Peraih Nobel Bagi-Bagi Ilmu Sistem Pangan di UI

Senin, 18 Agustus 2014 - 20:35 WIB
Peraih Nobel Bagi-Bagi...
Peraih Nobel Bagi-Bagi Ilmu Sistem Pangan di UI
A A A
JAKARTA - Universitas Indonesia (UI) bersama Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dan Mantasa menyelenggarakan kuliah umum mengenai permasalahan sistem pangan di dunia.

Kuliah umum hari ini menghadirkan aktivis dunia Dr Vandana Shiva sebagai pembicara. Kuliah umum yang berlangsung di Balai Sidang UI ini, dihadiri lebih dari 200 peserta dari dalam dan luar UI.

Vandana Shiva sudah sejak lama melakukan kampanye soal permasalahan sistem pangan di dunia. Ia mempunyai kepedulian terhadap cara
pertanian monokultur, yang menurutnya tidak mengindahkan keanekaragaman hayati.

Dampak yang ditimbulkan dari sistem tersebut adalah kerusakan alam dan meningkatkannya angka kelaparan. Lebih lanjut, ia mengatakan, sistem tersebut rentan terhadap monopoli dan intensifikasi yang justru merusak.

Selain itu, jika terserang hama atau cuaca buruk, pertanian monokultur dapat hancur dan produksinya akan jauh menurun. “Pertanian monokultur tidak mengindahkan potensi keanekaragaman hayati,” kata Vandana di Depok, Senin (18/08/2014).

Di India, ia berhasil menciptakan kemandirian petani dan mampu membangun kedaulatan pangan. Vandana berhasil menanam setidaknya tujuh hingga 12 jenis tanaman pada satu lahan untuk menjamin keanekaragaman hayatinya.

Hal tersebut dapat menciptakan keseimbangan. Karena usaha-usahanya tersebut, ia juga berhasil mengembangkan pengetahuan kepada masyarakat dan membantu membangun ketahanan pangan.

“Dengan usaha ini kami berhasil memberi makan India,” katanya.

Selain itu, Vandana juga peduli terhadap persoalan monopoli terhadap benih. Monopoli tersebut menurutnya berdampak besar tak hanya
bagi petani, tetapi juga masyarakat secara luas.

Dampaknya antara lain, menyebabkan tingginya harga pangan, sulitnya mengakses makanan yang sehat dan aman, meningkatnya resiko pemanasan global, serta menyebabkan meningkatnya kelaparan.

"Oleh karena itu, solusi terhadap masalah tersebut menurutnya perlu dilakukan secara serius," paparnya.

Selain sebagai aktivis, Vandana Shiva merupakan seorang filsuf, penulis, eco-feminis dan ilmuwan yang telah menerima banyak penghargaan. Sepanjang kiprahnya, ia pernah mendapatkan The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prize), Time Magazine's Environmental Hero dan The Sydney Peace Prize.
(kri)
Berita Terkait
Paradoks Pendidikan...
Paradoks Pendidikan Tinggi
Pengalaman 36 Tahun,...
Pengalaman 36 Tahun, Universitas Terbuka Ingin Bantu PT Lain
Kualitas Universitas...
Kualitas Universitas Oxford Tak Terkalahkan di Dunia
iSB Sediakan Jurusan...
iSB Sediakan Jurusan Akuntansi Internasional, Ini Sejumlah Keunggulannya
16 Lembaga Layanan Pendidikan...
16 Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi di Indonesia, Ini Daftar dan Kontaknya
100 Program Studi Vokasi...
100 Program Studi Vokasi Akan Dipadukan dengan Dunia Industri dan Kerja
Berita Terkini
Siapa Mahasiswa Pertama...
Siapa Mahasiswa Pertama di UGM? Ini Profil Prof Hardjoso Prodjopangarso
15 jam yang lalu
13 Pantun Halalbihalal...
13 Pantun Halalbihalal Hari Raya Idulfitri 1446 H untuk Acara di Sekolah
16 jam yang lalu
Lembab atau Lembap,...
Lembab atau Lembap, Mana Kata yang Baku Menurut KBBI?
17 jam yang lalu
13 Rektor ITS dari Masa...
13 Rektor ITS dari Masa ke Masa, Dokter, Militer, hingga yang Diangkat Jadi Menteri
1 hari yang lalu
10 Sekolah Kedinasan...
10 Sekolah Kedinasan Gratis yang Banyak Diburu di 2024, Lulus Jadi PNS
1 hari yang lalu
Ayah Maia Estianty Ternyata...
Ayah Maia Estianty Ternyata Mantan Rektor ITS dan Arsitek Legendaris, Ini Profilnya
1 hari yang lalu
Infografis
Kocak! Trump Terapkan...
Kocak! Trump Terapkan Tarif di Kepulauan Tak Dihuni Manusia
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved