Inovatif, Universitas Pertamina dan Universiti Petronas Kembangkan Baterai Mobil Listrik
Minggu, 06 Maret 2022 - 10:28 WIB
JAKARTA - Tren penggunaan kendaraan listrik di Indonesia terus naik setiap tahunnya. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat, hingga November 2021 jumlah kendaraan listrik di Indonesia mencapai 14.400 unit.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan, komponen utama yang digunakan untuk kendaraan listrik saat ini berjenis baterai lithium-ion. Baterai jenis ini diklaim unggul dari sisi usia pakai dan proses pengisian daya yang lebih cepat.
Namun baterai lithium-ion memakan biaya besar. Untuk mobil listrik misalnya, sekitar 40 hingga 50% biayanya dihabiskan untuk baterai lithium-ion. Karena baterai ini membutuhkan bahan baku kobalt yang sulit didapat dan harganya mahal.
Tim peneliti Program Studi Teknik Mesin Universitas Pertamina Sylvia Ayu Pradanawati, Ph.D, menawarkan solusi pemanfaatan sodium dan aluminium sebagai baku utama pembuatan baterai pengganti lithium.
“Selama satu tahun terakhir, tim melakukan pengembangan baterai dengan cara menggantikan elektrolit cair menjadi polimer elektrolit berbahan baku sodium dan aluminium. Selain untuk mendapatkan aternatif bahan baku baterai, elektrolit yang dibuat oleh tim juga terbukti lebih tahan pada suhu tinggi, dibandingkan dengan lithium. Harganya juga lebih ekonomis,” Ungkap Sylvia dalam keterangan pers, Minggu (6/3/2022).
Menurut Sylvia dan tim, jumlah sodium dan aluminium di alam jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan nikel yang merupakan bahan baku lithium. Sehingga, ketersediaannya akan lebih berkelanjutan. Menjadikan inovasi Sylvia dan tim ideal untuk tujuan jangka panjang. Harganya pun lebih ekonomis. Bala Pachayappa, CEO Sodion Energy, menyebutkan baterai sodium-ion lebih murah 30 hingga 40% dibanding baterai lithium-ion.
Proses pembuatan elektrolit baterai tersebut, lanjut Sylvia, cukup sederhana. Garam sodium dan aluminium dilarutkan dengan sebuah zat pelarut (solvent) untuk kemudian dicampurkan dengan polimer. “Polimer yang digunakan oleh tim merupakan polimer alami dari alam. Sifatnya tidak beracun dan memiliki gugus pasangan elektron bebas yang dapat dijadikan elektrolit polimer dengan nilai konduktivitas ion yang cukup baik. Polimer ini juga merupakan salah satu bahan alam yang kurang optimal dimanfaatkan,” tutur Sylvia.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan, komponen utama yang digunakan untuk kendaraan listrik saat ini berjenis baterai lithium-ion. Baterai jenis ini diklaim unggul dari sisi usia pakai dan proses pengisian daya yang lebih cepat.
Namun baterai lithium-ion memakan biaya besar. Untuk mobil listrik misalnya, sekitar 40 hingga 50% biayanya dihabiskan untuk baterai lithium-ion. Karena baterai ini membutuhkan bahan baku kobalt yang sulit didapat dan harganya mahal.
Tim peneliti Program Studi Teknik Mesin Universitas Pertamina Sylvia Ayu Pradanawati, Ph.D, menawarkan solusi pemanfaatan sodium dan aluminium sebagai baku utama pembuatan baterai pengganti lithium.
“Selama satu tahun terakhir, tim melakukan pengembangan baterai dengan cara menggantikan elektrolit cair menjadi polimer elektrolit berbahan baku sodium dan aluminium. Selain untuk mendapatkan aternatif bahan baku baterai, elektrolit yang dibuat oleh tim juga terbukti lebih tahan pada suhu tinggi, dibandingkan dengan lithium. Harganya juga lebih ekonomis,” Ungkap Sylvia dalam keterangan pers, Minggu (6/3/2022).
Menurut Sylvia dan tim, jumlah sodium dan aluminium di alam jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan nikel yang merupakan bahan baku lithium. Sehingga, ketersediaannya akan lebih berkelanjutan. Menjadikan inovasi Sylvia dan tim ideal untuk tujuan jangka panjang. Harganya pun lebih ekonomis. Bala Pachayappa, CEO Sodion Energy, menyebutkan baterai sodium-ion lebih murah 30 hingga 40% dibanding baterai lithium-ion.
Proses pembuatan elektrolit baterai tersebut, lanjut Sylvia, cukup sederhana. Garam sodium dan aluminium dilarutkan dengan sebuah zat pelarut (solvent) untuk kemudian dicampurkan dengan polimer. “Polimer yang digunakan oleh tim merupakan polimer alami dari alam. Sifatnya tidak beracun dan memiliki gugus pasangan elektron bebas yang dapat dijadikan elektrolit polimer dengan nilai konduktivitas ion yang cukup baik. Polimer ini juga merupakan salah satu bahan alam yang kurang optimal dimanfaatkan,” tutur Sylvia.
tulis komentar anda