Saatnya Melahirkan Generasi yang Gemar Membaca
A
A
A
Ungkapan buku jendela dunia nampaknya perlahan sirna seiring perkembangan teknologi informasi. Gawai menjadi senjata yang kini diandalkan dalam mencari pengetahuan. Namun, pemerintah masih tetap bercita-cita memiliki generasi penerus bangsa yang cinta buku dan gemar membaca.
Di sekolah anak-anak dibiasakan membaca melalui program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sesuai implementasi Permendikbud No.23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti dan pada perkembangan terbaru, GLS merujuk pada Permendikbud No 20 Tahun 2018. Tentang penguatan pendidikan karakter dalam satuan pendidikan formal.
Di dalamnya disebut ada enam literasi dasar dan 21st Centurt Learning. Dari enam itu, baca-tulis merupakan dasar belajar lima literasi lainnya. Ketua GLS Kemendikbud Pangesti Wiedarti menjelaskan, salah satu yang dianjurkan kepada sekolah untuk membiasakan membaca buku apapun selama 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.
"Setelah itu masuk tahap kedua pengembangan bukan hanya sekedar membaca tetapi siswa diminta untuk membuat resume kemudian disampaikan kepada guru atau dibacakan di depan kelas," ujarnya. Terbiasa membaca dengan baik membuat seseorang tambah ilmu dan kemungkunan berpikir kritis.
Ditambah GLS juga mengajarkan keahlian berpikir tinggi seperti menganalisis dan mengevaluasi. Siswa diminta membaca secara kritis agar siswa mampu memahami isi buku dengan pemahaman yang baik. Pembaca kritis akan mampu membedakan mana informasi yang benar, mana informasi yang hoax.
GLS dibina oleh tim literasi sekolah yang bertugas mengontrol keberlangsungan program ini dan menyeleksi buku. Beberapa buku tidak lagi berada di perpustakaan sekolah, tetapi ditempatkan pada sudut kelas. Artinya setiap kelas mempunyai perpustakaan mini. Buku dapat diperoleh dari sumbangan setiap siswa atau dibeli dari dana BOS.
Pangesti menambahkan, Kemendikbud membuka siapapun yang ingin membantu program pemerintah ini dengan mengirimkan buku. "Jika para stakeholders termasuk berpartisipasi menyumbang buku dapat berkoordinasi dengan GLS. Divisi promosi dan implementasi dapat memfasilitasi untuk penyaluran. Kami punya daftar sekolah yg memerlukan bantuan buku," jelasnya.
Tujuan GLS multifungsi agar tercipta pembudayaan ekosistem literasi sekolah. Generasi muda menjadi pembelajar sepanjang hayat. "Orangtua dan guru diharapkan berupaya menjadi pembaca aktif agar anak termotivasi juga terinspirasi atas sikap orangtua dan guru sebagai contoh pembaca yang baik," saran Pangesti.
Harapan Pangesti bagi guru nampaknya sudah ada pada diri Mila Mariana, guru Matematika dan IPA di SD Ummul Quro. Meskipun termasuk sekolah swasta, GLS gencar dilakukan di sekolah berbasis Islam ini. Di sekolah mereka disediakan pojok baca berupa rak yg berisi buku buku bacaan.
Bukan hanya itu, disediakan jam khusus gerakan literasi sekolah yang sudah tersusun agendanya. Mulai dari membaca, meresume ataupun membuat karya literasi seperti cerita, puisi dan lainnya. Setiap dua minggu sekali hasil literasi tersebut dipajang di mading sekolah ataupun dapat dikirimkan ke majalah sekolah.
"Biasanya setelah materi dan latihan tapi masih ada waktu jam belajar, biasa diperbolehkan aktivitas pribadi. Nah saat itulah siswa diminta untuk membaca buku," ungkap Mila. Sebulan sekali, setiap kelas memiliki jadwal kunjungan ke perpustakaan sekolah dengan tujuan meminjam buku. Siswa akan berada di perpustakaan selama 30 menit.
Mila memiliki inisiatif untuk memberikan reward tambahan poin untuk kelompok bagi mereka yang meminjam buku di perpustakaan. Uniknya, perpustakaan sekolah juga turut menunjang kegiatan literasi. Terdapat pustakawan cilik yang menarik siswa untuk gemar mmbaca atau meminjam bahkan membantu petugas perpustakaan.
Sebutan sahabat pustaka juga diberi pada siswa yang menyumbang minimal tiga buku. Kelebihannya siswa tersebut dapat meminjam 5 buku sekaligus. Sekolah negeri juga tidak mau kalah. Aini Alfina guru Bahasa Inggris di SDN. Polisi 1 Kota Bogor ini turut mengikuti program Kemendikbud.
Setiap harinya ada membaca buku 15 menit dan setiap harinya juga secara bergantian ada kelas yang datang ke perpustakaan. "Sebenernya agak sulit sekarang membuat anak senang baca. Saya mensiasatinya dengan membuat tugas yang mengharuskan baca. Misalnya, siswa harus tampil story telling sehingga paling tidak ada satu buku yang mereka baca," jelasnya.
Aini juga tidak lupa selalu mengingatkan siswa didiknya untuk membaca. Selain tugas tidak lupa Aini juga mencontohkan seorang tokoh nasional. "Kalau banyak baca ya banyak ilmu, kalau yang banyak ilmu itu nanti bisa seperti Pak Habibi bukunya saja ribuan. Karena kalau belajar dengan rajin akan jadi orang sukses," tambahnya.
Di sekolah anak-anak dibiasakan membaca melalui program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sesuai implementasi Permendikbud No.23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti dan pada perkembangan terbaru, GLS merujuk pada Permendikbud No 20 Tahun 2018. Tentang penguatan pendidikan karakter dalam satuan pendidikan formal.
Di dalamnya disebut ada enam literasi dasar dan 21st Centurt Learning. Dari enam itu, baca-tulis merupakan dasar belajar lima literasi lainnya. Ketua GLS Kemendikbud Pangesti Wiedarti menjelaskan, salah satu yang dianjurkan kepada sekolah untuk membiasakan membaca buku apapun selama 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.
"Setelah itu masuk tahap kedua pengembangan bukan hanya sekedar membaca tetapi siswa diminta untuk membuat resume kemudian disampaikan kepada guru atau dibacakan di depan kelas," ujarnya. Terbiasa membaca dengan baik membuat seseorang tambah ilmu dan kemungkunan berpikir kritis.
Ditambah GLS juga mengajarkan keahlian berpikir tinggi seperti menganalisis dan mengevaluasi. Siswa diminta membaca secara kritis agar siswa mampu memahami isi buku dengan pemahaman yang baik. Pembaca kritis akan mampu membedakan mana informasi yang benar, mana informasi yang hoax.
GLS dibina oleh tim literasi sekolah yang bertugas mengontrol keberlangsungan program ini dan menyeleksi buku. Beberapa buku tidak lagi berada di perpustakaan sekolah, tetapi ditempatkan pada sudut kelas. Artinya setiap kelas mempunyai perpustakaan mini. Buku dapat diperoleh dari sumbangan setiap siswa atau dibeli dari dana BOS.
Pangesti menambahkan, Kemendikbud membuka siapapun yang ingin membantu program pemerintah ini dengan mengirimkan buku. "Jika para stakeholders termasuk berpartisipasi menyumbang buku dapat berkoordinasi dengan GLS. Divisi promosi dan implementasi dapat memfasilitasi untuk penyaluran. Kami punya daftar sekolah yg memerlukan bantuan buku," jelasnya.
Tujuan GLS multifungsi agar tercipta pembudayaan ekosistem literasi sekolah. Generasi muda menjadi pembelajar sepanjang hayat. "Orangtua dan guru diharapkan berupaya menjadi pembaca aktif agar anak termotivasi juga terinspirasi atas sikap orangtua dan guru sebagai contoh pembaca yang baik," saran Pangesti.
Harapan Pangesti bagi guru nampaknya sudah ada pada diri Mila Mariana, guru Matematika dan IPA di SD Ummul Quro. Meskipun termasuk sekolah swasta, GLS gencar dilakukan di sekolah berbasis Islam ini. Di sekolah mereka disediakan pojok baca berupa rak yg berisi buku buku bacaan.
Bukan hanya itu, disediakan jam khusus gerakan literasi sekolah yang sudah tersusun agendanya. Mulai dari membaca, meresume ataupun membuat karya literasi seperti cerita, puisi dan lainnya. Setiap dua minggu sekali hasil literasi tersebut dipajang di mading sekolah ataupun dapat dikirimkan ke majalah sekolah.
"Biasanya setelah materi dan latihan tapi masih ada waktu jam belajar, biasa diperbolehkan aktivitas pribadi. Nah saat itulah siswa diminta untuk membaca buku," ungkap Mila. Sebulan sekali, setiap kelas memiliki jadwal kunjungan ke perpustakaan sekolah dengan tujuan meminjam buku. Siswa akan berada di perpustakaan selama 30 menit.
Mila memiliki inisiatif untuk memberikan reward tambahan poin untuk kelompok bagi mereka yang meminjam buku di perpustakaan. Uniknya, perpustakaan sekolah juga turut menunjang kegiatan literasi. Terdapat pustakawan cilik yang menarik siswa untuk gemar mmbaca atau meminjam bahkan membantu petugas perpustakaan.
Sebutan sahabat pustaka juga diberi pada siswa yang menyumbang minimal tiga buku. Kelebihannya siswa tersebut dapat meminjam 5 buku sekaligus. Sekolah negeri juga tidak mau kalah. Aini Alfina guru Bahasa Inggris di SDN. Polisi 1 Kota Bogor ini turut mengikuti program Kemendikbud.
Setiap harinya ada membaca buku 15 menit dan setiap harinya juga secara bergantian ada kelas yang datang ke perpustakaan. "Sebenernya agak sulit sekarang membuat anak senang baca. Saya mensiasatinya dengan membuat tugas yang mengharuskan baca. Misalnya, siswa harus tampil story telling sehingga paling tidak ada satu buku yang mereka baca," jelasnya.
Aini juga tidak lupa selalu mengingatkan siswa didiknya untuk membaca. Selain tugas tidak lupa Aini juga mencontohkan seorang tokoh nasional. "Kalau banyak baca ya banyak ilmu, kalau yang banyak ilmu itu nanti bisa seperti Pak Habibi bukunya saja ribuan. Karena kalau belajar dengan rajin akan jadi orang sukses," tambahnya.
(don)