Kecelakaan Teknologi Jadi Ancaman Lingkungan hingga Populasi, Guru Besar UI Telaah Cara Antisipasinya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Guru Besar Tetap Fakultas Teknik (FT) Universitas Indonesia (UI) Andy Noorsaman Sommeng turut mengulas tiga konsep kecelakaan di dunia teknologi. Sebab, kecelakaan teknolog i disinyalir mampu menjadi ancaman bagi populasi, lingkungan, hingga ekonomi.
Hal tersebut Andy ulas melalui penelitiannya yang berjudul Berpikir yang Tidak Terpikirkan: Kejadian Black Swan, Risiko dan Kegagalan Sistemik Sistem Rekayasa Energi Kompleks.
"Tiga konsep tersebut adalah kejadian black swan, risiko sistemik, dan kegagalan sistemik. Kecelakaan teknologi pada industri risiko tinggi adalah ancaman bagi populasi, lingkungan, dan ekonomi," ujar Andy dalam sidang guru besarnya, di Makara Art Center UI, Depok, dikutip Jumat (28/7/2023).
Menurut Andy, gagasan tentang peristiwa black swan diterapkan sebagai penjelasan kecelakaan yang tidak dapat dicegah, begitu pula kecelakaan teknologi yang dipicu oleh bahaya alam.
Baca juga: Rektor MNC University Ajak Semua Pihak Bersinergi Wujudkan Visi Menjadi World Class University Tahun 2037
"Padahal, kecelakaan teknologi dapat diperkirakan dan dapat dicegah ketika risiko terkait dikelola secara bertanggung jawab dan ketika tanda-tanda peringatan tidak diabaikan," imbuhnya.
Risiko sistemik, kata Andy, ialah risiko yang terkait dengan kegagalan atau kerusakan pada sistem yang dapat menyebabkan dampak luas ke seluruh sistem atau pasar. Ini dapat terjadi karena keterkaitan antara
berbagai aset atau institusi di dalam sistem tersebut.
"Risiko sistemik biasanya lebih berbahaya daripada risiko yang hanya memengaruhi satu institusi atau aset saja, karena dapat menyebabkan krisis keuangan atau bahkan resesi ekonomi. Contoh dari risiko sistemik adalah krisis keuangan global pada 2008," paparnya.
Adapun kegagalan sistemik adalah kegagalan pada sistem yang menyebabkan sistem tersebut tidak dapat berfungsi atau berhenti beroperasi sama sekali. Kegagalan ini karena beberapa faktor, yaitu kesalahan dalam perancangan sistem, kegagalan dalam proses produksi, atau perubahan lingkungan yang tidak terduga.
"Contoh dari kasus ini adalah kegagalan sistem penerangan di seluruh kota karena pemadaman listrik yang besar atau kegagalan sistem pengiriman bahan bakar pada kapal yang menyebabkan kapal terdampar," terangnya.
Baca juga: 20 Profesi Lulusan Jurusan Teknik Bergaji Jumbo, Apa Saja?
"Ketiga konsep ini saling terkait, karena kejadian black swan tidak hanya memicu kegagalan sistemik pada suatu sistem energi kompleks dan industri, tetapi juga sektor keuangan atau ekonomi," sambungnya.
Menurut Andy, risiko sistem energi kompleks adalah jalan menuju lanskap risiko sistemik, karena sifatnya multi-hazard risk.
Misalnya, gempa bumi di Jepang tidak hanya memicu kecelakaan pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima dan membuat tanah tidak dapat digunakan untuk hidup dan pertanian tetapi juga merusak sejumlah besar fasilitas industri, pelepasan kimia kebakaran hingga berpengaruh pada kapasitas produksi.
"Oleh karena itu, para insinyur risiko harus turut membantu mengurangi potensi risiko sistemik dengan menahan kecelakaan sebelum efeknya menyebar ke sistem dengan cara yang tidak terduga," paparnya.
Sebab, kata Andy, Akademisi dan praktisi teknik kimia memainkan peran penting dalam menciptakan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang manajemen kejadian abnormal dalam sistem rekayasa kompleks, dan implikasi kebijakan publik dan perusahaannya.
"Sangat penting bagi akademisi teknik kimia untuk menjawab tantangan dan tanggung jawab dalam mendorong pendidikan generasi insinyur kimia berikutnya dengan kepekaan yang lebih tinggi terhadap pentingnya keselamatan, keberlanjutan, dan etika,” pungkasnya.
Hal tersebut Andy ulas melalui penelitiannya yang berjudul Berpikir yang Tidak Terpikirkan: Kejadian Black Swan, Risiko dan Kegagalan Sistemik Sistem Rekayasa Energi Kompleks.
"Tiga konsep tersebut adalah kejadian black swan, risiko sistemik, dan kegagalan sistemik. Kecelakaan teknologi pada industri risiko tinggi adalah ancaman bagi populasi, lingkungan, dan ekonomi," ujar Andy dalam sidang guru besarnya, di Makara Art Center UI, Depok, dikutip Jumat (28/7/2023).
Menurut Andy, gagasan tentang peristiwa black swan diterapkan sebagai penjelasan kecelakaan yang tidak dapat dicegah, begitu pula kecelakaan teknologi yang dipicu oleh bahaya alam.
Baca juga: Rektor MNC University Ajak Semua Pihak Bersinergi Wujudkan Visi Menjadi World Class University Tahun 2037
"Padahal, kecelakaan teknologi dapat diperkirakan dan dapat dicegah ketika risiko terkait dikelola secara bertanggung jawab dan ketika tanda-tanda peringatan tidak diabaikan," imbuhnya.
Risiko sistemik, kata Andy, ialah risiko yang terkait dengan kegagalan atau kerusakan pada sistem yang dapat menyebabkan dampak luas ke seluruh sistem atau pasar. Ini dapat terjadi karena keterkaitan antara
berbagai aset atau institusi di dalam sistem tersebut.
"Risiko sistemik biasanya lebih berbahaya daripada risiko yang hanya memengaruhi satu institusi atau aset saja, karena dapat menyebabkan krisis keuangan atau bahkan resesi ekonomi. Contoh dari risiko sistemik adalah krisis keuangan global pada 2008," paparnya.
Adapun kegagalan sistemik adalah kegagalan pada sistem yang menyebabkan sistem tersebut tidak dapat berfungsi atau berhenti beroperasi sama sekali. Kegagalan ini karena beberapa faktor, yaitu kesalahan dalam perancangan sistem, kegagalan dalam proses produksi, atau perubahan lingkungan yang tidak terduga.
"Contoh dari kasus ini adalah kegagalan sistem penerangan di seluruh kota karena pemadaman listrik yang besar atau kegagalan sistem pengiriman bahan bakar pada kapal yang menyebabkan kapal terdampar," terangnya.
Baca juga: 20 Profesi Lulusan Jurusan Teknik Bergaji Jumbo, Apa Saja?
"Ketiga konsep ini saling terkait, karena kejadian black swan tidak hanya memicu kegagalan sistemik pada suatu sistem energi kompleks dan industri, tetapi juga sektor keuangan atau ekonomi," sambungnya.
Menurut Andy, risiko sistem energi kompleks adalah jalan menuju lanskap risiko sistemik, karena sifatnya multi-hazard risk.
Misalnya, gempa bumi di Jepang tidak hanya memicu kecelakaan pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima dan membuat tanah tidak dapat digunakan untuk hidup dan pertanian tetapi juga merusak sejumlah besar fasilitas industri, pelepasan kimia kebakaran hingga berpengaruh pada kapasitas produksi.
"Oleh karena itu, para insinyur risiko harus turut membantu mengurangi potensi risiko sistemik dengan menahan kecelakaan sebelum efeknya menyebar ke sistem dengan cara yang tidak terduga," paparnya.
Sebab, kata Andy, Akademisi dan praktisi teknik kimia memainkan peran penting dalam menciptakan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang manajemen kejadian abnormal dalam sistem rekayasa kompleks, dan implikasi kebijakan publik dan perusahaannya.
"Sangat penting bagi akademisi teknik kimia untuk menjawab tantangan dan tanggung jawab dalam mendorong pendidikan generasi insinyur kimia berikutnya dengan kepekaan yang lebih tinggi terhadap pentingnya keselamatan, keberlanjutan, dan etika,” pungkasnya.
(nnz)