UU Pesantren Dinilai Bukti Negara Integrasikan Keagamaan dan Kenegaraan

Kamis, 03 Oktober 2019 - 19:16 WIB
UU Pesantren Dinilai...
UU Pesantren Dinilai Bukti Negara Integrasikan Keagamaan dan Kenegaraan
A A A
JAKARTA - Pengesahan Undang-undang (UU) Pesantren oleh DPR beberapa waktu lalu dinilai sebagai bentuk pengakuan negara terhadap sistem pendidikan keagamaan khas nusantara melalui pesantren.

Lebih dari itu, pesantren dinilai harus dapat menunjukan diri sebagai role model pendidikan yang menanamkan kemandirian, toleransi dan perdamaian khususnya di bidang keagamaan.

Pesantren juga diharapkan harus bisa menjadi pusat peradaban keilmuan keislaman yang mampu menyuarakan dan menanamkan Islam, perdamaian dan kebangsaan kepada generasi muda.

Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurrahman mengatakan pengesahan UU Pesantren setidaknya telah menjadi bentuk pengakuan dari negara terhadap pesantren.

Dengan adanya UU tersebut, kata dia, diharapkan nilai-nilai yang ada di pesantren terkait integrasi keagamaan dan kenegaraan semakin bisa ditonjolkan.

“Di pesantren sendiri, sering dibahasakan bahwa ideologi negara Indonesia itu sebagai Darul Ahdi yang mempunyai maksud perjanjian atau tempat negara kita bersepakat untuk menerima ideologi negara itu, siapa pun yang mengkhianati atau menolak ideologi itu, maka sama dengan menolak kesepakatan bersama kita,” ujar Oman.

Dia menjelaskan, selama ini pesantren telah dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam yang sudah sangat mengakar. Dalam konteks kebangsaan pun para tokoh-tokoh pesantren juga sudah teruji dan berkontribusi. Dalam konteks Indonesia, pesantren punya sejarah tersendiri.

“Pesantren tumbuh dari masyarakat karena hampir seratus persen pesantren yang ada di Indonesia ini tidak ada yang dibangun oleh negara. Tentunya banyak sekali pesantren itu dari segi support itu masih kurang, baik infrastruktur atau yang lainnya, termasuk support, baik kurikulumnya maupun sumber daya manusia (SDM)-nya,” ujarnya.

Oman mengharapkan pemilik pesantren juga harus menyinergikan kurikulumnya dengan materi-materi tentang kebangsaan. Sebab materi Pesantren itu pada umumnya tentang keagamaan. Oleh karena itu perlu dibuatkan kurikulum formal tentang kebangsaan di pesantren-pesantren yang ada.

“Dengan dijadikan kurikulum maka akan ada sistem yang bisa diteruskan oleh anak-cucu pemilik pesantren dalam mengelola pesantren. Jadi harus ada sistem yang menjamin bahwa kurikulum yang dibuat itu yakni keislaman-kebangsaan itu terus dilanjutkan dari waktu ke waktu," katanya.

Dia mengatakan, pesantren juga bisa dianggap sebagai representasi dialog antara Islam dan budaya lokal serta keberagaman, baik keragaman bahasa, budaya dan bahkan keragaman aksara.

“Contohnya ketika Islam datang ke Indonesia, pesantren-pesantren mengajarkan Islam dan mengajarkan kitab-kitab arab juga. Tetapi kemudian ada proses adopsi dan adaptasi. Di adopsi nilai-nilainya, ajaran-ajarannya, tetapi diadaptasi ke dalam budaya lokal,” katanya.

Oleh karena itu, menurut Oman, dengan adanya UU Pesantren ini tentunya merupakan sebuah kesempatan bagi pesantren di Indonesia untuk bisa mendapatkan fasilitas dari negara yang dapat digunakan untuk mengembangkan diri.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0181 seconds (0.1#10.140)