YSNB Minta Sisdiknas Jadi RUU Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional
Jum'at, 17 Juli 2020 - 22:03 WIB
JAKARTA - Yayasan Suluh Nuswantara Bhakti (YSNB) meminta DPR merevisi nama UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjadi UU Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional (Sisbudiknas). Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan sehingga pendidikan dapat dibentuk melalui perilaku dan sikap berbudaya.
Demikian penjelasan Pembina YSNB Pontjo Sutowo saat bertemu Komisi X DPR di Jakarta pada Rabu, 15 Juli 2020. Saat ini Komisi X DPR sedang merevisi UU Sisdiknas dan mencari masukan dari masyarakat. “Kebudayaan merupakan inti dalam membangun peradaban Indonesia baru yang ingin mencetak manusia paripurna. Pendidikan sejatinya merupakan bagian dari kebudayaan. Budaya dapat dibentuk melalui pendidikan,” kata Pontjo. (Baca juga: Kemendikbud: Merdeka Belajar Terinspirasi Filosofi Ki Hadjar Dewantara)
Pontjo melihat produk pendidikan yang menanggalkan kebudayaan bisa terpuruk. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indeks pendidikan nasional seperti laporan Human Development Index, Global Talent Competitiveness Index (GTCI), dan PISA (Programme for International Student Assessment). “Pendidikan tidak didesain sebagai produk kebudayaan sebuah bangsa. Akhirnya pendidikan berdiri sendiri terpisah dari kebudayaan, “ katanya. (Baca juga: UU Sisdiknas Masuk Omnibus Law, Pemerintah Dinilai Tak Konsisten)
Pekan lalu Pontjo Sutowo bersama sejumlah tokoh yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan membawa Naskah Akademik RUU Sistem Kebudayaan dan Pendidikan ke Komisi X DPR RI. Naskah akademik ini diajukan sebagai masukan masyarakat atas rencana pemerintah dan parlemen yang akan merevisi UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam paparan resminya di depan Komisi X DPR, Pontjo Sutowo, yang juga Ketua Aliansi Kebangsaan, menyampaikan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, dalam lingkungan perkembangan global serta kemajuan teknologi dewasa ini, Indonesia membutuhkan Warga Negara Paripurna yang bangga, setia, menjunjung tinggi, dan rela berkorban demi negara dan bangsanya. “Untuk membangun warga negara paripurna seperti itu, kita menaruh harapan besar kepada pendidikan nasional sebagai upaya kolektif-sistemik negara untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” katanya.
Untuk itulah, kata Pontjo, perlu dilakukan Reorientasi Pendidikan Nasional. Visi pendidikan nasional harus menegaskan perannya dalam membangun landasan yang kuat bagi perkembangan multikultur yang sehat, produktif dan memuliakan kehidupan, memperkuat kebangsaan, memperkuat solidaritas nasional, serta menyiapkan generasi muda untuk menyongsong tugas dan tantangan masa depan. ”Pendidikan nasional sudah seharusnya dibangun di atas wawasan sejarah, wawasan kebudayaan, wawasan kebangsaan, wawasan kemanusiaan, wawasan pengetahuan dan teknologi, dan wawasan masa depan,” ucapnya.
Pontjo menambahkan para pendiri bangsa telah merumuskan tujuan pendidikan dalam membangun peradaban Indonesia yaitu melalui desain Indonesia Raya. “Indonesia Raya, itulah cita-cita dan mimpi besar kita sebagai sebuah negara-bangsa. Indonesia Raya merupakan desain peradaban kita yang harus kita tuju, yaitu satu peradaban yang kukuh kebangsaannya karena berparadigma Pancasila dan berpijak pada konstitusi, dengan semangat Proklamasi (pembebasan atas penjajahan), Bhineka Tunggal Ika (pluralis), Sumpah Pemuda (bersatu), NKRI (menyeluruh dan nir-laba) dan berwawasan nusantara serta berwawasan kebangsaan,” ungkapnya.
Demikian penjelasan Pembina YSNB Pontjo Sutowo saat bertemu Komisi X DPR di Jakarta pada Rabu, 15 Juli 2020. Saat ini Komisi X DPR sedang merevisi UU Sisdiknas dan mencari masukan dari masyarakat. “Kebudayaan merupakan inti dalam membangun peradaban Indonesia baru yang ingin mencetak manusia paripurna. Pendidikan sejatinya merupakan bagian dari kebudayaan. Budaya dapat dibentuk melalui pendidikan,” kata Pontjo. (Baca juga: Kemendikbud: Merdeka Belajar Terinspirasi Filosofi Ki Hadjar Dewantara)
Pontjo melihat produk pendidikan yang menanggalkan kebudayaan bisa terpuruk. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indeks pendidikan nasional seperti laporan Human Development Index, Global Talent Competitiveness Index (GTCI), dan PISA (Programme for International Student Assessment). “Pendidikan tidak didesain sebagai produk kebudayaan sebuah bangsa. Akhirnya pendidikan berdiri sendiri terpisah dari kebudayaan, “ katanya. (Baca juga: UU Sisdiknas Masuk Omnibus Law, Pemerintah Dinilai Tak Konsisten)
Pekan lalu Pontjo Sutowo bersama sejumlah tokoh yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan membawa Naskah Akademik RUU Sistem Kebudayaan dan Pendidikan ke Komisi X DPR RI. Naskah akademik ini diajukan sebagai masukan masyarakat atas rencana pemerintah dan parlemen yang akan merevisi UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam paparan resminya di depan Komisi X DPR, Pontjo Sutowo, yang juga Ketua Aliansi Kebangsaan, menyampaikan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, dalam lingkungan perkembangan global serta kemajuan teknologi dewasa ini, Indonesia membutuhkan Warga Negara Paripurna yang bangga, setia, menjunjung tinggi, dan rela berkorban demi negara dan bangsanya. “Untuk membangun warga negara paripurna seperti itu, kita menaruh harapan besar kepada pendidikan nasional sebagai upaya kolektif-sistemik negara untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” katanya.
Untuk itulah, kata Pontjo, perlu dilakukan Reorientasi Pendidikan Nasional. Visi pendidikan nasional harus menegaskan perannya dalam membangun landasan yang kuat bagi perkembangan multikultur yang sehat, produktif dan memuliakan kehidupan, memperkuat kebangsaan, memperkuat solidaritas nasional, serta menyiapkan generasi muda untuk menyongsong tugas dan tantangan masa depan. ”Pendidikan nasional sudah seharusnya dibangun di atas wawasan sejarah, wawasan kebudayaan, wawasan kebangsaan, wawasan kemanusiaan, wawasan pengetahuan dan teknologi, dan wawasan masa depan,” ucapnya.
Pontjo menambahkan para pendiri bangsa telah merumuskan tujuan pendidikan dalam membangun peradaban Indonesia yaitu melalui desain Indonesia Raya. “Indonesia Raya, itulah cita-cita dan mimpi besar kita sebagai sebuah negara-bangsa. Indonesia Raya merupakan desain peradaban kita yang harus kita tuju, yaitu satu peradaban yang kukuh kebangsaannya karena berparadigma Pancasila dan berpijak pada konstitusi, dengan semangat Proklamasi (pembebasan atas penjajahan), Bhineka Tunggal Ika (pluralis), Sumpah Pemuda (bersatu), NKRI (menyeluruh dan nir-laba) dan berwawasan nusantara serta berwawasan kebangsaan,” ungkapnya.
(cip)
tulis komentar anda