Jamin Keadilan Akses Sekolah Online

Rabu, 22 Juli 2020 - 06:02 WIB
loading...
Jamin Keadilan Akses Sekolah Online
Foto/Koran SINDO
A A A
TANGERANG - Nurhisma, siswi kelas VIII SMP Negeri 22 Kota Tangerang, akhirnya lega. Pelajaran online pada Senin (20/7/2020) akhirnya bisa dia ikuti, meski harus menumpang di rumah Dahlia, tetangganya. Nurhisma tak memiliki smartphone. Orang tuanya hanya pemulung dengan pendapatan Rp20.000 per hari.

Ida, ibunda Nurhisma, awalnya pusing bukan kepalang saat tahun ajaran baru kembali dimulai sepekan sebelumnya. Model pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang kembali diterapkan oleh sekolah membuat Ida tak memiliki banyak pilihan. Syarat menggunakan handphone untuk pembelajaran sehari-hari tak mungkin dipenuhinya. Hasil memulung maksimal Rp25.000 per hari hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum. “Boro-boro beli hape, untuk makan saja ibaratnya saya harus kuli ngebeset (memilah limbah sampah plastik),” katanya.

Di tengah kemustahilan membelikan handphone bagi Nurhisma itu beruntung ada tetangga Ida di Kelurahan Kedaung Wetan, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten, yang berbaik hati, yakni Dahlia. Dilandasi rasa iba, tiap hari mulai pukul 08.00 hingga 11.00 WIB Dahlia mempersilakan Nurhisma belajar sekaligus meminjami handphone di rumahnya. “Kami sangat kasihan, apalagi kondisi keluarganya seperti itu,” ujar Dahlia.

Nurhisma adalah potret sebagian murid yang harus berjibaku agar bisa mengikuti sekolah daring di masa pandemi Covid-19 saat ini. Cerita Nurhisma juga menjadi ironi karena dia tinggal di daerah yang hanya berjarak sekitar 40 kilometer dari Ibu Kota Jakarta, bukan di pedalaman Sumatera, Kalimantan, Maluku, ataupun Papua. (Baca: Pembelajaran Online Makin Darurat)

Selain keterbatasan perangkat belajar, PJJ juga menyisakan banyak persoalan lain seperti kesulitan untuk membeli kuota internet. Fenomena ini semakin lazim ditemui di berbagai daerah. Banyak orang tua akhirnya pasrah anak-anak mereka tidak bisa mengikuti sekolah online lantaran tak lagi mampu membeli paket internet. Belum adanya pedoman dalam pembelajaran daring secara baku dari pemerintah juga membuat guru berinovasi sendiri-sendiri. Pada banyak kasus, guru cenderung memberikan beragam tugas untuk memudahkan sekaligus menggugurkan kewajiban mengajar tanpa tatap muka.

Banyaknya anak sekolah yang kesulitan mendapatkan akses belajar membuat sebagian warga berinisiatif memberikan layanan internet gratis. Di Ubung Kaja, Denpasar, pemerintah desa menyediakan Wi-Fi gratis yang dipasang di balai banjar. "Kita coba fasilitasi internet melalui Wi-Fi gratis untuk anak-anak agar meringankan beban mereka," kata Kelian Adat Banjar Petangan Gede, Ubung Kaja, Denpasar, I Ketut Sumandi, Selasa (21/7/2020).

Sekitar 20 hingga 25 siswa setiap harinya memanfaatkan fasilitas Wi-Fi gratis ini untuk mengunduh materi-materi pelajaran yang diunggah sekolah secara daring. Mengingat keterbatasan tempat di balai banjar, penggunaan Wi-Fi tersebut dilakukan secara bergantian agar semua siswa di Banjar Petangan Gede bisa menggunakan fasilitas gratis itu. "Pengurus banjar bergotong-royong menyediakan fasilitas Wi-Fi gratis ini," ujarnya.

Kegotongroyongan serupa juga dilakukan warga Arjosari, Balang, Jawa Timur, dan Jalan Tani Asli, Sunggal, Deli Serdang, Sumatera Utara. Warga setempat memasang jaringan internet gratis di poskamling untuk membantu pelajar mengikuti sekolah online. (Baca juga: 25% Pelajar di Jateng Tak Miliki Akses Layanan Pendidikan Daring)

Taufik, warga Kota Palembang, Sumatera Selatan, juga menyediakan Wi-Fi gratis di rumahnya agar anak-anak tetangganya bisa sekolah online tanpa terbebani pembelian kuota internet. Taufik berharap pemerintah segera membuat kebijakan yang bisa memberikan kesetaraan dan keadilan akses pendidikan, khususnya saat era pandemi ini.

Tak mengherankan jika banyaknya persoalan di tengah pelaksanaan PJJ ini membuat sebagian masyarakat ingin kembali dibuka model pembelajaran tatap muka langsung. Hal ini setidaknya tergambar dari hasil survei Alvara yang dipublikasikan pada 12 Juli lalu. Dari survei itu terungkap ada 45,5% responden yang menginginkan anaknya bersekolah lagi secara langsung. "Dua dari lima orang setuju jika anak sekolah masuk kembali setelah new normal diberlakukan," ujar CEO Alvara Hasanuddin Ali.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3483 seconds (0.1#10.140)