Mahasiswa Peserta PWN Gorontalo Diwanti-wanti Waspadai Hoaks dan Politisasi Agama
loading...
A
A
A
LIMBOTO - Isu keagamaan berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis, terutama jelang Pemilu 2024. Bahkan, informasi-informasi palsu soal agama juga sangat mungkin bermunculan. Peran mahasiswa dinilai strategis untuk membendung penyebaran hoaks dan politik identitas keagamaan di tahun politik ini.
Pandangan tersebut mengemuka dalam Diskusi bertema 'Penguatan Moderasi Beragama di Perguruan Tinggi' yang digelar dalam rangkaian kegiatan Perkemahan Wirakarya Nasional (PWN) ke-XVI di Kampus 2 IAIN Sultan Amai Gorontalo, Selasa (23/5/2023).
Diskusi yang diikuti ratusan mahasiswa perwakilan kontingen PWN ini menghadirkan tiga narasumber. Mereka adalah Instruktur Nasional Moderasi Beragama Pusat Thobib Al-Asyhar, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Chamami Zada dan Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kelembagaan Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Toraja Ismail Banne Ringgi.
Baca juga: Ada Kegiatan Unik di PWN Gorontalo, Mahasiswa Jadi Guru SD dan Nginap di Rumah Warga
Thobib Al-Asyhar mendorong mahasiswa untuk menjadikan agama sebagai sarana inspirasi dalam mewujudkan kehidupan yang damai. Menurut Thobib, upaya ini bisa dilakukan jika seseorang memiliki pengetahuan dan kesadaran bersama bahwa hakikatnya agama mengajarkan kebaikan bagi siapapun dan di manapun. Agama bertujuan membentuk pribadi yang beriman dan berbudi mulia atau akhlakulkarimah.
"Percayalah berbuat baik kepada siapa pun tidak akan mengurangi iman seseorang. Justru itu jadi bagian penguat dalam kehidupan keagamaan di tengah masyarakat," kata Thobib yang juga pengajar Pascasarjana Universitas Indonesia (UI).
Dengan kesadaran beragama yang kuat, Thobib optimistis, agama akan akan diposisikan di ruang dan jalan yang benar. Masyarakat pun akhirnya tidak akan mudah dipengaruhi oleh kelompok tertentu yang berupaya memanfaatkan isu agama untuk kepentingan sempitnya seperti politik identitas dan sebagainya.
"Sekali lagi agama harus jadi sarana inspirasi baik dalam berpolitik dan kehidupan bermasyarakat," terangnya.
Sedang Chamami Zada mengatakan, mahasiswa kampus keagamaan di bawah lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) memiliki peran besar dalam mewujudkan kehidupan beragama di Indonesia agar semakin harmonis.
Selain didukung pengetahuan keagamaan yang matang, mahasiswa memiliki berbagai model pendekatan dalam interaksi kepada masyarakat.
Baca juga: Kisah Haru di Unej, Adik Wakili Wisuda Kakak Perempuannya yang Meninggal karena Sakit
"Untuk itu saatnya mahasiswa atau kampus di bawah Kemenag menjadi penggerak depan dalam upaya menjaga beragama lewat dialog lintas agama," ujarnya.
Chamami menandaskan, PWN menjadi ajang strategis dalam mengokohkan kesadaran beragama para mahasiswa. Ini tak berlebihan sebab di ajang nasional ini ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi keagamaan berkumpul dalam satu tempat dan kegiatan.
"Di sinilah pula para anggota Pramuka diajak dan mempraktikkan sikap keberanian. Berani untuk berkomunikasi dan berdialog dengan peserta lain yang berbeda keyakinan," katanya.
"Kita harus biasakan dialog. Jangan sedikit-dikit takut dengan penganut agama lain," pungkas Chamami.
Pandangan tersebut mengemuka dalam Diskusi bertema 'Penguatan Moderasi Beragama di Perguruan Tinggi' yang digelar dalam rangkaian kegiatan Perkemahan Wirakarya Nasional (PWN) ke-XVI di Kampus 2 IAIN Sultan Amai Gorontalo, Selasa (23/5/2023).
Diskusi yang diikuti ratusan mahasiswa perwakilan kontingen PWN ini menghadirkan tiga narasumber. Mereka adalah Instruktur Nasional Moderasi Beragama Pusat Thobib Al-Asyhar, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Chamami Zada dan Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kelembagaan Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Toraja Ismail Banne Ringgi.
Baca juga: Ada Kegiatan Unik di PWN Gorontalo, Mahasiswa Jadi Guru SD dan Nginap di Rumah Warga
Thobib Al-Asyhar mendorong mahasiswa untuk menjadikan agama sebagai sarana inspirasi dalam mewujudkan kehidupan yang damai. Menurut Thobib, upaya ini bisa dilakukan jika seseorang memiliki pengetahuan dan kesadaran bersama bahwa hakikatnya agama mengajarkan kebaikan bagi siapapun dan di manapun. Agama bertujuan membentuk pribadi yang beriman dan berbudi mulia atau akhlakulkarimah.
"Percayalah berbuat baik kepada siapa pun tidak akan mengurangi iman seseorang. Justru itu jadi bagian penguat dalam kehidupan keagamaan di tengah masyarakat," kata Thobib yang juga pengajar Pascasarjana Universitas Indonesia (UI).
Dengan kesadaran beragama yang kuat, Thobib optimistis, agama akan akan diposisikan di ruang dan jalan yang benar. Masyarakat pun akhirnya tidak akan mudah dipengaruhi oleh kelompok tertentu yang berupaya memanfaatkan isu agama untuk kepentingan sempitnya seperti politik identitas dan sebagainya.
"Sekali lagi agama harus jadi sarana inspirasi baik dalam berpolitik dan kehidupan bermasyarakat," terangnya.
Sedang Chamami Zada mengatakan, mahasiswa kampus keagamaan di bawah lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) memiliki peran besar dalam mewujudkan kehidupan beragama di Indonesia agar semakin harmonis.
Selain didukung pengetahuan keagamaan yang matang, mahasiswa memiliki berbagai model pendekatan dalam interaksi kepada masyarakat.
Baca juga: Kisah Haru di Unej, Adik Wakili Wisuda Kakak Perempuannya yang Meninggal karena Sakit
"Untuk itu saatnya mahasiswa atau kampus di bawah Kemenag menjadi penggerak depan dalam upaya menjaga beragama lewat dialog lintas agama," ujarnya.
Chamami menandaskan, PWN menjadi ajang strategis dalam mengokohkan kesadaran beragama para mahasiswa. Ini tak berlebihan sebab di ajang nasional ini ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi keagamaan berkumpul dalam satu tempat dan kegiatan.
"Di sinilah pula para anggota Pramuka diajak dan mempraktikkan sikap keberanian. Berani untuk berkomunikasi dan berdialog dengan peserta lain yang berbeda keyakinan," katanya.
"Kita harus biasakan dialog. Jangan sedikit-dikit takut dengan penganut agama lain," pungkas Chamami.
(nnz)