Inovasi Mahasiswa, Bangun Rumah Ramah Lingkungan dengan Limbah Abu
Sabtu, 05 Februari 2022 - 07:30 WIB
JAKARTA - Tren green behavior mulai menjadi identitas bagi generasimilenial dan gen Z. Termasuk dalam preferensi mereka tentang rumah tinggal. Survei Consumer Sentiment Survey (CSS) 2021 oleh Rumah.com mengungkap 48 persen generasi millennials menginginkan rumah dengan fitur yang ramah lingkungan.
Untuk menjawab kebutuhan rumah yang lebih ramah lingkungan, salah satunya dengan memanfaatkan limbah FABA sebagai konstruksi rumah. FABA adalah abu hasil pembakaran berupa Fly Ash (abu yang melayang di udara), dan Bottom Ash (abu yang jatuh ke tanah).
Dewan Energi Nasional (DEN) menyebutkan, FABA memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi berbagai jenis produk bernilai ekonomis. Dari industri pengolah FABA, menurut DEN, bisa mendorong penciptaan lapangan pekerjaan hingga 566 ribu orang. Adapun, nilai tambah yang dihasilkan mencapai Rp4,1 Triliun per tahun.
Memanfaatkan potensi limbah FABA, tiga mahasiswa dari Program Studi Teknik Sipil dan Teknik Lingkungan Universitas Pertamina , yakni Danniel Robby, Michael Yosafaat, dan Reifaldy Tsany, merancang Bottom Ash Precast Wall Panel from Waste Incineration (BATALION) untuk bangunan Rumah Sehat Sederhana Instan (RISHA). Mereka menyatakan dinding panel inovasinya telah memenuhi syarat dan ketentuan produk bangunan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Ide inovasi ini saya dapatkan ketika melakukan Kerja Praktik (KP) di lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantargebang. Di sini, limbah FABA hasil produksi energi dimanfaatkan sebagai paving block. Kami kemudian terfikir untuk mengembangkan dinding panel dari limbah Bottom Ash,” ungkap Michael Yosafaat, Jumat (4/2/2022).
Tim mahasiswa sebelumnya melakukan pengujian untuk memeriksa potensi bahaya dari limbah FABA agar memastikan keamanan dari menggunakan bahan ini. “Meskipun FABA sudah dikeluarkan dari kategori limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) dalam UU Cipta Kerja, kami tetap melakukan serangkaian pengujian seperti Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP). Pengujian dilakukan dengan prosedur laboratorium untuk memprediksi potensi bahaya dan racun dari suatu limbah,” tutur Reifaldy, anggota tim dari Program Studi Teknik Lingkungan.
Menurut Danniel Robby, ketua tim, tak lupa tim juga melakukan analisis data material Bottom Ash mencakup sifat fisik dan kimiawi, pengujian beton, serta analisis harga. “Berdasarkan kalkulasi yang telah dilakukan, biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan dinding panel pada bangunan jenis RISHA dengan bahan paving block dari limbah Bottom Ash tersebut, secara ekonomis lebih murah dibandingkan menggunakan bahan bangunan lain. Untuk RISHA berukuran 14,4 m² penghematannya bisa mencapai sekitar 340 ribu rupiah,” ujar Danniel.
Untuk menjawab kebutuhan rumah yang lebih ramah lingkungan, salah satunya dengan memanfaatkan limbah FABA sebagai konstruksi rumah. FABA adalah abu hasil pembakaran berupa Fly Ash (abu yang melayang di udara), dan Bottom Ash (abu yang jatuh ke tanah).
Dewan Energi Nasional (DEN) menyebutkan, FABA memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi berbagai jenis produk bernilai ekonomis. Dari industri pengolah FABA, menurut DEN, bisa mendorong penciptaan lapangan pekerjaan hingga 566 ribu orang. Adapun, nilai tambah yang dihasilkan mencapai Rp4,1 Triliun per tahun.
Memanfaatkan potensi limbah FABA, tiga mahasiswa dari Program Studi Teknik Sipil dan Teknik Lingkungan Universitas Pertamina , yakni Danniel Robby, Michael Yosafaat, dan Reifaldy Tsany, merancang Bottom Ash Precast Wall Panel from Waste Incineration (BATALION) untuk bangunan Rumah Sehat Sederhana Instan (RISHA). Mereka menyatakan dinding panel inovasinya telah memenuhi syarat dan ketentuan produk bangunan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Ide inovasi ini saya dapatkan ketika melakukan Kerja Praktik (KP) di lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantargebang. Di sini, limbah FABA hasil produksi energi dimanfaatkan sebagai paving block. Kami kemudian terfikir untuk mengembangkan dinding panel dari limbah Bottom Ash,” ungkap Michael Yosafaat, Jumat (4/2/2022).
Baca Juga
Tim mahasiswa sebelumnya melakukan pengujian untuk memeriksa potensi bahaya dari limbah FABA agar memastikan keamanan dari menggunakan bahan ini. “Meskipun FABA sudah dikeluarkan dari kategori limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) dalam UU Cipta Kerja, kami tetap melakukan serangkaian pengujian seperti Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP). Pengujian dilakukan dengan prosedur laboratorium untuk memprediksi potensi bahaya dan racun dari suatu limbah,” tutur Reifaldy, anggota tim dari Program Studi Teknik Lingkungan.
Menurut Danniel Robby, ketua tim, tak lupa tim juga melakukan analisis data material Bottom Ash mencakup sifat fisik dan kimiawi, pengujian beton, serta analisis harga. “Berdasarkan kalkulasi yang telah dilakukan, biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan dinding panel pada bangunan jenis RISHA dengan bahan paving block dari limbah Bottom Ash tersebut, secara ekonomis lebih murah dibandingkan menggunakan bahan bangunan lain. Untuk RISHA berukuran 14,4 m² penghematannya bisa mencapai sekitar 340 ribu rupiah,” ujar Danniel.
tulis komentar anda