Ketua Komisi X: Waspadai Ancaman Lost Generation Dampak COVID-19
Rabu, 13 Mei 2020 - 10:34 WIB
JAKARTA - Pandemi virus corona (COVID-19) memberikan dampak serius bagi proses tumbuh kembang anak-anak peserta didik di Indonesia. Kekurangan nutrisi, minimnya akses pendidikan melalui jaringan online hingga ancaman kekerasan mental membuat Indonesia terancam mengalami 'lost generation' akibat COVID-19.
“Berdasarkan laporan dari Unicef situasi akibat COVID-19 dalam jangka panjang akan memberikan dampak luar biasa bagi anak-anak di Indonesia. Kondisi ini terjadi karena terganggunya stabilitas pendapatan keluarga dan stabilitas sistem pendidikan di Tanah Air,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda kepada wartawan, Rabu (13/5/2020). (Baca juga: Sebelum Buka Sekolah, KPAI Minta Kemendikbud Buat Protokol Kesehatan Sendiri )
Dia menjelaskan wabah COVID-19 telah banyak memunculkan kelompok masyarakat miskin baru akibat adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun perumahan di berbagai sektor usaha di Indonesia. Hanya dalam dua bulan terakhir saja, angka kemiskinan di Tanah Air melonjak hingga 2-3%. Kondisi ini berdampak pada penurunan asupan gizi, penurunan kualitas pendidikan, hingga perlindungan yang harus diterima anak-anak Indonesia.
“Kondisi anak-anak Indonesia sebelum COVID-19 telah mengalami banyak kemajuan dibandingkan beberapa dekade terakhir. Asupan nutrisi, akses pendidikan hingga perlindungan yang mereka terima relatif jauh lebih baik dibandingkan tahun 1990-an. Kondisi ini terancam berantakan dengan adanya wabah COVID-19,” katanya.
Penurunan kualitas pendidikan, kata Huda, juga sangat dirasakan oleh para peserta didik di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini ada sedikitnya 45 juta siswa Indonesia yang tidak dapat bersekolah karena COVID-19.
Sementara metode pembelajaran jarak jauh berbasis internet mengalami banyak tantangan karena perbedaaan karakteristik daerah, tidak meratanya akses internet, hingga perbedaan kapasitas pengajar dan peserta didik di masing-masing wilayah. “Kondisi ini membuat banyak peserta didik yang kehilangan waktu belajar. Mereka terpaksa hanya berdiam diri di rumah dan menerima materi pelajaran seadanya dari orang tua maupun lingkungan sekitarnya,” jelasnya.
Hilangnya waktu belajar ini, lanjut Huda berdampak pada tidak terpenuhinya standar pengetahuan dan kompetensi yang harusnya diterima oleh peserta didik dalam satu jenjang Pendidikan. Dalam jangka panjang kondisi ini akan mempengaruhi kualitas dari satu generasi yang kebetulan tumbuh di masa pandemi COVID-19.
“Selain itu pembatasan sosial yang memaksa anak harus banyak di rumah memunculkan ancaman baru akan peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga kepada anak karena tingkat stress yang tinggi dari para anggota keluarga,” tuturnya.
Politikus PKB ini mendesak agar pemerintah mengantisipasi dampak besar COVID-19 bagi anak Indonesia terutama di bidang pendidikan. Menurutnya pemerintah harus memastikan jika setiap anak Indonesia tetap mempunyai akses terhadap pendidikan. Bantuan sosial di bidang pendidikan mulai dari beasiswa hingga bantuan operasional sekolah harus benar-benar dipastikan bagi peserta maupun lembaga pendidikan yang membutuhkan. (Baca juga: Mendikbud: Pandemi Ubah Cara Pandang Insan Pendidikan )
“Pemerintah juga harus mulai berpikir untuk memunculkan diversifikasi media pembelajaran jarak jauh selain internet. Pemerintah bisa menggunakan siaran radio, televisi nasional, atau layanan pos sebagai media pembelajaran jarak jauh karena tidak semua peserta didik Indonesia punya akses terhadap internet,” pungkasnya.
“Berdasarkan laporan dari Unicef situasi akibat COVID-19 dalam jangka panjang akan memberikan dampak luar biasa bagi anak-anak di Indonesia. Kondisi ini terjadi karena terganggunya stabilitas pendapatan keluarga dan stabilitas sistem pendidikan di Tanah Air,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda kepada wartawan, Rabu (13/5/2020). (Baca juga: Sebelum Buka Sekolah, KPAI Minta Kemendikbud Buat Protokol Kesehatan Sendiri )
Dia menjelaskan wabah COVID-19 telah banyak memunculkan kelompok masyarakat miskin baru akibat adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun perumahan di berbagai sektor usaha di Indonesia. Hanya dalam dua bulan terakhir saja, angka kemiskinan di Tanah Air melonjak hingga 2-3%. Kondisi ini berdampak pada penurunan asupan gizi, penurunan kualitas pendidikan, hingga perlindungan yang harus diterima anak-anak Indonesia.
“Kondisi anak-anak Indonesia sebelum COVID-19 telah mengalami banyak kemajuan dibandingkan beberapa dekade terakhir. Asupan nutrisi, akses pendidikan hingga perlindungan yang mereka terima relatif jauh lebih baik dibandingkan tahun 1990-an. Kondisi ini terancam berantakan dengan adanya wabah COVID-19,” katanya.
Penurunan kualitas pendidikan, kata Huda, juga sangat dirasakan oleh para peserta didik di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini ada sedikitnya 45 juta siswa Indonesia yang tidak dapat bersekolah karena COVID-19.
Sementara metode pembelajaran jarak jauh berbasis internet mengalami banyak tantangan karena perbedaaan karakteristik daerah, tidak meratanya akses internet, hingga perbedaan kapasitas pengajar dan peserta didik di masing-masing wilayah. “Kondisi ini membuat banyak peserta didik yang kehilangan waktu belajar. Mereka terpaksa hanya berdiam diri di rumah dan menerima materi pelajaran seadanya dari orang tua maupun lingkungan sekitarnya,” jelasnya.
Hilangnya waktu belajar ini, lanjut Huda berdampak pada tidak terpenuhinya standar pengetahuan dan kompetensi yang harusnya diterima oleh peserta didik dalam satu jenjang Pendidikan. Dalam jangka panjang kondisi ini akan mempengaruhi kualitas dari satu generasi yang kebetulan tumbuh di masa pandemi COVID-19.
“Selain itu pembatasan sosial yang memaksa anak harus banyak di rumah memunculkan ancaman baru akan peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga kepada anak karena tingkat stress yang tinggi dari para anggota keluarga,” tuturnya.
Politikus PKB ini mendesak agar pemerintah mengantisipasi dampak besar COVID-19 bagi anak Indonesia terutama di bidang pendidikan. Menurutnya pemerintah harus memastikan jika setiap anak Indonesia tetap mempunyai akses terhadap pendidikan. Bantuan sosial di bidang pendidikan mulai dari beasiswa hingga bantuan operasional sekolah harus benar-benar dipastikan bagi peserta maupun lembaga pendidikan yang membutuhkan. (Baca juga: Mendikbud: Pandemi Ubah Cara Pandang Insan Pendidikan )
“Pemerintah juga harus mulai berpikir untuk memunculkan diversifikasi media pembelajaran jarak jauh selain internet. Pemerintah bisa menggunakan siaran radio, televisi nasional, atau layanan pos sebagai media pembelajaran jarak jauh karena tidak semua peserta didik Indonesia punya akses terhadap internet,” pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda