100 Hari Kabinet Kerja, Kementerian Anies Belum Maksimal
A
A
A
JAKARTA - Dalam 100 hari kerja, Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah dinilai belum mengarah pada agenda Nawacita.
Agenda Nawacita dimaksud secara eksplisit menyatakan, menyelenggarakan pendidikan 12 tahun yang berkualitas dan tanpa biaya di seluruh Indonesia dan menerapkan nilai kesetaraan gender dan penghargaan terhadap keberagaman dalam pendidikan.
Alhasil, kebijakan pendidikan formal pada kementerian yang dipimpin Anies Baswedan tersebut, selama 100 hari kerja diberi rapor merah.
"Perubahan kurikulum belum memperlihatkan upaya yang mengarah agenda Nawacita," ujar Ketua Pelaksana Harian Institut Kapal Perempuan, Misiyah, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/2/2015).
"Belum menyentuh perubahan kurikulum yang mengarah pada kesetaraan gender dan penghargaan terhadaap keberagaman," imbuhnya.
Selain itu, kementerian tersebut itu dinilai tidak merespons situasi pendidikan di Indonesia terkait kesenjangan gender yang diindikasikan dengan rendahnya Indeks Pembangunan Gender (IPG) dibanding dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang diindikasikan rendahnya kualitas hidup perempuan.
Misiyah mengatakan, Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah selama 100 hari kerja tidak merespons sumber penghambat utama dalam pendidikan, yaitu Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang melegalisasi perempuan menikah usia 16 tahun.
"Kementerian ini tidak memberi dukungan terhadap Judicial Review UU Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK)," tuturnya.
Disamping itu kata dia, Kementerian yang digawangi Anies Baswedan itu juga tak merespons dalam bentuk wacana atau penanganan terhadap kasus kekerasan seksual terhadap siswa perempuan.
"Sudah memberikan Kartu Indonesia Pintar untuk belajar sampai 12 tahun, namun belum memberikan perlakuan khusus sementara untuk merespons hambatan khusus anak perempuan miskin, minoritas dan marjinal," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dokumen pembangunan RPJMN 2015-2019 bidang pendidikan, juga tidak menunjukkan adanya perspektif gender dalam pendidikan. Adapun kebijakan pendidikan nonformal Kementerian Anies ini pun diberi rapor merah.
Dia menjelaskan, wacana pembentukan direktorat ayah bunda merupakan upaya yang menisbikan, bahwa penyediaan pendidikan berkualitas adalah tanggung jawab negara yang tertuang dalam UU Pasal 21 Ayat 2.
"Kebijakan ini potensial mendiskriminasi anak-anak yang tidak punya ayah bunda dan anak-anak yang tinggal di panti asuhan yatim piatu," kata Misiyah.
Agenda Nawacita dimaksud secara eksplisit menyatakan, menyelenggarakan pendidikan 12 tahun yang berkualitas dan tanpa biaya di seluruh Indonesia dan menerapkan nilai kesetaraan gender dan penghargaan terhadap keberagaman dalam pendidikan.
Alhasil, kebijakan pendidikan formal pada kementerian yang dipimpin Anies Baswedan tersebut, selama 100 hari kerja diberi rapor merah.
"Perubahan kurikulum belum memperlihatkan upaya yang mengarah agenda Nawacita," ujar Ketua Pelaksana Harian Institut Kapal Perempuan, Misiyah, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/2/2015).
"Belum menyentuh perubahan kurikulum yang mengarah pada kesetaraan gender dan penghargaan terhadaap keberagaman," imbuhnya.
Selain itu, kementerian tersebut itu dinilai tidak merespons situasi pendidikan di Indonesia terkait kesenjangan gender yang diindikasikan dengan rendahnya Indeks Pembangunan Gender (IPG) dibanding dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang diindikasikan rendahnya kualitas hidup perempuan.
Misiyah mengatakan, Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah selama 100 hari kerja tidak merespons sumber penghambat utama dalam pendidikan, yaitu Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang melegalisasi perempuan menikah usia 16 tahun.
"Kementerian ini tidak memberi dukungan terhadap Judicial Review UU Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK)," tuturnya.
Disamping itu kata dia, Kementerian yang digawangi Anies Baswedan itu juga tak merespons dalam bentuk wacana atau penanganan terhadap kasus kekerasan seksual terhadap siswa perempuan.
"Sudah memberikan Kartu Indonesia Pintar untuk belajar sampai 12 tahun, namun belum memberikan perlakuan khusus sementara untuk merespons hambatan khusus anak perempuan miskin, minoritas dan marjinal," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dokumen pembangunan RPJMN 2015-2019 bidang pendidikan, juga tidak menunjukkan adanya perspektif gender dalam pendidikan. Adapun kebijakan pendidikan nonformal Kementerian Anies ini pun diberi rapor merah.
Dia menjelaskan, wacana pembentukan direktorat ayah bunda merupakan upaya yang menisbikan, bahwa penyediaan pendidikan berkualitas adalah tanggung jawab negara yang tertuang dalam UU Pasal 21 Ayat 2.
"Kebijakan ini potensial mendiskriminasi anak-anak yang tidak punya ayah bunda dan anak-anak yang tinggal di panti asuhan yatim piatu," kata Misiyah.
(maf)