Sosiolog Unair Sebut Sekolah Masuk Jam 5 Pagi di NTT Timbulkan Kekerasan Simbolik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang mewajibkan siswa SMA/SMK untuk masuk sekolah jam 5 pagi diprotes banyak pihak. Sosiolog Unair bahkan menyebut kebijakan itu menimbulkan kekerasan simbolik.
Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Tuti Budirahayu mengatakan, dimajukannya jam sekolah siswa di Nusa Tenggara Timur (NTT) itu tentu akan memberatkan siswa. Sebab siswa mau tidak mau harus patuh terhadap aturan sekolah. Akan tetapi di sisi lain, aturan tersebut belum tentu membuat siswa senang dan semangat untuk bersekolah.
Dalam istilah sosiologi pendidikan, siswa dapat mengalami kekerasan simbolik. Ini artinya, siswa dan para guru sebenarnya mengalami kekerasan akibat aturan yang dibuat oleh pemerintah.
Baca juga: 5 Fakta Gubernur NTT Minta Siswa Masuk Sekolah Jam 5 Pagi
Namun, kekerasan itu tidak dianggap sebagai suatu bentuk kekerasan karena tujuannya dianggap baik yakni untuk mendisiplinkan siswa dan lain sebagainya.
“Pada hakikatnya, belajar adalah kegiatan yang menyenangkan, bukan kegiatan yang membuat anak tertekan. Jika aturan tersebut dibuat, maka kemungkinan siswa akan malas bersekolah dan bahkan bisa menyebabkan putus sekolah. Jadi sekali lagi kebijakan itu akan menjadi tidak efektif,” katanya, dikutip dari laman Unair, Jumat (3/3/2023).
Dosen FISIP itu mengatakan, untuk mencapai pembelajaran yang efektif, maka langkah yang harus dilakukan bukan dengan memajukan jam masuk sekolah. Melainkan, dengan membekali para guru dengan keterampilan berinteraksi yang baik dengan anak muridnyadan juga melibatkan siswa dalam berbagai program pembelajaran.
“Tumbuhkan kesadaran kritis mereka dan beri ruang berekspresi yang aman, nyaman, dan menyenangkan agar tercipta iklim pembelajaran yang berkualitas. Siapkan juga sarana-prasarana belajar yang memadai sehingga suasana belajar di sekolah dapat membuat betah siswa untuk berlama-lama belajar di sekolah,” ucapnya.
Baca juga: Sekolah di NTT Masuk Jam 5 Pagi, Kemendikbudristek Angkat Bicara
Tuti juga menilai, peraturan masuk sekolah jam 5 pagi yang dibuat Pemprov NTT itu harus dibuat dengan tujuan dan dasar yang jelas berdasarkan kajian empiris sahih serta valid atas keberhasilan program serupa di tempat-tempat lain.
“Misalnya, ada contoh beberapa sekolah di Indonesia atau di negara-negara lain yang menerapkan kebijakan tersebut. Siswanya berhasil dalam bidang akademik maupun non akademik. Maka, kebijakan tersebut layak diuji cobakan," ujarnya.
"Jika tidak atau belum ada kajian yang komprehensif dan valid, lebih baik ditunda dulu dan cari kebijakan-kebijakan lain yang memiliki tujuan yang sama,” lanjutnya.
Dia melanjutkan, jika penerapan aturan itu hanya berdasarkan satu kebijakan tunggal tanpa dibarengi dengan kebijakan pendukung maka hasil dari aturan itu tidak akan optimal atau pemajuan jam masuk sekolah tidak akan menghasilkan apa-apa.
Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Tuti Budirahayu mengatakan, dimajukannya jam sekolah siswa di Nusa Tenggara Timur (NTT) itu tentu akan memberatkan siswa. Sebab siswa mau tidak mau harus patuh terhadap aturan sekolah. Akan tetapi di sisi lain, aturan tersebut belum tentu membuat siswa senang dan semangat untuk bersekolah.
Dalam istilah sosiologi pendidikan, siswa dapat mengalami kekerasan simbolik. Ini artinya, siswa dan para guru sebenarnya mengalami kekerasan akibat aturan yang dibuat oleh pemerintah.
Baca juga: 5 Fakta Gubernur NTT Minta Siswa Masuk Sekolah Jam 5 Pagi
Namun, kekerasan itu tidak dianggap sebagai suatu bentuk kekerasan karena tujuannya dianggap baik yakni untuk mendisiplinkan siswa dan lain sebagainya.
“Pada hakikatnya, belajar adalah kegiatan yang menyenangkan, bukan kegiatan yang membuat anak tertekan. Jika aturan tersebut dibuat, maka kemungkinan siswa akan malas bersekolah dan bahkan bisa menyebabkan putus sekolah. Jadi sekali lagi kebijakan itu akan menjadi tidak efektif,” katanya, dikutip dari laman Unair, Jumat (3/3/2023).
Dosen FISIP itu mengatakan, untuk mencapai pembelajaran yang efektif, maka langkah yang harus dilakukan bukan dengan memajukan jam masuk sekolah. Melainkan, dengan membekali para guru dengan keterampilan berinteraksi yang baik dengan anak muridnyadan juga melibatkan siswa dalam berbagai program pembelajaran.
“Tumbuhkan kesadaran kritis mereka dan beri ruang berekspresi yang aman, nyaman, dan menyenangkan agar tercipta iklim pembelajaran yang berkualitas. Siapkan juga sarana-prasarana belajar yang memadai sehingga suasana belajar di sekolah dapat membuat betah siswa untuk berlama-lama belajar di sekolah,” ucapnya.
Baca juga: Sekolah di NTT Masuk Jam 5 Pagi, Kemendikbudristek Angkat Bicara
Tuti juga menilai, peraturan masuk sekolah jam 5 pagi yang dibuat Pemprov NTT itu harus dibuat dengan tujuan dan dasar yang jelas berdasarkan kajian empiris sahih serta valid atas keberhasilan program serupa di tempat-tempat lain.
“Misalnya, ada contoh beberapa sekolah di Indonesia atau di negara-negara lain yang menerapkan kebijakan tersebut. Siswanya berhasil dalam bidang akademik maupun non akademik. Maka, kebijakan tersebut layak diuji cobakan," ujarnya.
"Jika tidak atau belum ada kajian yang komprehensif dan valid, lebih baik ditunda dulu dan cari kebijakan-kebijakan lain yang memiliki tujuan yang sama,” lanjutnya.
Dia melanjutkan, jika penerapan aturan itu hanya berdasarkan satu kebijakan tunggal tanpa dibarengi dengan kebijakan pendukung maka hasil dari aturan itu tidak akan optimal atau pemajuan jam masuk sekolah tidak akan menghasilkan apa-apa.
(nnz)