Wamenag Sebut Pemilihan Rektor PTKN yang Berlaku sejak 2015 Patut Dipertahankan
Selasa, 22 November 2022 - 07:42 WIB
JAKARTA - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi menilai pemilihan rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) yang berlaku saat ini sudah tepat. Pemilihan tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015.
Pada PMA tersebut menyebutkan bahwa Menteri Agama dalam keputusan terakhir berhak menunjuk rektor seusai diusulkan Komisi Seleksi (Komsel). "Pemberlakuan PMA 68 untuk proses pemilihan rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) di lingkungan Kemenag yang mulai berlaku sejak tahun 2015 sudah on the track dan patut dipertahankan," kata Zainut dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/11/2022).
Menurut Zainut, lahirnya PMA Nomor 68 Tahun 2015 sudah pasti didahului dengan kajian akademis yang matang dan berdasarkan praktik pengalaman yang sudah berjalan selama ini. Dia menambahkan, PMA tersebut menjadi solusi jalan tengah yang sangat moderat, yakni antara sistem pemilihan rektor yang sangat liberal dan pemilihan rektor yang sangat otoriter.
"PMA 68 memberikan ruang keterlibatan pihak kampus melalui seleksi penjaringan bakal calon secara terbuka. Juga melibatkan pihak luar melalui Komsel untuk melakukan uji kepatutan dan uji kompetensi," tuturnya.
Posisi Menteri Agama, kata Zainut, adalah sebagai pengambil keputusan akhir yang sudah berada pada tempatnya. Hal ini dikarenakan kedudukan Menteri sebagai wakil pemerintah yang bertanggung jawab dalam urusan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama.
"Hal itu pun dilakukan setelah melalui sebuah proses yang cukup transparan, akuntabel dan demokratis. Jadi tidak benar kalau hal itu dianggap sebagai kebodohan dan tidak transparan," tegas Zainut.
Menurutnya, perguruan tinggi sebagai intitusi pendidikan harus dikelola secara profesional dan dijauhkan dari praktik-praktik politik partisan yang dapat menimbulkan konflik dan membelah keutuhan warga kampus. Dengan demikian, dia menilai warga kampus seharusnya bebas dari friksi, polarisasi, dan kubu-kubuan.
"Sehingga kampus dapat melaksanakan mandatnya sebagai institusi terhormat yang mengembangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat tanpa ada beban konflik dan perseteruan."
Diberitakan sebelumnya, Dirjen Pendidikan Islam M Ali Ramdhani menyatakan bahwa pemilihan rektor masih merujuk pada pada Peraturan Menteri Agama Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada PTK yang Diselenggarakan Pemerintah. Sehingga, kewenangannya masih berada di bawah Kemenag.
"Saat ini, antara lain sedang berjalan pemilihan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Prosesnya sudah memasuki fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi Seleksi (Komsel). Sejauh ini, Kemenag menilai PMA No 68 Tahun 2015 masih relevan sehingga proses pemilihan tetap merujuk pada regulasi yang ada," kata dia.
Pada PMA tersebut menyebutkan bahwa Menteri Agama dalam keputusan terakhir berhak menunjuk rektor seusai diusulkan Komisi Seleksi (Komsel). "Pemberlakuan PMA 68 untuk proses pemilihan rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) di lingkungan Kemenag yang mulai berlaku sejak tahun 2015 sudah on the track dan patut dipertahankan," kata Zainut dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/11/2022).
Menurut Zainut, lahirnya PMA Nomor 68 Tahun 2015 sudah pasti didahului dengan kajian akademis yang matang dan berdasarkan praktik pengalaman yang sudah berjalan selama ini. Dia menambahkan, PMA tersebut menjadi solusi jalan tengah yang sangat moderat, yakni antara sistem pemilihan rektor yang sangat liberal dan pemilihan rektor yang sangat otoriter.
"PMA 68 memberikan ruang keterlibatan pihak kampus melalui seleksi penjaringan bakal calon secara terbuka. Juga melibatkan pihak luar melalui Komsel untuk melakukan uji kepatutan dan uji kompetensi," tuturnya.
Posisi Menteri Agama, kata Zainut, adalah sebagai pengambil keputusan akhir yang sudah berada pada tempatnya. Hal ini dikarenakan kedudukan Menteri sebagai wakil pemerintah yang bertanggung jawab dalam urusan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama.
"Hal itu pun dilakukan setelah melalui sebuah proses yang cukup transparan, akuntabel dan demokratis. Jadi tidak benar kalau hal itu dianggap sebagai kebodohan dan tidak transparan," tegas Zainut.
Menurutnya, perguruan tinggi sebagai intitusi pendidikan harus dikelola secara profesional dan dijauhkan dari praktik-praktik politik partisan yang dapat menimbulkan konflik dan membelah keutuhan warga kampus. Dengan demikian, dia menilai warga kampus seharusnya bebas dari friksi, polarisasi, dan kubu-kubuan.
"Sehingga kampus dapat melaksanakan mandatnya sebagai institusi terhormat yang mengembangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat tanpa ada beban konflik dan perseteruan."
Diberitakan sebelumnya, Dirjen Pendidikan Islam M Ali Ramdhani menyatakan bahwa pemilihan rektor masih merujuk pada pada Peraturan Menteri Agama Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada PTK yang Diselenggarakan Pemerintah. Sehingga, kewenangannya masih berada di bawah Kemenag.
"Saat ini, antara lain sedang berjalan pemilihan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Prosesnya sudah memasuki fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi Seleksi (Komsel). Sejauh ini, Kemenag menilai PMA No 68 Tahun 2015 masih relevan sehingga proses pemilihan tetap merujuk pada regulasi yang ada," kata dia.
(zik)
tulis komentar anda