Belajar di Rumah, Siswa Keluhkan Tugas dari Guru Terlalu berat

Senin, 23 Maret 2020 - 07:10 WIB
Belajar di Rumah, Siswa Keluhkan Tugas dari Guru Terlalu berat
Belajar di Rumah, Siswa Keluhkan Tugas dari Guru Terlalu berat
A A A
JAKARTA - Sudah sepekan siswa diliburkan dan harus belajar di rumah sebagai langkah antisipasi persebaran virus corona (Covid-19). Namun pembelajaran secara daring (online) ini banyak dikeluhkan siswa dan orang tua karena tugas yang diberikan guru dinilai terlampau berat.

Kondisi ini tidak sejalan dengan semangat mengistirahatkan anak di rumah karena persebaran virus corona. Belajar di rumah seharusnya justru jadi ajang bagi anak untuk mengekspresikan minat, mengeksplorasi hobi, bakat, dan menggali keingintahuan mereka.

Keluhan soal beratnya belajar di rumah diterima beberapa lembaga, di antaranya Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Federasi Serikat Guru Indonesia, dan Komisi IX DPR. Orang tua yang mengadu umumnya mengeluhkan anaknya yang tertekan karena materi pelajaran yang terlalu banyak. Selain itu anak sering diberi waktu penyelesaian tugas yang mepet. (Baca: Kebijakan Belajar dari Rumah, Guru Diminta Tak Bebani Siswa)

Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan, kebijakan belajar dari rumah terjadi karena ada keadaan khusus, yakni pandemi virus corona. Oleh karena itu sistem pembelajaran yang diberlakukan ke anak seharusnya juga khusus. Pembelajaran yang diterapkan haruslah menyenangkan dan bukan dengan memberikan tugas-tugas yang justru membebani anak.

“Padahal pembelajaran yang bermakna itu adalah justru membuat siswa senang, bahagia, apa pun keadaannya, baik di kondisi normal maupun khusus seperti sekarang ini,” ujarnya kepada KORAN SINDO kemarin.

Satriwan menjelaskan, dari laporan yang masuk ke pihaknya siswa merasa terbebani karena setiap hari mereka diberi tugas untuk setiap mata pelajaran. Siswa pun mengadu lebih baik datang ke sekolah seperti biasa karena tugasnya tidak sebanyak saat belajar di rumah.

Dia mengatakan guru memberikan tugas yang sangat banyak karena kepala sekolah menilai guru telah mengajar secara virtual apabila memberikan tugas kepada siswanya. Laporan seperti ini terjadi di kota-kota besar yang sudah memiliki infrastruktur sekolah yang baik, jaringan internet tinggi, dan murid yang mampu memakai gawai.

Dia menjelaskan, pembelajaran daring bukan berarti guru memberi tugas kepada siswa di setiap mata pelajaran melalui jalur daring juga. Esensi pembelajaran daring yang benar adalah adanya interaksi siswa dan guru secara virtual. Interaksi ini bisa dilakukan guru dengan tetap berdiskusi dengan anak, misalnya dengan chatting melalui grup WhatsApp atau mengajar secara live daring di Instagram, Facebook, aplikasi Zoom ataupun Google Meet.

“Jadi guru tak selalu memberikan tugas. Bisa berdiskusi. Bisa juga mengajar secara daring melalui aplikasi. Misal guru Geografi menerangkan, buka tanya jawab, lalu selesai. Kuncinya kepemimpinan kepala sekolah. Termasuk kunci juga adalah kreativitas guru,” jelasnya.

Anggota Komisi IX DPR RI Muchamad Nabil Haroen mengatakan bahwa dia juga menyoroti banyaknya keluhan orang tua atas belajar di rumah ini. Padahal, dalam bentuk apa pun, pendidikan seharusnya dilakukan secara menyenangkan. "Ada banyak keluhan yang saya terima dari perwakilan orang tua siswa atau komunitas pendidikan dari berbagai daerah, tentang ketidakjelasan konsep belajar dari rumah," katanya kemarin. (Baca juga: Hindari Virus Corona, Siswa Bisa Belajar Online di Rumah)

Dalam sebagian kasus, kata Ketua Umum PP Pagar Nusa Nahdlatul Ulama itu, para pendidik memberi banyak sekali tugas atau pekerjaan rumah yang dimaksudkan untuk membekali proses belajar siswa. Namun tugas yang terlalu banyak justru membebani siswa dan orang tuanya. “Masa istirahat karena pandemi korona yang harusnya tenang malah menimbulkan stres ke anak," tuturnya.

Karena itu, menurut Gus Nabil, perlu ada koreksi kebijakan dari tiap kepala sekolah dan guru untuk mengurangi tugas dan bila perlu membebaskan. "Biarkan siswa mengeksplorasi hal-hal baru dengan pendampingan orang tua tanpa terbebani tugas," urainya.

Menurutnya, pendidikan seharusnya mengasyikkan. Guru harus membiarkan siswa berkarya, bermain, serta membuat hal-hal baru yang sebelumnya mereka tidak ada waktu untuk mengeksplorasi karena padatnya jam pelajaran. Dia menambahkan, pendidik, kepala sekolah, dan institusi pendidikan seharusnya memfasilitasi program ini dengan mendorong siswa berkarya di rumah masing-masing.

“Mengajarkan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan dapat mereka eksplorasi dengan menggunakan sarana pembelajaran yang ada serta fasilitas pembelajaran daring," katanya. (Baca juga: Jokowi: Jangan Sampai Pelajar Diliburkan tapi Malah Bermain ke Warnet)

Di sisi lain diperlukan instruksi dari Kemendikbud untuk mengatur #BelajardariRumah agar para guru dan murid paham bagaimana belajar yang menyenangkan. Penghapusan beban tugas yang membuat stres siswa dan orang tua mutlak dilakukan.

Sementara itu, menurut Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, sepanjang pembelajaran dari rumah bagi siswa sekolah berlaku, ada 51 pengaduan yang diterima lembaganya. Aduannya, banyak tugas yang mesti dikerjakan dengan tenggat waktu yang sempit. Padahal di saat yang sama banyak tugas yang harus dikerjakan dari guru mata pelajaran yang lain. “Kami kelelahan dan tertekan.’ Demikian isi keluhan anak-anak pengadu," kata Retno Listyarti melalui keterangan persnya pekan lalu.

Retno mendorong para pemangku kepentingan di pendidikan membangun rambu-rambu untuk para guru sehingga proses belajar dari rumah ini bisa berjalan dengan menyenangkan dan bermakna buat semua.

Pelajaran atau tugas yang terlalu berat akan memengaruhi kesehatan fisik dan mental anak sehingga harus dihindari.

"Hal demikian hanya membuat mereka cemas dan terbebani yang berpengaruh pada melemahnya sistem imun (kekebalan tubuh), yang berdampak pada mudahnya serangan virus," tegasnya.

Retno pun meminta agar menjadikan proses pembelajaran daring sebagai sarana untuk saling memotivasi, menumbuhkan rasa ingin tahu anak, mempererat hubungan dan saling membahagiakan. Menurut Retno, ketika kondisi bahagia, sistem imun akan menguat.

Dalam kondisi belajar di rumah seperti sekarang ini, menurut Retno, kompetensi akademik bukan merupakan prioritas tapi yang jadi prioritas adalah kompetensi survive (bertahan hidup) dan saling mengingatkan untuk hidup sehat dan selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar. (Abdul Rochim/Neneng Zubaidah/ant)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6472 seconds (0.1#10.140)