahan menuju cita-cita dasar yakni untuk menciptakan iklim pendidikan di mana semua sekolah sama baiknya," katanya.
Ramli mengatakan, zonasi bukan didesain untuk menghancurkan semangat kompetisi siswa. Yang terjadi justru semangat kompetisi ini akan berubah dari antarsiswa dalam satu sekolah menjadi antarsiswa antarsekolah. Selain itu juga kompetisi juga akan terjadi antar kepala sekolah untuk menunjukkan prestasinya. Begitu pula dengan gurunya, mereka akan berkompetisi menghasilkan siswa terbaik dengan input yang relatif sama.
Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta Kemendikbud bekerja cepat melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait dengan revisi Permendikbud No 51/2018 tentang PPDB yang memperluas jalur prestasi dari 5% menjadi 15%.
Di sisi lain, politikus Partai Golkar itu juga mengimbau masyarakat agar dapat memahami ketentuan sistem zonasi dan tetap mendaftarkan putra putrinya ke sekolah terdekat.(Neneng Zubaidah/Kiswondari/Sindonews)
(nfl)