Inovasi Mahasiswa, ITS Kembangkan Sistem untuk Budidaya Jamur Tiram
Selasa, 20 Oktober 2020 - 13:44 WIB
JAKARTA - Dosen ITS Lila Yuwana bersama timnya dalam pengabdian masyarakat (Abmas) dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) menciptakan desain sistem untuk otomasi kelembaban dan suhu budidaya jamur tiram . Sistem ini diperlukan karena budidaya jamur tiram ini membutuhkan penjagaan kondisi ekosistem tertentu yang sulit dijaga keoptimalannya.
Lila dan tim melaksanakan KKN di Desa Selorejo, Jombang yang masih berlangsung sampai 10 Desember nanti. Desa ini sendiri memiliki aktivitas produksi mebel yang sangat aktif sehingga banyak menghasilkan limbah kayu jati dari kegiatan produksinya. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan Tim KKN ITS untuk mengusahakan budidaya jamur tiram di Desa Selorejo pada 2019 lalu.
Melihat kesuksesan dari kegiatan KKN tersebut, Lila berpikir untuk bisa lebih meningkatkan kegiatan budidaya jamur tiram yang sudah ada tersebut. Yakni dengan membangun sistem yang membantu mempermudah masyarakat setempat dalam mengelola jamurnya. (Baca juga: Gelar 2 Konferensi Internasional, Fasilkom UI Hadirkan Ribuan Ilmuwan Komputer Dunia )
Lila mengatakan, jamur tiram akan tumbuh optimal jika berada di lingkungan dengan suhu kamar atau sekitar 27 sampai 28 derajat Celcius. Untuk tetap menjaga ekosistem tetap berada pada kisaran suhu tersebut diperlukan monitor secara berkala yang cukup merepotkan petani jamur tiram. ”Agar hasil panen optimal dan bernilai jual tinggi, diperlukan inovasi berupa sistem otomasi kelembaban dan suhu dalam proses budidaya jamur tiram,” katanya melalui siaran pers, Senin (19/10).
Kepala Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam ITS ini menjelaskan, pada sistem yang dibangun olehnya ada tiga jenis penyiraman yang bisa dilakukan untuk menjaga suhu ekosistem jamur tiram. Pertama, penyiraman yang terintegrasi dengan sensor kelembaban dan suhu. Ketika keadaan ekosistem tidak dalam kondisi yang ideal bagi jamur tiram, penyiram otomatis menyiramkan air dalam bentuk kabut agar seluruh ruangan kembali ke suhu kamar. (Baca juga: Menristek Dorong Kolaborasi Riset Indonesia dengan Eropa )
Kedua penyemprotan berbasis timer yang akan dilakukan secara berkala sesuai timer yang sudah diatur oleh pengguna. Terakhir adalah cara manual, di mana petani jamur tiram bisa mengaktifkan penyemprotan jika dirasa perlu secara manual. ”Karena sistem ini sangat bergantung pada koneksi internet, maka untuk mengatasi kemungkinan jaringan buruk disediakan tombol power untuk aktivasi,” katanya.
Dosen Departemen Fisika ITS ini menjelaskan, selain penyemprotan yang terotomasi, sistem ini dilengkapi oleh kamera web untuk memantau jamur tiram dari jarak jauh. Tidak seperti tanaman padi yang memiliki masa panen tertentu, jamur tiram dapat dipanen kapan saja ketika dia sudah besar dan berbentuk merekah. Jika jamur sudah merekah dan tidak segera dipetik, maka jamur tiram tersebut akan menguning dan kualitasnya tidak lagi bagus.
Untuk menjalankan fungsi penyiraman dan pengawasan pada sistem otomasi kelembaban dan suhu ini diperlukan daya listrik. Namun di kondisi eksisting lokasi rumah jamur belum teraliri listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sehingga perlu ditambahkan panel surya sebagai penyedia energi alternatif dalam sistem tersebut.
"Panel surya yang kami rancang bersifat portabel sehingga bisa dipindahkan dengan mudah. Jika butuh untuk mencari daya panel surya dapat dikeluarkan, kemudian dimasukkan ke dalam rumah jamur seusainya,” jelasnya.
Lila mengungkapkan, dalam realisasi program KKN ini ada hal tidak terduga terkait sistem penyiraman jamur tiram di Desa Selorejo. Pada kondisi eksisting, biasanya pengelola rumah jamur menyiram jamur tiramnya dengan cara bolak-balik membawa air dari sungai terdekat. Namun jalur yang harus ditempuh cukup menantang dan berpotensi menyebabkan orang terpeleset.
Sehingga tim KKN dituntut untuk mencari solusi dari pengadaan air guna penyiraman jamur tiram ini. Menjawab masalah ini, akhirnya Lila bersama tim KKN-nya membuatkan sumur bor yang terintegrasi dengan sistem yang telah didesainnya sehingga tidak perlu ada bolak-balik membawa air dari sungai lagi. ”Hal ini berpengaruh pada penyediaan daya yang diperlukan karena sumur bor yang dibutuhkan cukup memakan daya besar akibat jarak ke air tanahnya yang cukup dalam,” ujarnya.
Ambisi Lila ke depannya adalah menambah jenis olahan jamur tiram yang lebih variatif, membantu mengurus sertifikasi halal, hingga pembuatan merek dagang dan platform pemasaran agar membantu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.
Lila dan tim melaksanakan KKN di Desa Selorejo, Jombang yang masih berlangsung sampai 10 Desember nanti. Desa ini sendiri memiliki aktivitas produksi mebel yang sangat aktif sehingga banyak menghasilkan limbah kayu jati dari kegiatan produksinya. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan Tim KKN ITS untuk mengusahakan budidaya jamur tiram di Desa Selorejo pada 2019 lalu.
Melihat kesuksesan dari kegiatan KKN tersebut, Lila berpikir untuk bisa lebih meningkatkan kegiatan budidaya jamur tiram yang sudah ada tersebut. Yakni dengan membangun sistem yang membantu mempermudah masyarakat setempat dalam mengelola jamurnya. (Baca juga: Gelar 2 Konferensi Internasional, Fasilkom UI Hadirkan Ribuan Ilmuwan Komputer Dunia )
Lila mengatakan, jamur tiram akan tumbuh optimal jika berada di lingkungan dengan suhu kamar atau sekitar 27 sampai 28 derajat Celcius. Untuk tetap menjaga ekosistem tetap berada pada kisaran suhu tersebut diperlukan monitor secara berkala yang cukup merepotkan petani jamur tiram. ”Agar hasil panen optimal dan bernilai jual tinggi, diperlukan inovasi berupa sistem otomasi kelembaban dan suhu dalam proses budidaya jamur tiram,” katanya melalui siaran pers, Senin (19/10).
Kepala Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam ITS ini menjelaskan, pada sistem yang dibangun olehnya ada tiga jenis penyiraman yang bisa dilakukan untuk menjaga suhu ekosistem jamur tiram. Pertama, penyiraman yang terintegrasi dengan sensor kelembaban dan suhu. Ketika keadaan ekosistem tidak dalam kondisi yang ideal bagi jamur tiram, penyiram otomatis menyiramkan air dalam bentuk kabut agar seluruh ruangan kembali ke suhu kamar. (Baca juga: Menristek Dorong Kolaborasi Riset Indonesia dengan Eropa )
Kedua penyemprotan berbasis timer yang akan dilakukan secara berkala sesuai timer yang sudah diatur oleh pengguna. Terakhir adalah cara manual, di mana petani jamur tiram bisa mengaktifkan penyemprotan jika dirasa perlu secara manual. ”Karena sistem ini sangat bergantung pada koneksi internet, maka untuk mengatasi kemungkinan jaringan buruk disediakan tombol power untuk aktivasi,” katanya.
Dosen Departemen Fisika ITS ini menjelaskan, selain penyemprotan yang terotomasi, sistem ini dilengkapi oleh kamera web untuk memantau jamur tiram dari jarak jauh. Tidak seperti tanaman padi yang memiliki masa panen tertentu, jamur tiram dapat dipanen kapan saja ketika dia sudah besar dan berbentuk merekah. Jika jamur sudah merekah dan tidak segera dipetik, maka jamur tiram tersebut akan menguning dan kualitasnya tidak lagi bagus.
Untuk menjalankan fungsi penyiraman dan pengawasan pada sistem otomasi kelembaban dan suhu ini diperlukan daya listrik. Namun di kondisi eksisting lokasi rumah jamur belum teraliri listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sehingga perlu ditambahkan panel surya sebagai penyedia energi alternatif dalam sistem tersebut.
"Panel surya yang kami rancang bersifat portabel sehingga bisa dipindahkan dengan mudah. Jika butuh untuk mencari daya panel surya dapat dikeluarkan, kemudian dimasukkan ke dalam rumah jamur seusainya,” jelasnya.
Lila mengungkapkan, dalam realisasi program KKN ini ada hal tidak terduga terkait sistem penyiraman jamur tiram di Desa Selorejo. Pada kondisi eksisting, biasanya pengelola rumah jamur menyiram jamur tiramnya dengan cara bolak-balik membawa air dari sungai terdekat. Namun jalur yang harus ditempuh cukup menantang dan berpotensi menyebabkan orang terpeleset.
Sehingga tim KKN dituntut untuk mencari solusi dari pengadaan air guna penyiraman jamur tiram ini. Menjawab masalah ini, akhirnya Lila bersama tim KKN-nya membuatkan sumur bor yang terintegrasi dengan sistem yang telah didesainnya sehingga tidak perlu ada bolak-balik membawa air dari sungai lagi. ”Hal ini berpengaruh pada penyediaan daya yang diperlukan karena sumur bor yang dibutuhkan cukup memakan daya besar akibat jarak ke air tanahnya yang cukup dalam,” ujarnya.
Ambisi Lila ke depannya adalah menambah jenis olahan jamur tiram yang lebih variatif, membantu mengurus sertifikasi halal, hingga pembuatan merek dagang dan platform pemasaran agar membantu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.
(mpw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda