Publikasi Ilmiah RI Peringkat ke-11 Asia
A
A
A
JAKARTA - Indonesia menempati urutan ke-11 di Asia dalam peringkat jumlah publikasi jurnal ilmiah internasional yang terindeks oleh Scopus.
Scopus adalah sebuah database indexing publikasi yang cukup dipercaya sebagai salah satu tolak ukur bonafidnya sebuah publikasi, sekaligus sebagai salah satu penyedia metrics publikasi di seluruh dunia.
"Perbandingan produktivitas publikasi perguruan tinggi di Indonesia masih ketinggalan dengan perguruan tinggi lain di Asia seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada tahun 2013 Scopus merilis kita hanya menduduki peringkat ke-11 di Asia," ungkap Dr Zahrotur Rusyda Hinduan, penulis jurnal internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung saat Seminar 'Menulis Jurnal Internasional dan Nasional' di Aula Fakultas Psikologi Unpad, Jumat 5 Desember 2014.
Padahal, kata Rusyda yang biasa disapa Rosy ini, profil dan portofolio sebuah universitas, salah satunya ditentukan oleh publikasi ilmiah yang dihasilkan.
Menurut Rosy, publikasi ilmiah merupakan salah satu perwujudan karya dan identitas bagi seorang peneliti maupun dosen.
Publikasi ilmiah biasanya berupa tulisan dalam bentuk paper yang dimuat dalam jurnal atau berkala ilmiah.
"Indonesia sendiri publikasi ilmiahnya yang berbasis riset dinilai masih minim," kata Dosen bidang Psikologi Industri dan Organisasi di Fakultas Psikologi Unpad ini.
Statistik publikasi olahan SCImago Lab. (www.scimagojr.com) menunjukkan berdasarkan data dari Scopus yang dirilis tahun 2013, jumlah paper ilmiah yang dipublikasikan dalam skala internasional Indonesia pada tahun 2013 hanya berada di peringkat 61 dunia dari 239 negara.
Jumlah publikasi internasional dari Indonesia pada periode 1996 – 2013 mencapai 25.481. Indonesia bahkan tertinggal dengan Kuba yang berada di peringkat 59 dengan publikasi 27.139 artikel.
China merupakan negara Asia yang amat produktif dalam menghasilkan publikasi ilmiah.
Negara tersebut sepanjang periode 1996 – 2013 menghasilkan 3.129.719 publikasi. China menempati posisi pertama di Asia dan kedua di dunia, hanya kalah dari Amerika Serikat.
Rosy menyebut posisi Indonesia di Asia hingga tahun 2013 belum bisa dikatakan membanggakan.
Di antara negara-negara anggota ASEAN saja, kata dia, Indonesia masih kalah dengan Singapura yang berada di posisi ke-7 Asia dengan jumlah publikasi 171.037.
Malaysia berada di posisi ke-8 Asia dengan jumlah publikasi 125.084. Thailand berada di peringkat 9 Asia dengan jumlah publikasi 95.690.
Artinya, Indonesia berada di posisi ke-4 di antara negara-negara ASEAN. Indonesia bahkan kalah dari Pakistan yang ada di posisi 10 dengan jumlah publikasi sebanyak 70.208.
Dia berharap kebijakan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Ditjen Dikti) yang menekankan publikasi makalah di jurnal ilmiah sebagai syarat lulus dari perguruan tinggi bisa lebih mendongkrak posisi peringkat perguruan tinggi di Asia.
Dia pun memberikan sejumlah tips untuk memulai menulis di jurnal nasional maupun internasional antara lain mendisiplinkan diri untuk menulis.
Tulisan atau artikel pun harus berbasis penelitian yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang berlaku, kemudian menjadikan kebiasaan untuk mempublikasikan tulisan yang sudah ada baik di jurnal nasional maupun internasional.
"Pada tahap awal, kalau memang masih dirasakan sulit untuk menulis jurnal sendiri, ada baiknya kita bergabung dulu dengan penulis jurnal yang lainnya sehingga nantinya dalam satu publikasi ilmiah bisa dua nama atau lebih digabungkan sebagai penulis jurnal ilmiah tersebut," tutur Rosy yang artikelnya pernah dimuat di Asia Pacific Jurnal of Human Resource Management dan Akta Medica ini.
Scopus adalah sebuah database indexing publikasi yang cukup dipercaya sebagai salah satu tolak ukur bonafidnya sebuah publikasi, sekaligus sebagai salah satu penyedia metrics publikasi di seluruh dunia.
"Perbandingan produktivitas publikasi perguruan tinggi di Indonesia masih ketinggalan dengan perguruan tinggi lain di Asia seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada tahun 2013 Scopus merilis kita hanya menduduki peringkat ke-11 di Asia," ungkap Dr Zahrotur Rusyda Hinduan, penulis jurnal internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung saat Seminar 'Menulis Jurnal Internasional dan Nasional' di Aula Fakultas Psikologi Unpad, Jumat 5 Desember 2014.
Padahal, kata Rusyda yang biasa disapa Rosy ini, profil dan portofolio sebuah universitas, salah satunya ditentukan oleh publikasi ilmiah yang dihasilkan.
Menurut Rosy, publikasi ilmiah merupakan salah satu perwujudan karya dan identitas bagi seorang peneliti maupun dosen.
Publikasi ilmiah biasanya berupa tulisan dalam bentuk paper yang dimuat dalam jurnal atau berkala ilmiah.
"Indonesia sendiri publikasi ilmiahnya yang berbasis riset dinilai masih minim," kata Dosen bidang Psikologi Industri dan Organisasi di Fakultas Psikologi Unpad ini.
Statistik publikasi olahan SCImago Lab. (www.scimagojr.com) menunjukkan berdasarkan data dari Scopus yang dirilis tahun 2013, jumlah paper ilmiah yang dipublikasikan dalam skala internasional Indonesia pada tahun 2013 hanya berada di peringkat 61 dunia dari 239 negara.
Jumlah publikasi internasional dari Indonesia pada periode 1996 – 2013 mencapai 25.481. Indonesia bahkan tertinggal dengan Kuba yang berada di peringkat 59 dengan publikasi 27.139 artikel.
China merupakan negara Asia yang amat produktif dalam menghasilkan publikasi ilmiah.
Negara tersebut sepanjang periode 1996 – 2013 menghasilkan 3.129.719 publikasi. China menempati posisi pertama di Asia dan kedua di dunia, hanya kalah dari Amerika Serikat.
Rosy menyebut posisi Indonesia di Asia hingga tahun 2013 belum bisa dikatakan membanggakan.
Di antara negara-negara anggota ASEAN saja, kata dia, Indonesia masih kalah dengan Singapura yang berada di posisi ke-7 Asia dengan jumlah publikasi 171.037.
Malaysia berada di posisi ke-8 Asia dengan jumlah publikasi 125.084. Thailand berada di peringkat 9 Asia dengan jumlah publikasi 95.690.
Artinya, Indonesia berada di posisi ke-4 di antara negara-negara ASEAN. Indonesia bahkan kalah dari Pakistan yang ada di posisi 10 dengan jumlah publikasi sebanyak 70.208.
Dia berharap kebijakan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Ditjen Dikti) yang menekankan publikasi makalah di jurnal ilmiah sebagai syarat lulus dari perguruan tinggi bisa lebih mendongkrak posisi peringkat perguruan tinggi di Asia.
Dia pun memberikan sejumlah tips untuk memulai menulis di jurnal nasional maupun internasional antara lain mendisiplinkan diri untuk menulis.
Tulisan atau artikel pun harus berbasis penelitian yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang berlaku, kemudian menjadikan kebiasaan untuk mempublikasikan tulisan yang sudah ada baik di jurnal nasional maupun internasional.
"Pada tahap awal, kalau memang masih dirasakan sulit untuk menulis jurnal sendiri, ada baiknya kita bergabung dulu dengan penulis jurnal yang lainnya sehingga nantinya dalam satu publikasi ilmiah bisa dua nama atau lebih digabungkan sebagai penulis jurnal ilmiah tersebut," tutur Rosy yang artikelnya pernah dimuat di Asia Pacific Jurnal of Human Resource Management dan Akta Medica ini.
(dam)