Mengenal Wahyudi Aksara, Guru Muda yang Nyalakan Pelita di Tanah Borneo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketika memperingati Hari Guru Nasional, tentu yang akan terbesit adalah perjuangan para pahlawan tanpa tanda jasa yang memilih untuk mengabdikan dirinya demi mencerdaskan anak-anak bangsa. Mereka adalah para guru yang senantiasa mengajarkan berbagai ilmu kepada muridnya.
Salah satu figur guru yang inspiratif dan berprestasi adalah Wahyudi. Pria kelahiran 23 Januari 1995 ini dikenal oleh murid-muridnya sebagai sosok guru yang enerjik dan karismatik. Kecintaannya terhadap profesi mengajar menjadikan Wahyudi berkomitmen penuh terhadap dunia ini.
Meski begitu, dia mengakui sempat mengalami pergolakan batin ketika dulu memutuskan untuk menjadi guru. Kala itu, dirinya tengah mengikuti kegiatan sukarelawan yang mengharuskan dirinya untuk menumbuhkan motivasi kepada anak-anak agar selalu semangat belajar.
“Jadi, pada akhirnya di situ saya bertemu lagi sama anak-anak, dan ketika saya pulang saya ditangisi dan nggak boleh pulang. Gerbang ditutup, mereka tarik baju saya, sama sekali tidak dibolehkan buat pulang. Akhirnya ini memecut semangat saya kembali untuk menjadi guru,” katanya kepada iNews Media Group, Selasa (19/11/2024).
Kejadian ini, lanjut Wahyudi, menjadi titik balik baginya untuk mengambil keputusan besar dalam hidupnya, yakni mengabdi sebagai seorang guru. Dia pun membuktikan keseriusannya dengan mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan 2024.
Sebelumnya, Wahyudi memang telah mengukir banyak prestasi hingga menjadi sosok guru yang mampu menginspirasi banyak orang. Dia mengadopsi berbagai teknik mengajar yang kemudian diterapkan kepada para siswa, salah satunya Culturally Responsive Teaching (CRT).
“Pada akhirnya pendidikan itu harus memerdekakan mereka siswa dalam pikiran, dan sejak dalam pengalaman, disertai dengan unsur kearifan lokal dan kedaerahannya mereka. Penting untuk mengajarkan generasi saat ini melalui pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT), mereka diajarkan sesuai dengan kedekatan wilayah budaya bangsa dan bahasa,” tuturnya.
Wahyudi Aksara berfoto bersama murid-muridnya. (Foto: dokumen pribadi)
Dalam hal ini, Ki Hajar Dewantara, menjadi sosok yang sangat menginspirasi Wahyudi. Selain menggali lebih dalam mengenai konsep pembelajaran, Wahyudi kemudian memahami bahwa profesi guru adalah sebuah pengabdian, sebab guru harus terus menjadi seorang pembelajar sepanjang hayatnya.
“Perubahan kurikulum itu akan sesuai dengan tuntutan zaman. Sesuai dengan prinsip Ki Hajar Dewantara yang pada akhirnya kita lah yang mesti bisa mengimbanginya dengan cara tidak pernah lelah untuk belajar. Karena tugas guru adalah pembelajar sepanjang hayat,” ucapnya.
Salah satu figur guru yang inspiratif dan berprestasi adalah Wahyudi. Pria kelahiran 23 Januari 1995 ini dikenal oleh murid-muridnya sebagai sosok guru yang enerjik dan karismatik. Kecintaannya terhadap profesi mengajar menjadikan Wahyudi berkomitmen penuh terhadap dunia ini.
Meski begitu, dia mengakui sempat mengalami pergolakan batin ketika dulu memutuskan untuk menjadi guru. Kala itu, dirinya tengah mengikuti kegiatan sukarelawan yang mengharuskan dirinya untuk menumbuhkan motivasi kepada anak-anak agar selalu semangat belajar.
“Jadi, pada akhirnya di situ saya bertemu lagi sama anak-anak, dan ketika saya pulang saya ditangisi dan nggak boleh pulang. Gerbang ditutup, mereka tarik baju saya, sama sekali tidak dibolehkan buat pulang. Akhirnya ini memecut semangat saya kembali untuk menjadi guru,” katanya kepada iNews Media Group, Selasa (19/11/2024).
Kejadian ini, lanjut Wahyudi, menjadi titik balik baginya untuk mengambil keputusan besar dalam hidupnya, yakni mengabdi sebagai seorang guru. Dia pun membuktikan keseriusannya dengan mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan 2024.
Sebelumnya, Wahyudi memang telah mengukir banyak prestasi hingga menjadi sosok guru yang mampu menginspirasi banyak orang. Dia mengadopsi berbagai teknik mengajar yang kemudian diterapkan kepada para siswa, salah satunya Culturally Responsive Teaching (CRT).
“Pada akhirnya pendidikan itu harus memerdekakan mereka siswa dalam pikiran, dan sejak dalam pengalaman, disertai dengan unsur kearifan lokal dan kedaerahannya mereka. Penting untuk mengajarkan generasi saat ini melalui pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT), mereka diajarkan sesuai dengan kedekatan wilayah budaya bangsa dan bahasa,” tuturnya.
Wahyudi Aksara berfoto bersama murid-muridnya. (Foto: dokumen pribadi)
Dalam hal ini, Ki Hajar Dewantara, menjadi sosok yang sangat menginspirasi Wahyudi. Selain menggali lebih dalam mengenai konsep pembelajaran, Wahyudi kemudian memahami bahwa profesi guru adalah sebuah pengabdian, sebab guru harus terus menjadi seorang pembelajar sepanjang hayatnya.
“Perubahan kurikulum itu akan sesuai dengan tuntutan zaman. Sesuai dengan prinsip Ki Hajar Dewantara yang pada akhirnya kita lah yang mesti bisa mengimbanginya dengan cara tidak pernah lelah untuk belajar. Karena tugas guru adalah pembelajar sepanjang hayat,” ucapnya.