Akses Internet Masih Jadi Kendala Dunia Pendidikan Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemendikbudristek telah meluncurkan sejumlah platform dan aplikasi untuk sekolah. Sayangnya, kendala klasik akses internet masih jadi kendala di dunia pendidikan Indonesia.
Fakta tersebut terungkap dari hasil survei yang dilakukan Segara Research Institute yang dipublikasikan hari ini, Jumat (12/5/2023).
Segara melakukan survei online terhadap 3.725 responden yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.521 responden merupakan kepala sekolah, 1.591 guru, 328 dosen dan 285 mitra kerja lain yang menjadi bagian dari ekosistem pendidikan.
Sebagian besar responden di survei ini mengaku senang dengan adanya platform dan aplikasi yang diluncurkan Kemendikbudristek. Bahkan mereka mengaku cukup terbantu dengan adanya platform dan aplikasi itu.
Baca juga: Kemendikbudristek Ingatkan Batas Aktivasi Rekening PIP Siswa hingga Akhir Juni
"Mereka menyadari bahwa pekerjaan dan tanggung jawab mereka itu bisa sangat terbantu oleh kemajuan teknologi dan digitalisasi," kata Koordinator Tim Kajian Segara Research Institute Yoshia Mahuilete dalam acara Webinar Efektifitas Teknologi yang disiarkan secara daring, Jumat (12/5/2023).
Namun, jelas dia, dalam survei yang dilakukan sekitar 2 pekan itu, banyak kalangan tenaga pengajar, baik guru maupun dosen yang mengalami kendala teknis. Mereka mengaku daerahnya belum didukung dengan akses internet yang memadai.
"45 persen kepala sekolah mengarah, mereka mengalami kendala pada koneksi internet. Begitu juga guru, 46 persen mengatakan ya, mereka bermasalah dalam koneksi internet. Khususnya Indonesia Timur dan daerah-daerah kepulauan," jelas Yoshia.
Bahkan, lanjutnya, masalah koneksi internet itu juga menjadi masalah tersendiri proses survei itu. "Karena setiap membalas WhatsApp kami untuk mengisi kuisioner, mereka bilang 'ya pak, Bu, tunggu kami ke kota, baru kami isi. Karena di pulau kami sulit untuk internet.' Ini juga jadi kendala dalam aksesibilitas teknologi dan digital," ungkapnya.
Selain lemahnya jaringan internet, sebagian responden juga mengakui belum bisa memanfaatkan salah satu platform dan aplikasi yang dirancang kementerian yang dipimpin Nadiem Anwar Makarim ini.
Fakta tersebut terungkap dari hasil survei yang dilakukan Segara Research Institute yang dipublikasikan hari ini, Jumat (12/5/2023).
Segara melakukan survei online terhadap 3.725 responden yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.521 responden merupakan kepala sekolah, 1.591 guru, 328 dosen dan 285 mitra kerja lain yang menjadi bagian dari ekosistem pendidikan.
Sebagian besar responden di survei ini mengaku senang dengan adanya platform dan aplikasi yang diluncurkan Kemendikbudristek. Bahkan mereka mengaku cukup terbantu dengan adanya platform dan aplikasi itu.
Baca juga: Kemendikbudristek Ingatkan Batas Aktivasi Rekening PIP Siswa hingga Akhir Juni
"Mereka menyadari bahwa pekerjaan dan tanggung jawab mereka itu bisa sangat terbantu oleh kemajuan teknologi dan digitalisasi," kata Koordinator Tim Kajian Segara Research Institute Yoshia Mahuilete dalam acara Webinar Efektifitas Teknologi yang disiarkan secara daring, Jumat (12/5/2023).
Namun, jelas dia, dalam survei yang dilakukan sekitar 2 pekan itu, banyak kalangan tenaga pengajar, baik guru maupun dosen yang mengalami kendala teknis. Mereka mengaku daerahnya belum didukung dengan akses internet yang memadai.
"45 persen kepala sekolah mengarah, mereka mengalami kendala pada koneksi internet. Begitu juga guru, 46 persen mengatakan ya, mereka bermasalah dalam koneksi internet. Khususnya Indonesia Timur dan daerah-daerah kepulauan," jelas Yoshia.
Bahkan, lanjutnya, masalah koneksi internet itu juga menjadi masalah tersendiri proses survei itu. "Karena setiap membalas WhatsApp kami untuk mengisi kuisioner, mereka bilang 'ya pak, Bu, tunggu kami ke kota, baru kami isi. Karena di pulau kami sulit untuk internet.' Ini juga jadi kendala dalam aksesibilitas teknologi dan digital," ungkapnya.
Selain lemahnya jaringan internet, sebagian responden juga mengakui belum bisa memanfaatkan salah satu platform dan aplikasi yang dirancang kementerian yang dipimpin Nadiem Anwar Makarim ini.