Pembukaan Sekolah di Zona Kuning, Kemendikbud Ingatkan Batas Kuota Siswa
Minggu, 09 Agustus 2020 - 19:37 WIB
JAKARTA - Pemerintah membolehkan sekolah tatap muka di zona kuning . Namun, untuk mencegah penularan virus corona, maka satu kelas tidak diizinkan diisi penuh oleh semua siswa.
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Kemendikbud Evy Mulyani mengatakan, pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap. Dengan syarat, satu kelas tidak boleh terisi penuh oleh seluruh peserta didik. (Baca juga: KPAI Kritisi SKB 4 Menteri Izinkan Pembelajaran Tatap Muka di Zona Kuning)
Kemendikbud membatasi 30-50% dari standar peserta didik per kelas. Karena itu, ujarnya, untuk satuan SD, SMP, SMA, dan SMK dengan standar awal 28-36 peserta didik per kelas kini hanya boleh diisi oleh 18 peserta didik. Sementara untuk Sekolah Luar Biasa, yang awalnya 5-8 menjadi 5 peserta didik per kelas. (Baca juga: Bantuan Internet Hanya untuk Mahasiswa Berprestasi dan Tak Mampu)
Untuk sekolah PAUD dari standar awal 15 peserta didik per kelas maka untuk mencegah penularan virus corona akan dibatasi menjadi 5 peserta didik per kelas. “Begitu pula jumlah hari dan jam belajar akan dikurangi, dengan sistem pergiliran rombongan belajar (shift) yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan,” katanya melalui telekonferensi, Minggu (9/8/2020).
Selain itu, Evy menjelaskan, walaupun berada di zona hijau dan kuning, satuan pendidikan tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan empat pihak. Yakni pemda/kanwil, kepala sekolah setelah sekolah dapat memenuhi protokol kesehatan yang ketat, persetujuan komite sekolah, dan terakhir adanya persetujuan dari orang tua peserta didik.
Jika orang tua tidak setuju, maka peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksakan. Dia menekankan, jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, maka pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan.
Implementasi dan evaluasi pembelajaran tatap muka adalah tanggung jawab pemerintah daerah yang didukung oleh pemerintah pusat. Dinas pendidikan, dinas kesehatan provinsi, atau kabupaten/kota, bersama dengan kepala satuan pendidikan wajib berkoordinasi terus dengan Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 guna memantau tingkat risiko Covid-19 di daerah.
Menurut Evy, banyak satuan pendidikan di daerah 3T sangat kesulitan untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dikarenakan minimnya akses. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan psikososial anak secara permanen.
“Saat ini, 88% dari keseluruhan daerah 3T berada di zona kuning dan hijau. Dengan adanya penyesuaian SKB ini, maka satuan pendidikan yang siap dan ingin melaksanakan pembelajaran tatap muka memiliki opsi untuk melaksanakannya secara bertahap dengan protokol kesehatan yang ketat,” jelasnya.
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Kemendikbud Evy Mulyani mengatakan, pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap. Dengan syarat, satu kelas tidak boleh terisi penuh oleh seluruh peserta didik. (Baca juga: KPAI Kritisi SKB 4 Menteri Izinkan Pembelajaran Tatap Muka di Zona Kuning)
Kemendikbud membatasi 30-50% dari standar peserta didik per kelas. Karena itu, ujarnya, untuk satuan SD, SMP, SMA, dan SMK dengan standar awal 28-36 peserta didik per kelas kini hanya boleh diisi oleh 18 peserta didik. Sementara untuk Sekolah Luar Biasa, yang awalnya 5-8 menjadi 5 peserta didik per kelas. (Baca juga: Bantuan Internet Hanya untuk Mahasiswa Berprestasi dan Tak Mampu)
Untuk sekolah PAUD dari standar awal 15 peserta didik per kelas maka untuk mencegah penularan virus corona akan dibatasi menjadi 5 peserta didik per kelas. “Begitu pula jumlah hari dan jam belajar akan dikurangi, dengan sistem pergiliran rombongan belajar (shift) yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan,” katanya melalui telekonferensi, Minggu (9/8/2020).
Selain itu, Evy menjelaskan, walaupun berada di zona hijau dan kuning, satuan pendidikan tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan empat pihak. Yakni pemda/kanwil, kepala sekolah setelah sekolah dapat memenuhi protokol kesehatan yang ketat, persetujuan komite sekolah, dan terakhir adanya persetujuan dari orang tua peserta didik.
Jika orang tua tidak setuju, maka peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksakan. Dia menekankan, jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, maka pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan.
Implementasi dan evaluasi pembelajaran tatap muka adalah tanggung jawab pemerintah daerah yang didukung oleh pemerintah pusat. Dinas pendidikan, dinas kesehatan provinsi, atau kabupaten/kota, bersama dengan kepala satuan pendidikan wajib berkoordinasi terus dengan Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 guna memantau tingkat risiko Covid-19 di daerah.
Menurut Evy, banyak satuan pendidikan di daerah 3T sangat kesulitan untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dikarenakan minimnya akses. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan psikososial anak secara permanen.
“Saat ini, 88% dari keseluruhan daerah 3T berada di zona kuning dan hijau. Dengan adanya penyesuaian SKB ini, maka satuan pendidikan yang siap dan ingin melaksanakan pembelajaran tatap muka memiliki opsi untuk melaksanakannya secara bertahap dengan protokol kesehatan yang ketat,” jelasnya.
(nbs)
tulis komentar anda