Kalahkan UI, Tim IPB University Juara 1 Ajang Kreativitas Mahasiswa Teknik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (SIL) Fakultas Teknologi Pertanian IPB University menorehkan prestasi dalam ajang Kreativitas Mahasiswa Teknik (Kramat) yang digelar oleh Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar.
Kompetisi nasional yang dilaksanakan secara tahunan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik, Unmas ini diikuti 25 tim dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Tim Singa Teknik, sebagai perwakilan dari Departemen SIL IPB University menyabet Juara I dalam final lomba essay Creative Idea on Sustainable Concrete Competition, bulan lalu.
Tim IPB University mengusung tema bahan substitusi semen dalam pembuatan beton dengan Judul Optimalisasi Self-Healing Concrete dengan Penambahan Lignin dan Fly Ash sebagai Substitusi Semen.
Tim ini diketuai oleh Ratna Atika Huwaida bersama dua anggota, George martinus dan Yunan Yakuta Wangsawitana dan dibimbing oleh Dr Eng Heriansyah Putra.
Kompetisi ini memiliki dua tahapan yaitu tahapan seleksi essay dan presentasi. Tim IPB University lolos tahap penyeleksian dan berhasil merebut juara I dengan ide uniknya.
Menurut Ratna, ide beton self-healing ramah lingkungan ini dilatarbelakangi oleh dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri semen sehingga memunculkan ide inovasi bahan substitusi semen.
Semen disubstitusi dengan fly ash yang didapat dari limbah dan lignin yang lebih ramah lingkungan. Konstruksi beton ini juga dioptimalisasi oleh konsep self-healing concrete sehingga tercipta semen yang lebih ramah lingkungan.
“Self-healing concrete sendiri adalah inovasi beton yang dapat menyembuhkan dirinya sendiri, karena di dalam campuran betonnya ada bakteri yang ditambahkan.
Sehingga, jika beton tadi mengalami keretakan, maka bakteri tadi akan ‘hidup’ dan memproduksi calcite sejenis kapur yang berfungsi untuk menutup retakan tadi sehingga tidak meluas,” jelas Dr Heriansyah.
Ia menambahkan, jenis bakteri ini adalah Bacillus subtilis. Bakteri ini dapat bertahan hidup di dalam beton dalam waktu lama. Penelitian terkait self-healing concrete ini sudah dimulai beberapa tahun yang lalu. Namun penambahan ide fly ash dan lignin merupakan ide baru.
Ia mengatakan, pengembangannya masih memerlukan penelitian yang cukup panjang. Ide ini akan mulai diteliti lagi sebagai tugas akhir.
“Harapannya, beton ini dapat digunakan di semua daerah di Indonesia karena untuk skala lab sudah berhasil dan menunjukkan potensi yang baik. Penerapannya sendiri seharusnya tidak masalah karena bakteri dapat bertahan hidup dengan berdasarkan pH beton yang optimal,” lanjutnya.
Menurutnya, material fly ash juga mudah didapatkan dan biaya produksinya lebih murah karena berupa limbah. Hanya saja, pengembangan teknologi skala besarnya perlu didorong untuk menekan biaya.
“Salah satu yang menjadi keunggulan self-healing concrete adalah perawatan beton yang minim karena bisa sembuh sendiri seperti imun manusia,” katanya.
Kompetisi nasional yang dilaksanakan secara tahunan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik, Unmas ini diikuti 25 tim dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Tim Singa Teknik, sebagai perwakilan dari Departemen SIL IPB University menyabet Juara I dalam final lomba essay Creative Idea on Sustainable Concrete Competition, bulan lalu.
Tim IPB University mengusung tema bahan substitusi semen dalam pembuatan beton dengan Judul Optimalisasi Self-Healing Concrete dengan Penambahan Lignin dan Fly Ash sebagai Substitusi Semen.
Tim ini diketuai oleh Ratna Atika Huwaida bersama dua anggota, George martinus dan Yunan Yakuta Wangsawitana dan dibimbing oleh Dr Eng Heriansyah Putra.
Kompetisi ini memiliki dua tahapan yaitu tahapan seleksi essay dan presentasi. Tim IPB University lolos tahap penyeleksian dan berhasil merebut juara I dengan ide uniknya.
Menurut Ratna, ide beton self-healing ramah lingkungan ini dilatarbelakangi oleh dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri semen sehingga memunculkan ide inovasi bahan substitusi semen.
Semen disubstitusi dengan fly ash yang didapat dari limbah dan lignin yang lebih ramah lingkungan. Konstruksi beton ini juga dioptimalisasi oleh konsep self-healing concrete sehingga tercipta semen yang lebih ramah lingkungan.
“Self-healing concrete sendiri adalah inovasi beton yang dapat menyembuhkan dirinya sendiri, karena di dalam campuran betonnya ada bakteri yang ditambahkan.
Sehingga, jika beton tadi mengalami keretakan, maka bakteri tadi akan ‘hidup’ dan memproduksi calcite sejenis kapur yang berfungsi untuk menutup retakan tadi sehingga tidak meluas,” jelas Dr Heriansyah.
Ia menambahkan, jenis bakteri ini adalah Bacillus subtilis. Bakteri ini dapat bertahan hidup di dalam beton dalam waktu lama. Penelitian terkait self-healing concrete ini sudah dimulai beberapa tahun yang lalu. Namun penambahan ide fly ash dan lignin merupakan ide baru.
Ia mengatakan, pengembangannya masih memerlukan penelitian yang cukup panjang. Ide ini akan mulai diteliti lagi sebagai tugas akhir.
“Harapannya, beton ini dapat digunakan di semua daerah di Indonesia karena untuk skala lab sudah berhasil dan menunjukkan potensi yang baik. Penerapannya sendiri seharusnya tidak masalah karena bakteri dapat bertahan hidup dengan berdasarkan pH beton yang optimal,” lanjutnya.
Menurutnya, material fly ash juga mudah didapatkan dan biaya produksinya lebih murah karena berupa limbah. Hanya saja, pengembangan teknologi skala besarnya perlu didorong untuk menekan biaya.
“Salah satu yang menjadi keunggulan self-healing concrete adalah perawatan beton yang minim karena bisa sembuh sendiri seperti imun manusia,” katanya.
(mpw)