Mahasiswa Unair Ubah Kulit Durian Jadi Brem, Ada Khasiatnya?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Enam mahasiswa Universitas Airlangga ( Unair ) berhasil mengharumkan nama bangsa di kejuaraan internasional di Thailand. Mereka membawa inovasi makanan tradisional brem yang diolah dari kulit durian.
Tim mahasiswa Unair itu adalah adalah Sulthan Fathi (FST ’19), Ardelia Bertha (FK ’19), Syadilla Rahmansyah (FKM ’19), Lidya Ayu (FKM ’20), Dennis Muhammad (FTMM ’20), dan Bernika Citra (FISIP ’20). Keenamnya berhasil raih medali emas dalam kompetisi internasional, yakni Thailand Inventors Day pada 1-6 Februari 2023.
Pada laga yang digelar National Research Council of Thailand itu, keenamnya kompak mengusung inovasi bertajuk “Brem-D: Utilization of Durio Zibethinus Skin Waste as Neutral-Stabilizer for Lysergic Acid Diethylamide (LSD) Addicts”.
Baca juga: Jurusan Kuliah di ITS, Unair, dan UB dengan Daya Tampung Tertinggi, Referensi SNBP 2023
Perwakilan tim Syadilla Rahmansyah mengatakan, gagasan mereka berasal dari inovasi makanan tradisional Kota Madiun, yakni brem. “Jadi, untuk karya atau inovasi yg kami lombakan adalah inovasi makanan alternatif yakni brem, makanan tradisional juga yg terkenal dari kota Madiun,” katanya dikutip dari laman Unair.
Perbedaanya dengan brem yang original dari Madiun adalah, mereka menggunakan campuran tepung kulit durian, khususnya bagian mesokarpnya.
Lebih lanjut, mahasiswa yang akrab disapa Rama itu menjelaskan, penggunaan kulit durian sebagai campuran brem bermanfaat sebagai bioregulator serotonin pada otak.
Dengan kombinasi kulit durian, kata dia, brem yang mereka ciptakan dapat menjadi alternatif penghilang dampak buruk terhadap kesehatan para pengguna maupun mantan pengguna Lysergic Acid Diethylamide (LSD).
“Di Asia Tenggara, narkoba jenis LSD ini sedang marak. Jadi, kami memanfaatkan kandungan yang ada dalam kulit durian tersebut untuk meningkatkan kadar serotonin di otak, sehingga dapat mengurangi gejala depresi, sakau, dan gejala lainnya,” ujarnya.
Baca juga: 6 Jurusan Soshum Unair dengan Peminat Sedikit di SNMPTN 2022, Lengkap dengan Daya Tampung SNBP 2023
Selain dilatarbelakangi manfaat kulit durian yang begitu besar, gagasan Rama dan tim juga didasarkan pada keprihatinan terhadap kondisi di Indonesia. Alih-alih menggunakan pektin alami, Indonesia justru masih terus melakukan impor pektin sintetis hingga berton-ton.
“Biasanya brem menggunakan pektin sintetis. Indonesia sendiri masih melakukan impor sebanyak 100 ton pektin sintetis per tahun, padahal sebenarnya pektin itu bisa diperoleh dari durian yang justru melimpah di Indonesia. Dari situ, kami mencoba memanfaatkan potensi itu,” terang Rama.
Meskipun telah berhasil raih gelar membanggakan, Rama dan tim tak ingin merasa cepat puas. Ia berharap, keberhasilannya itu justru akan semakin memacu mereka untuk terus ukir prestasi di kancah internasional.
“Harapannya, hasil dari kompetisi ini dapat menjadi motivasi bagi kami untuk terus berkembang dan belajar sehingga bisa jadi lebih baik ke depannya. Kami senang mendapatkan pengalaman yang begitu, yang kami bertemu orang-orang internasional, dan bisa melihat inovasi-inovasi dari negara lain,” tandasnya.
Tim mahasiswa Unair itu adalah adalah Sulthan Fathi (FST ’19), Ardelia Bertha (FK ’19), Syadilla Rahmansyah (FKM ’19), Lidya Ayu (FKM ’20), Dennis Muhammad (FTMM ’20), dan Bernika Citra (FISIP ’20). Keenamnya berhasil raih medali emas dalam kompetisi internasional, yakni Thailand Inventors Day pada 1-6 Februari 2023.
Pada laga yang digelar National Research Council of Thailand itu, keenamnya kompak mengusung inovasi bertajuk “Brem-D: Utilization of Durio Zibethinus Skin Waste as Neutral-Stabilizer for Lysergic Acid Diethylamide (LSD) Addicts”.
Baca juga: Jurusan Kuliah di ITS, Unair, dan UB dengan Daya Tampung Tertinggi, Referensi SNBP 2023
Perwakilan tim Syadilla Rahmansyah mengatakan, gagasan mereka berasal dari inovasi makanan tradisional Kota Madiun, yakni brem. “Jadi, untuk karya atau inovasi yg kami lombakan adalah inovasi makanan alternatif yakni brem, makanan tradisional juga yg terkenal dari kota Madiun,” katanya dikutip dari laman Unair.
Perbedaanya dengan brem yang original dari Madiun adalah, mereka menggunakan campuran tepung kulit durian, khususnya bagian mesokarpnya.
Lebih lanjut, mahasiswa yang akrab disapa Rama itu menjelaskan, penggunaan kulit durian sebagai campuran brem bermanfaat sebagai bioregulator serotonin pada otak.
Dengan kombinasi kulit durian, kata dia, brem yang mereka ciptakan dapat menjadi alternatif penghilang dampak buruk terhadap kesehatan para pengguna maupun mantan pengguna Lysergic Acid Diethylamide (LSD).
“Di Asia Tenggara, narkoba jenis LSD ini sedang marak. Jadi, kami memanfaatkan kandungan yang ada dalam kulit durian tersebut untuk meningkatkan kadar serotonin di otak, sehingga dapat mengurangi gejala depresi, sakau, dan gejala lainnya,” ujarnya.
Baca juga: 6 Jurusan Soshum Unair dengan Peminat Sedikit di SNMPTN 2022, Lengkap dengan Daya Tampung SNBP 2023
Selain dilatarbelakangi manfaat kulit durian yang begitu besar, gagasan Rama dan tim juga didasarkan pada keprihatinan terhadap kondisi di Indonesia. Alih-alih menggunakan pektin alami, Indonesia justru masih terus melakukan impor pektin sintetis hingga berton-ton.
“Biasanya brem menggunakan pektin sintetis. Indonesia sendiri masih melakukan impor sebanyak 100 ton pektin sintetis per tahun, padahal sebenarnya pektin itu bisa diperoleh dari durian yang justru melimpah di Indonesia. Dari situ, kami mencoba memanfaatkan potensi itu,” terang Rama.
Meskipun telah berhasil raih gelar membanggakan, Rama dan tim tak ingin merasa cepat puas. Ia berharap, keberhasilannya itu justru akan semakin memacu mereka untuk terus ukir prestasi di kancah internasional.
“Harapannya, hasil dari kompetisi ini dapat menjadi motivasi bagi kami untuk terus berkembang dan belajar sehingga bisa jadi lebih baik ke depannya. Kami senang mendapatkan pengalaman yang begitu, yang kami bertemu orang-orang internasional, dan bisa melihat inovasi-inovasi dari negara lain,” tandasnya.
(nnz)