Kemendikbudristek Gencarkan Program Anti Perundungan di Sekolah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemendikbudristek berkomitmen menghapus 3 dosa besar di dunia pendidikan yaitu intoleransi, perundungan , dan kekerasan seksual. Terkait perundungan, Kemendikbudristek melakukan program pencegahan perundungan berbasis sekolah atau dikenal dengan Roots.
Program Roots ini dilakukan Kemendikbudristek bekerja sama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF) serta berkolaborasi dengan Direktorat SMP, SMA, SMK, dan dinas pendidikan yang telah dilaksanakan rutin dalam dua tahun terakhir.
Sejak 2021, program ini telah melakukan pendampingan kepada 7.369 sekolah jenjang Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di 489 kabupaten/ kota di 34 provinsi di Indonesia.
Program Roots juga telah melatih 4.517 fasilitator guru anti-perundungan di jenjang SMP, dan 9.273 guru pada jenjang SMA dan juga SMK.
Baca juga: Kemendikbudristek Dorong Percepatan Penyaluran Dana BOSP 2023
Kepala Pusat Pendidikan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami menjelaskan, program Roots Anti-Perundungan Kemendikbudristek bertujuan untuk memberdayakan peran siswa di sekolah sebagai agen perubahan untuk menyebarluaskan pesan dan perilaku baik di lingkungan sekolah, khususnya kepada teman sebaya.
“Melalui program Roots, Kemendikbudristek terus mendorong lahirnya siswa agen perubahan. Harapannya setelah mendapatkan materi dari modul pembelajaran saat Roots, mereka akan mampu menjadi penggerak upaya-upaya pencegahan terjadinya perundungan atau kekerasan di sekolah,” katanya, melalui siaran pers, Jumat (24/2/2023).
Siswa agen perubahan adalah 30 siswa paling berpengaruh di sekolahnya yang dipilih oleh siswa-siswi lain berdasarkan teori jejaring sosial. Berdasarkan data hasil monitoring program Roots tahun 2021, telah terbentuk 43.442 agen perubahan.
“Program Roots tahun 2022 juga telah kita perluas dan telah melahirkan lebih banyak agen perubahan anti perundungan. Tentu harapannya, Roots di tahun-tahun mendatang akan menghasilkan semakin banyak lagi siswa agen perubahan yang dapat turut menyuarakan pesan anti-perundungan,” tandas Rusprita.
Baca juga: Pendidikan Vokasi Tak Banyak Diminati Orang Tua Siswa, Ini Penyebabnya
Sebagai wujud aksi nyata dalam mencegah terjadinya perundungan di sekolah, agen perubahan mengadakan Hari Deklarasi Anti Perundungan (Roots Day). Roots Day dipimpin oleh agen perubahan dengan melibatkan semua elemen sekolah, termasuk siswa, guru, tenaga kependidikan, orang tua, penjaga sekolah, dan lain-lain.
Salah seorang Agen Perubahan Angkatan ke-2 SMP Islam Al Azhar 1, Mahira Shafa Kamila mengaku sangat bangga dan senang bisa mengikuti Roots dan direkrut menjadi agen perubahan itu.
“Selain mendapatkan materi cara menangani dan mengatasi perundungan yang terjadi di sekolah ataupun lingkungan lain, di Roots Day kami menampilkan orkestra, parodi, nasyid, dan masih banyak lagi untuk menyuarakan pesan anti-perundungan,” ucapnya.
Fasilitator Guru dari SMK Negeri 1 Mopuya, Sulawesi Utara, Dwi Retnowati mengungkapkan, sekolah menilai penting program Roots sehingga memasukkannya ke dalam alokasi anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Dengan adanya program Roots dan agen-agen perubahan, anak-anak menjadi lebih mengenal dan paham soal perundungan karena mereka mendapatkan informasi itu langsung dari teman-temannya sendiri,” tuturnya.
Sementara fasilitator guru dari SMP Negeri 1 Jayapura, Hariatimengatakan, para agen perubahan telah sangat aktif melakukan sosialisasi ke setiap kelas untuk menyuarakan upaya pencegahan perundungan.
Caranya dengan membuat poster-poster anti-perundungan yang dikampanyekan di seluruh lingkungan sekolah. Dia pun berharap, Roots ini dapat terus berjalan dan siswa memahami jika sekolahnya sudah menjadi sekolah anti-perundungan sesuai hasil deklarasi yang telah ditandatangani bersama.
Program Roots ini dilakukan Kemendikbudristek bekerja sama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF) serta berkolaborasi dengan Direktorat SMP, SMA, SMK, dan dinas pendidikan yang telah dilaksanakan rutin dalam dua tahun terakhir.
Sejak 2021, program ini telah melakukan pendampingan kepada 7.369 sekolah jenjang Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di 489 kabupaten/ kota di 34 provinsi di Indonesia.
Program Roots juga telah melatih 4.517 fasilitator guru anti-perundungan di jenjang SMP, dan 9.273 guru pada jenjang SMA dan juga SMK.
Baca juga: Kemendikbudristek Dorong Percepatan Penyaluran Dana BOSP 2023
Kepala Pusat Pendidikan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami menjelaskan, program Roots Anti-Perundungan Kemendikbudristek bertujuan untuk memberdayakan peran siswa di sekolah sebagai agen perubahan untuk menyebarluaskan pesan dan perilaku baik di lingkungan sekolah, khususnya kepada teman sebaya.
“Melalui program Roots, Kemendikbudristek terus mendorong lahirnya siswa agen perubahan. Harapannya setelah mendapatkan materi dari modul pembelajaran saat Roots, mereka akan mampu menjadi penggerak upaya-upaya pencegahan terjadinya perundungan atau kekerasan di sekolah,” katanya, melalui siaran pers, Jumat (24/2/2023).
Siswa agen perubahan adalah 30 siswa paling berpengaruh di sekolahnya yang dipilih oleh siswa-siswi lain berdasarkan teori jejaring sosial. Berdasarkan data hasil monitoring program Roots tahun 2021, telah terbentuk 43.442 agen perubahan.
“Program Roots tahun 2022 juga telah kita perluas dan telah melahirkan lebih banyak agen perubahan anti perundungan. Tentu harapannya, Roots di tahun-tahun mendatang akan menghasilkan semakin banyak lagi siswa agen perubahan yang dapat turut menyuarakan pesan anti-perundungan,” tandas Rusprita.
Baca juga: Pendidikan Vokasi Tak Banyak Diminati Orang Tua Siswa, Ini Penyebabnya
Sebagai wujud aksi nyata dalam mencegah terjadinya perundungan di sekolah, agen perubahan mengadakan Hari Deklarasi Anti Perundungan (Roots Day). Roots Day dipimpin oleh agen perubahan dengan melibatkan semua elemen sekolah, termasuk siswa, guru, tenaga kependidikan, orang tua, penjaga sekolah, dan lain-lain.
Salah seorang Agen Perubahan Angkatan ke-2 SMP Islam Al Azhar 1, Mahira Shafa Kamila mengaku sangat bangga dan senang bisa mengikuti Roots dan direkrut menjadi agen perubahan itu.
“Selain mendapatkan materi cara menangani dan mengatasi perundungan yang terjadi di sekolah ataupun lingkungan lain, di Roots Day kami menampilkan orkestra, parodi, nasyid, dan masih banyak lagi untuk menyuarakan pesan anti-perundungan,” ucapnya.
Fasilitator Guru dari SMK Negeri 1 Mopuya, Sulawesi Utara, Dwi Retnowati mengungkapkan, sekolah menilai penting program Roots sehingga memasukkannya ke dalam alokasi anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Dengan adanya program Roots dan agen-agen perubahan, anak-anak menjadi lebih mengenal dan paham soal perundungan karena mereka mendapatkan informasi itu langsung dari teman-temannya sendiri,” tuturnya.
Sementara fasilitator guru dari SMP Negeri 1 Jayapura, Hariatimengatakan, para agen perubahan telah sangat aktif melakukan sosialisasi ke setiap kelas untuk menyuarakan upaya pencegahan perundungan.
Caranya dengan membuat poster-poster anti-perundungan yang dikampanyekan di seluruh lingkungan sekolah. Dia pun berharap, Roots ini dapat terus berjalan dan siswa memahami jika sekolahnya sudah menjadi sekolah anti-perundungan sesuai hasil deklarasi yang telah ditandatangani bersama.
(nnz)