Kesejahteraan Guru Memprihatinkan Akibat Sistem Morat-marit
Selasa, 05 November 2024 - 19:09 WIB
JAKARTA - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menuturkan saat ini kesejahteraan guru di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Salah satu penyebabnya karena sistem tata kelola yang morat-marit atau berantakan.
"Tata kelola guru itu harus satu sistem. Jadi akan jelas kualitas dan kesejahteraannya. Jangan seperti sekarang, sistemnya morat-marit dan beragam. Akibatnya mutu guru kita jeblok, kesejahteraannya juga sangat memperihatinkan," ujar Ubaid, Selasa (5/11/2024).
Menurut dia, pembedaan status gurulah yang menjadi penyebabnya ketimpangan kesejahteraan para guru. Misalnya, ada guru berstatus honorer, PPPK, hingga PNS.
"Saat ini guru kita dibeda-bedakan. Ada guru sekolah, ada guru madrasah. Terjadi ketimpangan soal mutu dan kesejahteraan. Belum lagi ada guru honorer, PPPK, PNS . Tambah ruwet lagi urusannya," ungkapnya.
Dia mendorong ada tata kelola satu sistem dulu yang harus diselesaikan, sehingga akan memudahkan dalam penataan guru. "Kalau sistemnya nggak dibenerin pasti masalah tambah numpuk. Contoh, guru mau ditambah gaji Rp2 juta? Ini semua guru atau guru sekolah saja? Kan masalah lagi?" ucapnya.
Ubaid mengatakan anggaran pendidikan di Indonesia juga bukan menjadi masalah utama. Pasalnya, anggaran pendidikan di Indonesia masih sangat besar. Hanya pengalokasian anggaran pendidikan yang sampai saat ini masih menjadi masalah.
Menurut data JPPI, setiap tahunnya anggaran pendidikan belum terserap baik. Tahun 2023, ditemukan Rp111 triliun tidak terserap.
"Bukan soal anggaran. Kita punya anggaran pendidikan yang besar, tapi sayang salah alokasi. Jadi hanya butuh political will saja," kata Ubaid.
"Tata kelola guru itu harus satu sistem. Jadi akan jelas kualitas dan kesejahteraannya. Jangan seperti sekarang, sistemnya morat-marit dan beragam. Akibatnya mutu guru kita jeblok, kesejahteraannya juga sangat memperihatinkan," ujar Ubaid, Selasa (5/11/2024).
Baca Juga
Menurut dia, pembedaan status gurulah yang menjadi penyebabnya ketimpangan kesejahteraan para guru. Misalnya, ada guru berstatus honorer, PPPK, hingga PNS.
"Saat ini guru kita dibeda-bedakan. Ada guru sekolah, ada guru madrasah. Terjadi ketimpangan soal mutu dan kesejahteraan. Belum lagi ada guru honorer, PPPK, PNS . Tambah ruwet lagi urusannya," ungkapnya.
Dia mendorong ada tata kelola satu sistem dulu yang harus diselesaikan, sehingga akan memudahkan dalam penataan guru. "Kalau sistemnya nggak dibenerin pasti masalah tambah numpuk. Contoh, guru mau ditambah gaji Rp2 juta? Ini semua guru atau guru sekolah saja? Kan masalah lagi?" ucapnya.
Ubaid mengatakan anggaran pendidikan di Indonesia juga bukan menjadi masalah utama. Pasalnya, anggaran pendidikan di Indonesia masih sangat besar. Hanya pengalokasian anggaran pendidikan yang sampai saat ini masih menjadi masalah.
Menurut data JPPI, setiap tahunnya anggaran pendidikan belum terserap baik. Tahun 2023, ditemukan Rp111 triliun tidak terserap.
"Bukan soal anggaran. Kita punya anggaran pendidikan yang besar, tapi sayang salah alokasi. Jadi hanya butuh political will saja," kata Ubaid.
(jon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda