Perpusnas Sediakan Layanan Khusus Anak, Baca Buku sambil Bermain
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan teknologi saat ini membuat peranan buku semakin dilupakan. Anak-anak pun hanya terpaku ke gawai dan jarang membaca buku.
Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Agus Sutoyo mengatakan, keberadaan buku sangat penting dalam tumbuh kembang generasi bangsa. Namun anak-anak mulai melupakan bacaan yang menarik, karena asyik dengan gawainya.
Padahal, kampanye literasi sudah dahulu digaungkan Perpusnas. Selain itu pada 2003 silam sudah mulai melalui duta baca nasional saat itu, Tantowi Yahya. Dengan tagline “Ibuku Perpustakaan Pertamaku”. Artinya orang tua punya peran penting di rumah, sebelum sosialisasi keluar rumah.
“Ibu atau ayah mendampingi anak-anak mereka untuk kenalkan literasi. Penelitian membuktikan usia 0-5 tahun pada anak, perkembangannya dikontrol melalui buku bacaan,” ujar Agus,pada talkshow The Leader dengan tema Anak Indonesia Cerdas Literasi dan Bermedia Sosial, dalam keterangan resmi, Jumat (4/8/2023).
Baca juga: 5 Sekolah Calon Taruna Ternama di Indonesia, Pilih Taruna Nusantara atau Pradita Dirgantara?
Saat ini, sambungnya, kampanye literasi masih terus berlangsung. Dengan duta baca nasional yang berganti-ganti. Perannya tetap sama, mengajak untuk dekat dengan buku. Namun di era kini program yang diusung menggabungkan dengan teknologi.
“Kami sudah ada. Di gedung baru Perpusnas yang 24 lantai, sudah diterapkan teknologi. Bagaimana agar bisa memberikan kontribusi besar bagi masyarakat," katanya.
Perpusnas pun sigap menyiapkan wadah dan fasilitas. Di antaranya ada Layanan Khusus Anak. Menurutnya, kunjungan di Sabtu dan Minggu selalu overload, khususnya dari anak-anak.
Baca juga: Pengertian, Ciri, dan Contoh Teks Iklan yang Menarik dan Menjual
“Kami harus menyenangkan anak-anak saat main di perpustakaan. Disinilah peran dari pustakawan Perpusnas membantu bagaimana bisa bermain sambil membaca. Karena dunia anak tak bisa lepas dari bermain,” imbuh Agus.
Agus mengungkapkan, Layanan Khusus Anak dibuat lebih menyenangkan. Ada mainan dan sebagainya. Kesenangan yang awalnya didapatkan melalui gawai, bisa dialihkan ke perpustakaan.
“Kami tidak meninggalkan teknologi, tapi justru mulai memanfaatkannya. Yakni membuat aplikasi I-Pusnas. Jadi masyarakat kalau mau baca buku, tak harus datang ke Perpusnas. Cukup buka aplikasi melalui telepon genggam," lugasnya.
Sementara untuk layanan sekolah, terangnya, ada aplikasi Pusnas Edu untuk memudahkan perpustakaan di sekolah mencari buku untuk kebutuhan belajar mengajar.
Dia menambahkan, agar anak-anak menyukai literasi, peran orang tua sangat dibutuhkan. Misalnya, mematikan televisi mulai dari pukul 18.00-19.00 WIB untuk memberi waktu membaca.
“Ini memang tantangan terbesar. Sejak dini dibiasakan kenalkan bahan bacaan. Saat mau tidur juga, anak-anak paling suka bacaan dongeng,” tandasnya.
Sementara Pustakawan Layanan Anak Fitriana Ramadhani menambahkan, menjadi pustakawan khusus anak dituntut memiliki daya kreativitas tinggi. Agar mereka bisa diarahkan untuk melakukan kegiatan literasi. Saat membaca misalnya, tapi tidak seperti membaca.
“Misalnya, anak-anak ditanya soal cita-cita. Mereka membaca dulu, baru menulis apa cita-cita mereka saat dewasa. Dengan cara ini, buku menjadi hidup. Tidak lagi selesai membaca, lalu tutup buku. Jadi menciptakan sesuatu dari membaca,” pungkasnya.
Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Agus Sutoyo mengatakan, keberadaan buku sangat penting dalam tumbuh kembang generasi bangsa. Namun anak-anak mulai melupakan bacaan yang menarik, karena asyik dengan gawainya.
Padahal, kampanye literasi sudah dahulu digaungkan Perpusnas. Selain itu pada 2003 silam sudah mulai melalui duta baca nasional saat itu, Tantowi Yahya. Dengan tagline “Ibuku Perpustakaan Pertamaku”. Artinya orang tua punya peran penting di rumah, sebelum sosialisasi keluar rumah.
“Ibu atau ayah mendampingi anak-anak mereka untuk kenalkan literasi. Penelitian membuktikan usia 0-5 tahun pada anak, perkembangannya dikontrol melalui buku bacaan,” ujar Agus,pada talkshow The Leader dengan tema Anak Indonesia Cerdas Literasi dan Bermedia Sosial, dalam keterangan resmi, Jumat (4/8/2023).
Baca juga: 5 Sekolah Calon Taruna Ternama di Indonesia, Pilih Taruna Nusantara atau Pradita Dirgantara?
Saat ini, sambungnya, kampanye literasi masih terus berlangsung. Dengan duta baca nasional yang berganti-ganti. Perannya tetap sama, mengajak untuk dekat dengan buku. Namun di era kini program yang diusung menggabungkan dengan teknologi.
“Kami sudah ada. Di gedung baru Perpusnas yang 24 lantai, sudah diterapkan teknologi. Bagaimana agar bisa memberikan kontribusi besar bagi masyarakat," katanya.
Perpusnas pun sigap menyiapkan wadah dan fasilitas. Di antaranya ada Layanan Khusus Anak. Menurutnya, kunjungan di Sabtu dan Minggu selalu overload, khususnya dari anak-anak.
Baca juga: Pengertian, Ciri, dan Contoh Teks Iklan yang Menarik dan Menjual
“Kami harus menyenangkan anak-anak saat main di perpustakaan. Disinilah peran dari pustakawan Perpusnas membantu bagaimana bisa bermain sambil membaca. Karena dunia anak tak bisa lepas dari bermain,” imbuh Agus.
Agus mengungkapkan, Layanan Khusus Anak dibuat lebih menyenangkan. Ada mainan dan sebagainya. Kesenangan yang awalnya didapatkan melalui gawai, bisa dialihkan ke perpustakaan.
“Kami tidak meninggalkan teknologi, tapi justru mulai memanfaatkannya. Yakni membuat aplikasi I-Pusnas. Jadi masyarakat kalau mau baca buku, tak harus datang ke Perpusnas. Cukup buka aplikasi melalui telepon genggam," lugasnya.
Sementara untuk layanan sekolah, terangnya, ada aplikasi Pusnas Edu untuk memudahkan perpustakaan di sekolah mencari buku untuk kebutuhan belajar mengajar.
Dia menambahkan, agar anak-anak menyukai literasi, peran orang tua sangat dibutuhkan. Misalnya, mematikan televisi mulai dari pukul 18.00-19.00 WIB untuk memberi waktu membaca.
“Ini memang tantangan terbesar. Sejak dini dibiasakan kenalkan bahan bacaan. Saat mau tidur juga, anak-anak paling suka bacaan dongeng,” tandasnya.
Sementara Pustakawan Layanan Anak Fitriana Ramadhani menambahkan, menjadi pustakawan khusus anak dituntut memiliki daya kreativitas tinggi. Agar mereka bisa diarahkan untuk melakukan kegiatan literasi. Saat membaca misalnya, tapi tidak seperti membaca.
“Misalnya, anak-anak ditanya soal cita-cita. Mereka membaca dulu, baru menulis apa cita-cita mereka saat dewasa. Dengan cara ini, buku menjadi hidup. Tidak lagi selesai membaca, lalu tutup buku. Jadi menciptakan sesuatu dari membaca,” pungkasnya.
(nnz)