Top, Mahasiswa Indonesia Raih Juara di Ajang The Boring Company Milik Elon Musk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahasiswa asal Indonesia kembali menoreh prestasi dalam kompetisi internasional . Ketiga mahasiswa Indonesia tersebut adalah Jeffrey Kenny, Girvan Thamrin, dan Andrean Tedjojuwono yang berhasil mengharumkan nama Indonesia dalam ajang Not-A-Boring Competition di Texas, Amerika Serikat pada 1 April 2023.
Ketiga mahasiswa Technische Universität (TU) Munich Jerman beserta tim itu meraih gelar Overall Winner atau pemenang utama. Not-A-Boring Competition adalah ajang besutan The Boring Company milik Elon Musk yang menantang para mahasiswa dari seluruh dunia untuk merancang dan membuat mesin bor terowongan.
Tahun ini panitia menantang peserta membuat mesin bor yang dapat melubangi terowongan lebih cepat daripada yang dapat dilewati siput. Ardi Marwan, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin, Jerman turut mengapresiasi kiprah mahasiswa indonesia yang ikut dalam ajang Not-A-Boring Competition tersebut.
Baca juga: Berkat Beasiswa Bidikmisi, Mahasiswa Program Profesi Ners ini Jadi Wisudawan Terbaik Unpad
“Kami bangga atas pencapaian mahasiswa Indonesia yang berhasil memenangkan lomba ini. Semoga dapat memotivasi mahasiswa-Mahasiswa lain untuk terus berkiprah dan mengharumkan Indonesia di kancah internasional,” ucap Ardi, melalui siaran pers, Kamis (18/5/2023).
Ajang Not-A-Boring Competition terbilang cukup ketat. Pasalnya, para juri menetapkan beberapa kriteria dalam menentukan penilaian. Kriteria tersebut antara lain keamanan mesin dalam beroperasi, akurasi dan ketepatan mesin bor mencapai sasaran, dan kecepatan mesin untuk membuat suatu terowongan.
Andrean yang berperan sebagai penasihat teknis mengungkapkan bahwa, hanya ada dua tim yang mencapai tahap safety check dan diizinkan untuk memulai pengeboran, tim TU Munich dan tim dari Eidgenössische Technische Hochschule Zürich. “Artinya, kami berhadapan langsung dengan mereka di tahap final,” ujar Andrean.
Tim TU Munich yang terdiri dari 40 orang dengan beberapa sub-tim ini berhasil mengembangkan mesin bor yang mampu mencapai kecepatan rata-rata mencapai 11 m/jam dengan kecepatan maksimal hingga 25 m/jam. Sedangkan mesin bor terowongan standar industri hanya mencapai 1,7 m/jam. Artinya, mesin hasil inovasi tim TU Munich 14x lebih cepat dari mesin bor standar industri.
Baca juga: Calon Mahasiswa, Ini Perbedaan Kampus A, B, dan C Unair
Keunggulan lain dari mesin ini adalah dapat beroperasi di kondisi berlumpur, berpasir, atau berbatu, penggantian pipa menggunakan automasi robot tanpa cara manual, bentuk komponen ruang tambang yang inverted cone sehingga mempercepat kecepatan tambang, dan memiliki konsep mesin yang portable sehingga bisa cepat dan mudah dipasang. Mesin TU Munich berhasil mengebor terowongan dengan panjang 11,8 meter.
Tim TU Munich membutuhkan waktu dua tahun untuk mengembangkan mesin bor tersebut. “Salah satu tantangan terbesar kami adalah manajemen waktu karena mesin kami membutuhkan perencanaan dan pengembangan yang matang,” ucap Andrean.
Girvan yang bertugas sebagai co-lead di sub-tim mata bor mengungkapkan bahwa keberhasilan tim TU Munich bukan tanpa tantangan, medan yang berlumpur dan lengket dapat menyumbat mesin bor kami, namun dengan kerja keras dan kegigihan, tim TU Munich berhasil mengembangkan cara agar tanah yang dibor tidak lengket.
“Mesin kami menyemburkan cairan kimia tenside guna menurunkan efek viscositas pada tanah,” lanjut Girvan.
Jeffrey yang berperan sebagai co-lead di sub-tim kelistrikan dan perangkat lunak menyampaikan bahwa, mesin juga harus berbelok dengan akurat.
“Oleh karena itu, kami harus mengembangkan sistem navigasi yang terhubung dengan sistem steering mesin kami dan pada akhirnya, mesin bor kami dilengkapi dengan kombinasi sensor seperti akselerometer, giroskop, dan magnetometer untuk mengukur dan melaporkan orientasi, kecepatan, dan gaya gravitasi,” pungkasnya.
Lihat Juga: Cetak Lulusan Inovatif, President University Ikuti Global Hackathon Startup Competition di Korea Selatan
Ketiga mahasiswa Technische Universität (TU) Munich Jerman beserta tim itu meraih gelar Overall Winner atau pemenang utama. Not-A-Boring Competition adalah ajang besutan The Boring Company milik Elon Musk yang menantang para mahasiswa dari seluruh dunia untuk merancang dan membuat mesin bor terowongan.
Tahun ini panitia menantang peserta membuat mesin bor yang dapat melubangi terowongan lebih cepat daripada yang dapat dilewati siput. Ardi Marwan, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin, Jerman turut mengapresiasi kiprah mahasiswa indonesia yang ikut dalam ajang Not-A-Boring Competition tersebut.
Baca juga: Berkat Beasiswa Bidikmisi, Mahasiswa Program Profesi Ners ini Jadi Wisudawan Terbaik Unpad
“Kami bangga atas pencapaian mahasiswa Indonesia yang berhasil memenangkan lomba ini. Semoga dapat memotivasi mahasiswa-Mahasiswa lain untuk terus berkiprah dan mengharumkan Indonesia di kancah internasional,” ucap Ardi, melalui siaran pers, Kamis (18/5/2023).
Ajang Not-A-Boring Competition terbilang cukup ketat. Pasalnya, para juri menetapkan beberapa kriteria dalam menentukan penilaian. Kriteria tersebut antara lain keamanan mesin dalam beroperasi, akurasi dan ketepatan mesin bor mencapai sasaran, dan kecepatan mesin untuk membuat suatu terowongan.
Andrean yang berperan sebagai penasihat teknis mengungkapkan bahwa, hanya ada dua tim yang mencapai tahap safety check dan diizinkan untuk memulai pengeboran, tim TU Munich dan tim dari Eidgenössische Technische Hochschule Zürich. “Artinya, kami berhadapan langsung dengan mereka di tahap final,” ujar Andrean.
Tim TU Munich yang terdiri dari 40 orang dengan beberapa sub-tim ini berhasil mengembangkan mesin bor yang mampu mencapai kecepatan rata-rata mencapai 11 m/jam dengan kecepatan maksimal hingga 25 m/jam. Sedangkan mesin bor terowongan standar industri hanya mencapai 1,7 m/jam. Artinya, mesin hasil inovasi tim TU Munich 14x lebih cepat dari mesin bor standar industri.
Baca juga: Calon Mahasiswa, Ini Perbedaan Kampus A, B, dan C Unair
Keunggulan lain dari mesin ini adalah dapat beroperasi di kondisi berlumpur, berpasir, atau berbatu, penggantian pipa menggunakan automasi robot tanpa cara manual, bentuk komponen ruang tambang yang inverted cone sehingga mempercepat kecepatan tambang, dan memiliki konsep mesin yang portable sehingga bisa cepat dan mudah dipasang. Mesin TU Munich berhasil mengebor terowongan dengan panjang 11,8 meter.
Tim TU Munich membutuhkan waktu dua tahun untuk mengembangkan mesin bor tersebut. “Salah satu tantangan terbesar kami adalah manajemen waktu karena mesin kami membutuhkan perencanaan dan pengembangan yang matang,” ucap Andrean.
Girvan yang bertugas sebagai co-lead di sub-tim mata bor mengungkapkan bahwa keberhasilan tim TU Munich bukan tanpa tantangan, medan yang berlumpur dan lengket dapat menyumbat mesin bor kami, namun dengan kerja keras dan kegigihan, tim TU Munich berhasil mengembangkan cara agar tanah yang dibor tidak lengket.
“Mesin kami menyemburkan cairan kimia tenside guna menurunkan efek viscositas pada tanah,” lanjut Girvan.
Jeffrey yang berperan sebagai co-lead di sub-tim kelistrikan dan perangkat lunak menyampaikan bahwa, mesin juga harus berbelok dengan akurat.
“Oleh karena itu, kami harus mengembangkan sistem navigasi yang terhubung dengan sistem steering mesin kami dan pada akhirnya, mesin bor kami dilengkapi dengan kombinasi sensor seperti akselerometer, giroskop, dan magnetometer untuk mengukur dan melaporkan orientasi, kecepatan, dan gaya gravitasi,” pungkasnya.
Lihat Juga: Cetak Lulusan Inovatif, President University Ikuti Global Hackathon Startup Competition di Korea Selatan
(nnz)