Ciptakan Skincare Berbasis Hormon, 3 Mahasiswa ITB Juara Internasional
Minggu, 03 Juli 2022 - 11:49 WIB
Mereka menilai, hormon itu sangat berpengaruh ke kulit. Mereka pun mencari bahan dari jurnal kalau ada hubungan antara kesehatan kulit dengan hormon. Dari sana mereka mengontak expert untuk validasi.
Yumna juga menyebut beberapa dosen ITB yang membantu mereka dalam proses pengembangan HyperSync. Ada spesialisasi endokrinologi, Dr. Lulu Lusianti Fitri, M.Sc., Dosen SF Amirah Adlia, S.Si., M.Si., untuk validasi awal. Setelah itu, validasi alat ke Dosen STEI, Isa Anshori, PhD, juga sempat ke dermatologist untuk validasi.
"Jadi, kita memang multidisiplin, mendapat banyak bantuan dari profesional, dosen, termasuk L'Oréal Indonesia,” ujar Yumna.
Selain dukungan dari ITB, menurut Salma, prestasi ini dapat mereka raih berkat latar belakang mereka yang berbeda-beda. Salma jurusan Sains dan Teknologi Farmasi, Yumna dari Teknik Elektro, dan Angela dari Kewirausahaan. Mereka berbagi peran berdasarkan ilmu yang dimiliki.
"Ide kita itu berbasis hormon sama digital, jadi bagian hormon, seperti jenis produk atau serumnya itu bagian aku, untuk teknikal dan digitalnya bagian Yumna, dan bisnis, marketing, atau partnership itu bagian Angela,” ujar Salma.
Lalu bagaimana mereka bertemu, Angel menceritakan awal mula tim ini terbentuk saat bertemu di non-profit organization tahun 2020. Mereka sudah kenal sekitar dua tahun yang lalu.
"Waktu itu aku leader organisasinya, Yumna dan Salma di divisi yang sama. Aku dan Salma sering lomba bareng, pernah ikut Brandstorm 2021 juga, tapi belum menang. Setelah itu, kita bertiga memutuskan untuk ikut lomba yang sama, yaitu L'Oréal Brandstorm 2022,” kata Angela.
Menurut dia, L'Oréal Brandstorm ini innovation competition, bukan hanya lomba business case biasa, jadi inovasinya harus bisa kita sampaikan end-to-endnya dari sisi teknikalnya hingga sisi bisnisnya. "Disini background kita yang diverse melengkapi setiap partnya,” tambah Angela.
Namun, latar belakang mereka yang berbeda-beda juga menjadi salah satu kendala dalam perjalanan mereka. “Kita beda jurusan, beda kesibukan, jadi susah untuk menyamakan jadwal. Untuk menghadapi kendala ini, kita saling berbagi schedule, jadi kalau misalnya aku lagi sibuk skripsian minggu ini, kita ganti jadwal. Atau kalau Yumna atau Salma sibuk praktikum, kita kerjanya malam,” ujar Angela.
Tantangan lain yang dihadapi Mon Soleil dalam mengembangkan HyperSync adalah kompleksitas dari produk tersebut.
Yumna juga menyebut beberapa dosen ITB yang membantu mereka dalam proses pengembangan HyperSync. Ada spesialisasi endokrinologi, Dr. Lulu Lusianti Fitri, M.Sc., Dosen SF Amirah Adlia, S.Si., M.Si., untuk validasi awal. Setelah itu, validasi alat ke Dosen STEI, Isa Anshori, PhD, juga sempat ke dermatologist untuk validasi.
"Jadi, kita memang multidisiplin, mendapat banyak bantuan dari profesional, dosen, termasuk L'Oréal Indonesia,” ujar Yumna.
Selain dukungan dari ITB, menurut Salma, prestasi ini dapat mereka raih berkat latar belakang mereka yang berbeda-beda. Salma jurusan Sains dan Teknologi Farmasi, Yumna dari Teknik Elektro, dan Angela dari Kewirausahaan. Mereka berbagi peran berdasarkan ilmu yang dimiliki.
"Ide kita itu berbasis hormon sama digital, jadi bagian hormon, seperti jenis produk atau serumnya itu bagian aku, untuk teknikal dan digitalnya bagian Yumna, dan bisnis, marketing, atau partnership itu bagian Angela,” ujar Salma.
Lalu bagaimana mereka bertemu, Angel menceritakan awal mula tim ini terbentuk saat bertemu di non-profit organization tahun 2020. Mereka sudah kenal sekitar dua tahun yang lalu.
"Waktu itu aku leader organisasinya, Yumna dan Salma di divisi yang sama. Aku dan Salma sering lomba bareng, pernah ikut Brandstorm 2021 juga, tapi belum menang. Setelah itu, kita bertiga memutuskan untuk ikut lomba yang sama, yaitu L'Oréal Brandstorm 2022,” kata Angela.
Menurut dia, L'Oréal Brandstorm ini innovation competition, bukan hanya lomba business case biasa, jadi inovasinya harus bisa kita sampaikan end-to-endnya dari sisi teknikalnya hingga sisi bisnisnya. "Disini background kita yang diverse melengkapi setiap partnya,” tambah Angela.
Namun, latar belakang mereka yang berbeda-beda juga menjadi salah satu kendala dalam perjalanan mereka. “Kita beda jurusan, beda kesibukan, jadi susah untuk menyamakan jadwal. Untuk menghadapi kendala ini, kita saling berbagi schedule, jadi kalau misalnya aku lagi sibuk skripsian minggu ini, kita ganti jadwal. Atau kalau Yumna atau Salma sibuk praktikum, kita kerjanya malam,” ujar Angela.
Tantangan lain yang dihadapi Mon Soleil dalam mengembangkan HyperSync adalah kompleksitas dari produk tersebut.
tulis komentar anda