Kecurangan PPDB Terus Berulang, Ketua Komisi X DPR Usul Sekolah Amanat Undang-undang

Minggu, 23 Juni 2024 - 10:25 WIB
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai model kolaborasi pemerintah dan swasta dalam memperluas akses pendidikan di Indonesia sebagai bentuk sekolah amanat undang-undang. Foto/Ist
JAKARTA - Sinyalemen kecurangan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sejumlah daerah terus berulang. Pemerintah pun diminta memperluas akses sekolah murah dengan mengandeng penyelenggara pendidikan dari kalangan swasta.

“Faktor utama terjadinya kecurangan PPDB adalah terbatasnya akses sekolah negeri bagi calon peserta didik. Akibatnya terjadi kompetisi yang membuka peluang terjadinya kecurangan baik berupa penyuapan, jual beli kursi, hingga pungutan liar. Maka kedepan tidak bisa tidak akses sekolah murah ini diperluas salah satunya dengan mengandeng penyelenggara pendidikan dari kalangan swasta membentuk sekolah amanat undang-undang,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangan resminya, Minggu (23/6/2024).

Huda mengatakan kecurangan PPDB seolah menjadi bahaya laten yang terus terjadi setiap tahun. Di sisi lain berbagai upaya antisipasi baik berupa pengawasan maupun kebijakan lebih detail belum mampu memberantas berbagai modus kecurangan yang muncul.



“Modus kecurangan ini beragam. Untuk jalur zonasi kecurangan bisa berupa adanya manipulasi data keluarga atau jarak domisi calon peserta didik baru dengan sekolah. Untuk jalur afirmasi kecurangan bisa berupa penggunaan jatah untuk mereka dari keluarga mampu, lalu di jalur prestasi bisa berupa pemalsuan sertifikat,” urai Huda.



Huda mengungkapkan saat ini keberadaan sekolah negeri tidak seimbang dengan proporsi jumlah penduduk. Padahal sekolah negeri milik pemerintah menjadi pilihan mayoritas peserta didik karena berbiaya murah.

“Mengacu data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2023, sekitar 10,5 juta siswa jenjang pendidikan dasar hingga menengah tidak diterima di sekolah pemerintah. Akhirnya mereka harus masuk ke sekolah swasta yang relatif mahal karena ada uang pangkal dan uang bulanan,” katanya.

Ketidakseimbangan proporsi jumlah sekolah dan jumlah penduduk ini, lanjut Huda, kian terasa di level menengah atas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2021 jumlah siswa menengah pertama di Indonesia sekitar 10,09 juta siswa, sedangkan daya tampung sekolah menengah atas milik pemerintah di kisaran SMA negeri hanya di kisaran 3,7 juta siswa saja.

“Jika dilihat dari jumlah sekolah di 2021, jumlah SMA di Indonesia tercatat 13.865 sekolah, dengan 50,24 persen atau sekitar 6,966 sekolah adalah milik swasta,” katanya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More