Hari Guru Nasional, ACT Beri Bantuan Seribu Guru Honorer
A
A
A
JAKARTA - Aksi Cepat Tanggap (ACT) membuat program Sahabat Guru Indonesia di Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November.
Melalui program tersebut, ACT ingin berkontribusi untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. "Khususnya dari sisi kesejahteraan ekonomi para guru. Program ini sebagai medium untuk menyemangati guru-guru prasejahtera dalam mengabdi," kata Ketua Dewan Pembina ACT, Ahyudin di Kantor ACT, Jakarta, Senin (25/1102019).
Dia mengatakan, guru merupakan elemen penting dalam menentukan kualitas pendidikan, peran guru merupakan peran sentral untuk membangun karakter anak bangsa.
ACT ingin terus menebar manfaat dan menjadikan jembatan bagi para derman, baik nasional maupun global untuk masyarakat yang membutuhkan. "Kami percaya barang siapa yang memberikan kemudahan (membantu-red) saudara yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat,” tuturnya.
Menurut dia, jangan sampai semua orang melupakan sosok guru yang berjasa dalam kehidupan setiap orang. Guru adalah sosok penting dalam menentukan terhormat tidaknya suatu bangsa, khususnya bangsa Indonesia ini.
Oleh karena itu, ACT melakukan program bantuan hidup untuk guru. "Saat ini kita berikan kepada seribu guru bantuan berupa Rp500 ribu per bulan per orang, semoga pada 25 November 2020 mendatang kita bisa bertambah berikan bantuan kepada 10 ribu guru, begitu juga bantuannya semoga bisa bertambah menjadi Rp1-2 juta perbulan per orang, " tuturnya. (Baca Juga: Fadli Zon: Bangsa yang Abai terhadap Nasib Guru, Tidak Akan Maju)
Dia menjelaskan alasan membuat program Sahabat Guru Indonesia, yakni faktor kemanusiaan. Hal itu sejalan dengan ACT sebagai lembaga yang fokus pada persoalan kemanusiaan pula.
Faktanya di Indonesia, kata dia, guru merupakan sosok yang tidak lepas pula dari persoalan kemiskinan, khususnya guru honorer. "Apalagi ada lebih dari dua juta orang jadi guru honorer dengan nasib tanpa perhatian yang memadai," ujarnya.
Ahyudin mengingatkan jangan sampai Indonesia menjadi bangsa yang lupa pada jasa para guru. Padahal guru yang menentukan masa depan bangsa Indonesia.
ACT mengajak semua elemen masyarakat untuk selalu memperhatikan sosok guru meski sejatinya perjuangan guru itu tak bisa dinilai dengan materi apapun.
Direktur Program ACT, Wahyu Novyan mengungkapkan masih banyak guru di berbagai daerah, termasuk di pelosok yang menerima gaji sangat kecil. "Mereka yang telah mengabdikan diri untuk pendidikan butuh perhatian lebih. Misalnya, salah satu guru di Sikakap digaji Rp500 ribu per bulan. Itu pun tak dibayar tiap bulan karena keadaan perekonomian sekolah yang tak menentu. Walau begitu, para pengabdi negeri ini tak kenal lelah membimbing penerus bangsanya," tuturnya.
Wahyu menjelaskan, gaji guru di Indonesia sangat rendah dibandingkan negara lain. Guru di Indonesia rata-rata mendapatkan gaji Rp2,5 juta hingga Rp5,9 juta, itu pun berstatus PNS. Sedangkan gaji guru di Singapura mencapai Rp57 juta, di Brunei sekitar Rp24 juta, di Malaysia Rp22 juta, di Thailand Rp12 juta, dan di Filipina mencapai Rp10 juta.
"Adapun jumlah guru dan pendidik tercatat ada 4,3 juta orang dengan rincian PNS 1,7 juta orang, honorer 1 juta orang, sisinya seperti guru bantu, guru atau pegawai yayasan, dan semacamnya," katanya.
Dia mengajak semua pihak untuk memperhatikan nasib guru. Melalui program Sahabat Guru Indonesia, ACT ingin menyemangati guru dan berharap pendidikan Indonesia lebih baik.
Sebanyak 1.000 guru yang diberikan bantuan tersebar di 100 titik di pelosok wilayah Indonesia, baik di Pulau Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara, maupun Kalimantan.
Kriteria guru yang menerima manfaat dari program itu, mereka yang berpenghasilan di bawah Rp 1 juta termasuk guru honorer dan guru tahfiz, berasal dari wilayah prasejahtera, dan memiliki dedikasi mengajar yang tinggi untuk siswa-siswanya.
Sementara itu tantangan untuk terus memajukan pendidikan anak bangsa pun terus muncul. Misalnya sulitnya akses menuju sekolah, fasilitas sekolah yang belum memadai, hingga minimnya pendapatan para guru.
Seorang guru bernama M Ramsudin Fajri menceritakan pengalamannya menjadi guru honorer selama 10 tahun di Ml Al-Huda Rancapinang. Pada tahun 2009, dia mengajar dengan sukarela tanpa ada yang bayar satu rupiah pun.
Kondisi tersebut terus dijalaninya tanpa terhenti. Apalagi saat itu sekolah tempatnya mengajar belum mendapatkan izin operasional dari Departemen Agama Kabupaten Pandeglang. "Pada tahun 2010, sekolah kami baru mendapatkan izin operasional dari instansi terkait. Saat itu jumlah murid cuma 21 orang dengan kondisi bangunan sekolah masih gubuk yang memiliki dua ruang belajar dengan ukuran ruangan panjang 3x3 m2," tuturnya.
Semua operasional yang ada pun merupakan hasil jerih payah swadaya masyarakat. Pada tahun yang sama, para guru di sana baru mendapat gaji per bulan Rp 100.000 dan dibayarkan setiap tiga bulan sekali. Sedangkan pada tahun 2013 sampai saat ini mereka mendapatkan gaji per bulan Rp 300.000 dan dibayarkan setiap tiga bulan sekali.
Sementara itu, guru honorer di SMP Terbuka 17 Bekasi, Lukman mengungkapkan sepulang mengajar akan melanjutkan pekerjaan sebagai pengemas produk madu. Usaha itu dia lakukan demi mencukupi kebutuhan keluarganya.
”Kalau menggantungkan pemasukan dari mengajar saja tak cukup, tapi itu tak masalah. Saya mengabdikan diri sebagai guru, mengajarkan anak-anak yang sebagian besar datang dari keluarga perekonomian prasejahtera,” tuturnya.
Melalui program tersebut, ACT ingin berkontribusi untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. "Khususnya dari sisi kesejahteraan ekonomi para guru. Program ini sebagai medium untuk menyemangati guru-guru prasejahtera dalam mengabdi," kata Ketua Dewan Pembina ACT, Ahyudin di Kantor ACT, Jakarta, Senin (25/1102019).
Dia mengatakan, guru merupakan elemen penting dalam menentukan kualitas pendidikan, peran guru merupakan peran sentral untuk membangun karakter anak bangsa.
ACT ingin terus menebar manfaat dan menjadikan jembatan bagi para derman, baik nasional maupun global untuk masyarakat yang membutuhkan. "Kami percaya barang siapa yang memberikan kemudahan (membantu-red) saudara yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat,” tuturnya.
Menurut dia, jangan sampai semua orang melupakan sosok guru yang berjasa dalam kehidupan setiap orang. Guru adalah sosok penting dalam menentukan terhormat tidaknya suatu bangsa, khususnya bangsa Indonesia ini.
Oleh karena itu, ACT melakukan program bantuan hidup untuk guru. "Saat ini kita berikan kepada seribu guru bantuan berupa Rp500 ribu per bulan per orang, semoga pada 25 November 2020 mendatang kita bisa bertambah berikan bantuan kepada 10 ribu guru, begitu juga bantuannya semoga bisa bertambah menjadi Rp1-2 juta perbulan per orang, " tuturnya. (Baca Juga: Fadli Zon: Bangsa yang Abai terhadap Nasib Guru, Tidak Akan Maju)
Dia menjelaskan alasan membuat program Sahabat Guru Indonesia, yakni faktor kemanusiaan. Hal itu sejalan dengan ACT sebagai lembaga yang fokus pada persoalan kemanusiaan pula.
Faktanya di Indonesia, kata dia, guru merupakan sosok yang tidak lepas pula dari persoalan kemiskinan, khususnya guru honorer. "Apalagi ada lebih dari dua juta orang jadi guru honorer dengan nasib tanpa perhatian yang memadai," ujarnya.
Ahyudin mengingatkan jangan sampai Indonesia menjadi bangsa yang lupa pada jasa para guru. Padahal guru yang menentukan masa depan bangsa Indonesia.
ACT mengajak semua elemen masyarakat untuk selalu memperhatikan sosok guru meski sejatinya perjuangan guru itu tak bisa dinilai dengan materi apapun.
Direktur Program ACT, Wahyu Novyan mengungkapkan masih banyak guru di berbagai daerah, termasuk di pelosok yang menerima gaji sangat kecil. "Mereka yang telah mengabdikan diri untuk pendidikan butuh perhatian lebih. Misalnya, salah satu guru di Sikakap digaji Rp500 ribu per bulan. Itu pun tak dibayar tiap bulan karena keadaan perekonomian sekolah yang tak menentu. Walau begitu, para pengabdi negeri ini tak kenal lelah membimbing penerus bangsanya," tuturnya.
Wahyu menjelaskan, gaji guru di Indonesia sangat rendah dibandingkan negara lain. Guru di Indonesia rata-rata mendapatkan gaji Rp2,5 juta hingga Rp5,9 juta, itu pun berstatus PNS. Sedangkan gaji guru di Singapura mencapai Rp57 juta, di Brunei sekitar Rp24 juta, di Malaysia Rp22 juta, di Thailand Rp12 juta, dan di Filipina mencapai Rp10 juta.
"Adapun jumlah guru dan pendidik tercatat ada 4,3 juta orang dengan rincian PNS 1,7 juta orang, honorer 1 juta orang, sisinya seperti guru bantu, guru atau pegawai yayasan, dan semacamnya," katanya.
Dia mengajak semua pihak untuk memperhatikan nasib guru. Melalui program Sahabat Guru Indonesia, ACT ingin menyemangati guru dan berharap pendidikan Indonesia lebih baik.
Sebanyak 1.000 guru yang diberikan bantuan tersebar di 100 titik di pelosok wilayah Indonesia, baik di Pulau Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara, maupun Kalimantan.
Kriteria guru yang menerima manfaat dari program itu, mereka yang berpenghasilan di bawah Rp 1 juta termasuk guru honorer dan guru tahfiz, berasal dari wilayah prasejahtera, dan memiliki dedikasi mengajar yang tinggi untuk siswa-siswanya.
Sementara itu tantangan untuk terus memajukan pendidikan anak bangsa pun terus muncul. Misalnya sulitnya akses menuju sekolah, fasilitas sekolah yang belum memadai, hingga minimnya pendapatan para guru.
Seorang guru bernama M Ramsudin Fajri menceritakan pengalamannya menjadi guru honorer selama 10 tahun di Ml Al-Huda Rancapinang. Pada tahun 2009, dia mengajar dengan sukarela tanpa ada yang bayar satu rupiah pun.
Kondisi tersebut terus dijalaninya tanpa terhenti. Apalagi saat itu sekolah tempatnya mengajar belum mendapatkan izin operasional dari Departemen Agama Kabupaten Pandeglang. "Pada tahun 2010, sekolah kami baru mendapatkan izin operasional dari instansi terkait. Saat itu jumlah murid cuma 21 orang dengan kondisi bangunan sekolah masih gubuk yang memiliki dua ruang belajar dengan ukuran ruangan panjang 3x3 m2," tuturnya.
Semua operasional yang ada pun merupakan hasil jerih payah swadaya masyarakat. Pada tahun yang sama, para guru di sana baru mendapat gaji per bulan Rp 100.000 dan dibayarkan setiap tiga bulan sekali. Sedangkan pada tahun 2013 sampai saat ini mereka mendapatkan gaji per bulan Rp 300.000 dan dibayarkan setiap tiga bulan sekali.
Sementara itu, guru honorer di SMP Terbuka 17 Bekasi, Lukman mengungkapkan sepulang mengajar akan melanjutkan pekerjaan sebagai pengemas produk madu. Usaha itu dia lakukan demi mencukupi kebutuhan keluarganya.
”Kalau menggantungkan pemasukan dari mengajar saja tak cukup, tapi itu tak masalah. Saya mengabdikan diri sebagai guru, mengajarkan anak-anak yang sebagian besar datang dari keluarga perekonomian prasejahtera,” tuturnya.
(dam)