Pimpinan MPR Pertanyakan Revisi Konten Khilafah di Buku Pelajaran Agama
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Arsul Sani mempertanyakan tentang revisi materi khilafah dan jihad pada buku pelajaran sekolah oleh Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi.
Arsul menilai Menag harus menjelaskan materi apa yang direvisi. “Nanti harus dalami lewat penjelasan Pak Menag, saya kira nanti teman-teman di Komisi VIII bisa melihat ini,” tutur Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019). (Baca Juga: PKS Soroti Keputusan Menag soal Revisi Materi Khilafah dan Jihad di Madrasah)
Menurut dia, semestinya materi tentang khilafah dinilai tidak menjadi masalah. Karena itu sama dengan materi pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), yakni siswa mempelajari soal bentuk-bentuk negara federasi di mana salah satunya khilafah sebagai bentuk pemerintahan.
Oleh karena itu, sambung dia, perlu dilihat dulu materi apa yang dimaksud oleh Menag itu. “Harus kita lihat. Yang tidak boleh, yang tidak bisa kita tolerir adalah kalau ada konten pelajaran dimana menstimulasi, menumbuhkan, semangat untuk mengubah negara ini menjadi berbentuk khilafah. Soal itu sudah selesai,” tuturnya.
Anggota Komisi III DPR ini menjelaskan, empat konsensus bernegara, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI sudah selesai. Tetapi, bukan berarti ada fobia terhadap sesuatu yang disebut khilafah. Yang tidak diperbolehkan adalah komunisme dan marxisme yang diatur dalam Tap MPR.
“Kalau yang lain-lain. Orang belajar misalnya bentuk-bentuk negara. Bentuk-bentuk pemerintahan kita lihat dulu. Kontennya apa sih yang diajarkan,” tutur Ketua Fraksi PPP di DPR itu.
Karena itu, Arsul belum bisa mengatakan setuju atau tidak setuju terhadap kebijakan Menag itu karena, dia sendiri belum membaca materi apa yang dimaksu oleh Menag itu.
Namun, dia menegaskan jika materinya sekadar menunjukkan sejarah tanpa menyebarkan ajaran maka seharusnya tidak dilarang. Sama halnya dengan materi pelajaran mengenai revolusi Rusia dan sebagainya.
Dia memahami apabila yang dilarang apabila ada konten yang mengajak untuk mendirikan khilafah. "Karena soal bentuk negara, bentuk pemerintahan dan hal-hal yang prinsip dari negara ini kita sudah sepakat dengan empat konsensus bernegara atau Empat Pilar MPR,” tandasnya.
Arsul menilai Menag harus menjelaskan materi apa yang direvisi. “Nanti harus dalami lewat penjelasan Pak Menag, saya kira nanti teman-teman di Komisi VIII bisa melihat ini,” tutur Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019). (Baca Juga: PKS Soroti Keputusan Menag soal Revisi Materi Khilafah dan Jihad di Madrasah)
Menurut dia, semestinya materi tentang khilafah dinilai tidak menjadi masalah. Karena itu sama dengan materi pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), yakni siswa mempelajari soal bentuk-bentuk negara federasi di mana salah satunya khilafah sebagai bentuk pemerintahan.
Oleh karena itu, sambung dia, perlu dilihat dulu materi apa yang dimaksud oleh Menag itu. “Harus kita lihat. Yang tidak boleh, yang tidak bisa kita tolerir adalah kalau ada konten pelajaran dimana menstimulasi, menumbuhkan, semangat untuk mengubah negara ini menjadi berbentuk khilafah. Soal itu sudah selesai,” tuturnya.
Anggota Komisi III DPR ini menjelaskan, empat konsensus bernegara, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI sudah selesai. Tetapi, bukan berarti ada fobia terhadap sesuatu yang disebut khilafah. Yang tidak diperbolehkan adalah komunisme dan marxisme yang diatur dalam Tap MPR.
“Kalau yang lain-lain. Orang belajar misalnya bentuk-bentuk negara. Bentuk-bentuk pemerintahan kita lihat dulu. Kontennya apa sih yang diajarkan,” tutur Ketua Fraksi PPP di DPR itu.
Karena itu, Arsul belum bisa mengatakan setuju atau tidak setuju terhadap kebijakan Menag itu karena, dia sendiri belum membaca materi apa yang dimaksu oleh Menag itu.
Namun, dia menegaskan jika materinya sekadar menunjukkan sejarah tanpa menyebarkan ajaran maka seharusnya tidak dilarang. Sama halnya dengan materi pelajaran mengenai revolusi Rusia dan sebagainya.
Dia memahami apabila yang dilarang apabila ada konten yang mengajak untuk mendirikan khilafah. "Karena soal bentuk negara, bentuk pemerintahan dan hal-hal yang prinsip dari negara ini kita sudah sepakat dengan empat konsensus bernegara atau Empat Pilar MPR,” tandasnya.
(dam)