Seleksi Rektor Asing Bakal Berlangsung Super Ketat

Sabtu, 03 Agustus 2019 - 08:01 WIB
Seleksi Rektor Asing...
Seleksi Rektor Asing Bakal Berlangsung Super Ketat
A A A
JAKARTA - Rencana pemerintah untuk merekrut rektor asing tampaknya bakal tetap dilakukan. Namun, untuk bisa menjadi rektor di Indonesia, maka para akademisi asing itu harus melalui tahap seleksi yang super ketat. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan, ingin mencari rektor asing yang berpengalaman dan juga memiliki jaringan yang luas.

Sebab, pemerintah ingin ada perguruan tinggi Indonesia yang bisa tembus 200 besar dunia. Menurut Nasir, wacana mendatangkan rektor asing adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan perguruan tinggi supaya bisa berkelas dunia. Karena itu, agar target itu tercapai maka Nasir mengatakan, calon rektor asing itu akan dipilih yang memiliki networking (jaringan) luas dan rekam jejak yang baik.

“Pertama yang harus kita lihat adalah dia punya networking. Kedua experience (pengalaman) dia dalam mengelola perguruan tinggi seperti apa. Mampukah dia meningkatkan ranking satu perguruan tinggi menjadi lebih baik,” tandas Nasir seusai konferensi pers Perizinan Perguruan Tinggi di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta, kemarin.

Mantan rektor Undip ini juga ingin calon rektor asing itu bisa meningkatkan hasil riset menjadi inovasi yang bisa dihilirisasi. Sebab, dari hasil riset itu maka bisa menghasilkan pendapatan di perguruan tinggi untuk mendanai kembali riset yang berjalan di perguruan tinggi tersebut.

Menristekdikti meyakini bahwa mendatangkan rektor asing adalah salah satu jalan keluar untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dia berharap, dengan dipimpin rektor asing, maka akan ada perguruan tinggi yang bisa naik peringkat menjadi 200 besar dunia. Mengenai berapa kampus yang akan diisi rektor asing, dia hanya menargetkan ada 2-5 kampus.

Menurut dia, kampus-kampus yang akan diisi rektor asing di negara lain itu bukan suatu barang asing. Dia mencontohkan, di Arab Saudi di kampus King Fahd University of Petroleum and Minerals sebelum tahun 2005 rankingnya di atas 800 besar dunia. Namun, saat ini peringkatnya bisa masuk 500 besar dunia. Ternyata, ungkapnya, naiknya peringkat kampus tersebut karena dosen dan pejabat di kampusnya hampir 40% berasal dari orang asing.

Mengenai kapan wacana ini terwujud, dia mengatakan, ditargetkan terlaksana pada tahun 2020. Pihaknya juga akan melakukan pemetaan terlebih dulu mana kampus yang tepat. Selain itu juga harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan perguruan tinggi yang terkait dengan keuangan. “'Berilah kesempatan pemerintah untuk mengerjakan ini,” harap Nasir.

Guru Besar UI Hikmahanto Juwana meminta presiden untuk mempertimbangkan dua hal jika tetap ingin mengundang rektor luar negeri. Pertama, jika kebutuhan saat ini adalah rektor yang punya jejaring luas ke dalam maupun luar negeri, ada baiknya mencari rektor dari dalam negeri yang memiliki tiga kriteria utama.

Yakni yang memiliki percaya diri yang tinggi, sudah memiliki nama besar ditingkat nasional maupun internasional, dan menguasai bahasa Inggris yang sangat lancar layaknya penutur asli. “Figur seperti itu ada banyak di Indonesia. Namun mereka biasanya enggan berpolitik untuk meraih jabatan rektor. Ini yang menjadi penghambat mengingat politik baik yang berasal dari dalam maupun luar kampus sangat kental untuk mendapatkan jabatan rektor,” ungkapnya.

Kedua, tujuan mendatangkan rektor asing itu apakah untuk masuk dalam ranking atau proses di mana ranking hanyalah konsekuensi. Sebab, jika ranking saja yang dipentingkan, maka dia khawatir kampus akan mencari jalan pintas. Mengelola PTN, ujarnya, sama seperti menanam tanaman keras yang proses berbuahnya lama.

Menurut dia, meski ada rektor asing namun tidak mungkin dalam sekejap bisa mengubah pola pikir dosen yang merasa tugasnya hanya mengajar dan menjadi dosen pengajar serta peneliti di mana hasil penelitiannya dimasukkan dalam jurnal internasional bereputasi. Selain itu, katanya, bila melihat universitas yang masuk dalam ranking 10 dunia, maka universitas tersebut sudah menawarkan program studi untuk mahasiswa asal mancanegara.

Sedangkan universitas yang ada di Indonesia masih berkutat dengan mahasiswa asal Indonesia saja. Belum lagi universitas di Indonesia belum mampu menawarkan remunerasi yang sangat memadai bagi para pengajar mancanegara untuk mau datang dan juga infrastruktur kampus yang memadai agar mereka bisa terus meneliti.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1186 seconds (0.1#10.140)