Ancaman Radikalisme di Kampus Nyata, Warning Jokowi Masuk Akal
Rabu, 15 September 2021 - 12:11 WIB
JAKARTA - Peringatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pimpinan kampus benar-benar mengawasi aktivitas para mahasiswa agar tidak terpapar paham radikal dinilai wajar. Banyak kasus menunjukkan jika para mahasiswa sangat rentan terpapar pemikiran radikal, intoleran, dan suka mengkafirkan orang yang berbeda paham.
“Saya menilai apa yang disampaikan Presiden Jokowi di hadapan forum rektor masih menemukan relevansinya karena ancaman penyebaran paham radikal di kalangan mahasiswa memang ada buktinya. Kami berharap warning tersebut benar-benar menjadi atensi para rektor dan civitas akademika di masing-masing perguruan tinggi,” ujar Ketua Komisi X Syaiful Huda, Rabu (15/9/2021).
Dia menjelaskan indikasi adanya penyebaran paham radikal di kampus bisa dilihat dari jajak pendapat yang dilakukan oleh beberapa lembaga seperti BNPT, Alvara Research, hingga Setara. Selain itu juga muncul kasus-kasus intoleran dan bernuansa SARA di beberapa kampus di tanah air. “Indikasi-indikasi tersebut menunjukkan jika ancaman pemikiran dan sikap radikal di kampus itu benar dan nyata adanya. Oleh karena itu pimpinan kampus dan jajarannya tidak bisa lepas tangan atas fenomena ini,” katanya. (Baca Juga :Pilihan Jurusan Kuliah Tak Selalu Sesuai Talenta, Jokowi: Contohnya Menkes)
Huda mengatakan paham dan pemikiran radikal ini biasanya disampaikan melalui diskusi berbalut dakwah di masjid-masjid kampus. Selain itu senior-senior kampus yang terpapar paham radikalis, jeli memilih calon kader dari kalangan mahasiswa baru. “Biasanya mahasiswa baru ini masih mencari jati diri dengan semangat keberagamaan yang sehingga mudah dipengaruhi. Pihak rektorat harus benar-benar memperhatikan lebih kepada aktivitas dakwah kampus baik yang dilakukan di lingkungan masjid kampus maupun diskusi-diskusi keagamaan kecil yang dilakukan mahasiswa,” katanya.
Indikasi adanya pemikiran radikal di kalangan mahasiswa, lanjut Huda bisa dilihat dari pola pikir, perilaku, hingga gaya hidup mereka. Jika mereka tiba-tiba tidak mau beribadah dengan kawan sebaya, menutup diri, mengkafirkan orang yang tidak sepaham, tidak mau mengakui negara, bahkan nekat meninggalkan perkuliahan untuk paham mereka, bisa jadi mereka telah terpapar pemikiran radikal. “Di sini pentingnya kampus mengembangkan sistem early warning yang bisa berbasis teman sebaya. Di mana nanti antarteman bisa saling mengawasi dan saling mengingatkan jika ada perubahan perilaku secara tiba-tiba di antara mereka,” katanya. (Baca Juga :Sebut Mahasiswa Harus Paham Semuanya, Jokowi: Perbanyak Mata Kuliah Pilihan)
Politikus PKB ini juga berharap kampus menjalin kerjasama dengan ormas-ormas Islam yang terbukti mengembangkan cara berpikir moderat. Mereka bisa menjadi narasumber dalam diskusi dan dakwah agama di lingkungan masjid-masjid kampus. “Selain itu, kampus juga bisa secara rutin menyosialisasikan tentang bahaya pemikiran radikal dalam harmonisasi kehidupan bangsa,” katanya.
Untuk diketahui Presiden Jokowi menyatakan rektor bertanggungjawab terhadap mahasiswanya, baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Pernyataan itu disampaikanJokowidalam Pertemuan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia yang dilaksanakan di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Kota Surakarta, Senin, (13/9/2021). "Di luar kampus pun menjadi tugas rektor dan seluruh jajarannya, hati-hati. Di dalam kampus dididik mengenai Pancasila, kebangsaan, tapi di luar kampus ada yang mendidik mahasiswa kita jadi ekstremis garis keras, jadi radikalis garis keras, untuk apa?" kata ujar Jokowi seperti disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden.
“Saya menilai apa yang disampaikan Presiden Jokowi di hadapan forum rektor masih menemukan relevansinya karena ancaman penyebaran paham radikal di kalangan mahasiswa memang ada buktinya. Kami berharap warning tersebut benar-benar menjadi atensi para rektor dan civitas akademika di masing-masing perguruan tinggi,” ujar Ketua Komisi X Syaiful Huda, Rabu (15/9/2021).
Dia menjelaskan indikasi adanya penyebaran paham radikal di kampus bisa dilihat dari jajak pendapat yang dilakukan oleh beberapa lembaga seperti BNPT, Alvara Research, hingga Setara. Selain itu juga muncul kasus-kasus intoleran dan bernuansa SARA di beberapa kampus di tanah air. “Indikasi-indikasi tersebut menunjukkan jika ancaman pemikiran dan sikap radikal di kampus itu benar dan nyata adanya. Oleh karena itu pimpinan kampus dan jajarannya tidak bisa lepas tangan atas fenomena ini,” katanya. (Baca Juga :Pilihan Jurusan Kuliah Tak Selalu Sesuai Talenta, Jokowi: Contohnya Menkes)
Huda mengatakan paham dan pemikiran radikal ini biasanya disampaikan melalui diskusi berbalut dakwah di masjid-masjid kampus. Selain itu senior-senior kampus yang terpapar paham radikalis, jeli memilih calon kader dari kalangan mahasiswa baru. “Biasanya mahasiswa baru ini masih mencari jati diri dengan semangat keberagamaan yang sehingga mudah dipengaruhi. Pihak rektorat harus benar-benar memperhatikan lebih kepada aktivitas dakwah kampus baik yang dilakukan di lingkungan masjid kampus maupun diskusi-diskusi keagamaan kecil yang dilakukan mahasiswa,” katanya.
Indikasi adanya pemikiran radikal di kalangan mahasiswa, lanjut Huda bisa dilihat dari pola pikir, perilaku, hingga gaya hidup mereka. Jika mereka tiba-tiba tidak mau beribadah dengan kawan sebaya, menutup diri, mengkafirkan orang yang tidak sepaham, tidak mau mengakui negara, bahkan nekat meninggalkan perkuliahan untuk paham mereka, bisa jadi mereka telah terpapar pemikiran radikal. “Di sini pentingnya kampus mengembangkan sistem early warning yang bisa berbasis teman sebaya. Di mana nanti antarteman bisa saling mengawasi dan saling mengingatkan jika ada perubahan perilaku secara tiba-tiba di antara mereka,” katanya. (Baca Juga :Sebut Mahasiswa Harus Paham Semuanya, Jokowi: Perbanyak Mata Kuliah Pilihan)
Politikus PKB ini juga berharap kampus menjalin kerjasama dengan ormas-ormas Islam yang terbukti mengembangkan cara berpikir moderat. Mereka bisa menjadi narasumber dalam diskusi dan dakwah agama di lingkungan masjid-masjid kampus. “Selain itu, kampus juga bisa secara rutin menyosialisasikan tentang bahaya pemikiran radikal dalam harmonisasi kehidupan bangsa,” katanya.
Untuk diketahui Presiden Jokowi menyatakan rektor bertanggungjawab terhadap mahasiswanya, baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Pernyataan itu disampaikanJokowidalam Pertemuan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia yang dilaksanakan di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Kota Surakarta, Senin, (13/9/2021). "Di luar kampus pun menjadi tugas rektor dan seluruh jajarannya, hati-hati. Di dalam kampus dididik mengenai Pancasila, kebangsaan, tapi di luar kampus ada yang mendidik mahasiswa kita jadi ekstremis garis keras, jadi radikalis garis keras, untuk apa?" kata ujar Jokowi seperti disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden.
(war)
tulis komentar anda