Materi Perkuliahan Harus Sesuai Perkembangan Zaman
A
A
A
JAKARTA - Materi dan kurikulum perkuliahan di perguruan tinggi dinilai sudah seharusnya mengacu pada realitas zaman yang selalu berubah.
Akan tetapi, secara mendasar ada rujukan utama nilai-nilai kebangsaan, kenegaraan, keIndonesiaan yang terintegrasi dengan masyarakat dan realitas ekonomi.
"Tentu, sebaiknya ke depan urusan ini diserahkan ke kampus dan komunitas akademik. Pemerintah memberi regulasi umumnya saja dan melegalisasi,” ujar Wakil Rektor I Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Bekasi, Jawa Barat, Guswandi, Rabu (7/8/2019).
Dia melanjutkan, sekolah-sekolah vokasi sangat diperlukan dan sesuai dengan keperluan teknis dunia kerja. Namun, kata dia, universitas tidak boleh terlepas dari fungsi dan tugas utamanya, yaitu, melahirkan kalangan terdidik dan peka dengan kemanusiaan.
"Ini sesuai dengan amanat kemerdekaan yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam pergaulan dunia internasional pun kita harus percaya diri, dengan membuka peluang mahasiswa asing masuk ke Indonesia. Untuk memeriahkan hal ini diperlukan dukungan pemerintah, mungkin berupa insentif, bukan semata kompetisi,” katanya.
Dalam mewujudkan amanat kemerdekaan dan kepekaan pendidikan tinggi, maka diperlukan praktik kelembagaan yang berbeda."Maka secara kelembagaan kami di Unkris tengah dan telah berbenah menuju kelembagaan responsif. Lebih dari itu, dukungan teknologi untuk merespons dan adaptif dengan perubahan menjadi hal yang tak boleh dianggap remeh," ujar Wakil Rektor II Unkris, Suwanda.
Dia mengatakan, kepemimpinan dalam pendidikan tinggi juga mentalnya tertata terhadap peluang disruptif. "Sehingga di bidang kelembagaan akademik kami menata dan providing basic and advance soft skill hingga applied skill yang ini menjadi penentu masyarakat dan manusia (akademik) dalam berinterkasi dengan abad digital, sebab tekanan kami pada society 5.0, bukan semata berfokus pada industri 4.0,” kata Suwanda.
Akan tetapi, secara mendasar ada rujukan utama nilai-nilai kebangsaan, kenegaraan, keIndonesiaan yang terintegrasi dengan masyarakat dan realitas ekonomi.
"Tentu, sebaiknya ke depan urusan ini diserahkan ke kampus dan komunitas akademik. Pemerintah memberi regulasi umumnya saja dan melegalisasi,” ujar Wakil Rektor I Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Bekasi, Jawa Barat, Guswandi, Rabu (7/8/2019).
Dia melanjutkan, sekolah-sekolah vokasi sangat diperlukan dan sesuai dengan keperluan teknis dunia kerja. Namun, kata dia, universitas tidak boleh terlepas dari fungsi dan tugas utamanya, yaitu, melahirkan kalangan terdidik dan peka dengan kemanusiaan.
"Ini sesuai dengan amanat kemerdekaan yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam pergaulan dunia internasional pun kita harus percaya diri, dengan membuka peluang mahasiswa asing masuk ke Indonesia. Untuk memeriahkan hal ini diperlukan dukungan pemerintah, mungkin berupa insentif, bukan semata kompetisi,” katanya.
Dalam mewujudkan amanat kemerdekaan dan kepekaan pendidikan tinggi, maka diperlukan praktik kelembagaan yang berbeda."Maka secara kelembagaan kami di Unkris tengah dan telah berbenah menuju kelembagaan responsif. Lebih dari itu, dukungan teknologi untuk merespons dan adaptif dengan perubahan menjadi hal yang tak boleh dianggap remeh," ujar Wakil Rektor II Unkris, Suwanda.
Dia mengatakan, kepemimpinan dalam pendidikan tinggi juga mentalnya tertata terhadap peluang disruptif. "Sehingga di bidang kelembagaan akademik kami menata dan providing basic and advance soft skill hingga applied skill yang ini menjadi penentu masyarakat dan manusia (akademik) dalam berinterkasi dengan abad digital, sebab tekanan kami pada society 5.0, bukan semata berfokus pada industri 4.0,” kata Suwanda.
(dam)