Kampus Memiliki Peran Penting dalam Membangun Tata Kelola Desa
loading...
A
A
A
MALANG - Lahirnya UU No. 6/2014 tentang desa, menempatkan desa sebagai subyek dalam pembangunan. Tentunya desa sebagai komunitas masyarakat yang berpemerintahan, memiliki peran besar dalam menfasilitasi tumbuh kembang kemandirian dan kesejahteraan.
Desa dengan segala potensi yang dimilikinya, diharapkan mampu mengembangkan keberdayaan dan pembangunan masyarakat desa di bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Dalam implementasi program tidak cukup hanya menyediakan basis dukungan finansial terhadap rakyat miskin, tapi juga mendorong usaha ekonomi desa dalam arti luas. Skema kebijakan yang mengutamakan rekognisi dan subsidiaritas. (Baca juga: Pendidikan Berperan dalam Pembangunan Mental Spiritual Bangsa )
Spirit inilah yang diusung oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang (FEB Unisma), BEM FEB Unisma, dan Sinau Desa untuk menggelar "Alumni Talk Series Bincang Desa: Tata Kelola dan Upaya Menuju Kemandirian Desa".
Acara yang digelar secara daring ini mendatangkan para praktisi desa Aris Setyanto (Kepala Desa Wajak/ Alumni FEB Unisma), Abdul Wahab (Pendamping Lokal Desa), dan Iman Suwongso (Pegiat Sinau Desa ).
Dalam sambutannya, Dekan FEB Unisma, Nur Diana mengatakan, sejalan dengan program Kampus Merdeka yang memberikan kebebasan mahasiswa selama tiga semester untuk memilih delapan program merdeka belajar yang dicanangkan pemerintah, salah satunya proyek inovasi desa. (Baca juga: Kunjungan Berakhir di SMA Muhammadiyah, Nadiem Sebut PJJ Punya 4 Masalah )
"Untuk itulah kami memberikan apresiasi kepada BEM FEB Unisma, yang tanggap akan fenomena tersebut, dengan menggelar kegiatan ini. Setidaknya mereka punya bekal saat nanti memilih program merdeka belajar, berupa program Inovasi Desa selama 1-2 semester, sehingga mereka akan paham program apa yang perlu digagas dalam mendukung kemandirian desa," terangnya.
"Bagi pihak kampus yang saat ini lagi memantapkan kurikulum merdeka belajar dalam lima pilihan skema. Kegiatan ini kami jadikan pijakan untuk meramu konten, konteks dan metode sesuai dalam kurikulum FEB Unisma yang adaptif dengan perubahan lingkungan bisnis, regulasi dan lain sebagimanya," imbuhn Diana.
Ketua BEM FEB Unisma, Mat Bahri mengatakan, sebagai agen perubahan tentunya mahasiswa harus tanggap terhadap perubahan kebijakan pemerintah, dan apa yang harus dilakukan mahasiswa dalam memberikan kontribusinya kepada negara, serta memajukan negara dalam program Inovasi Desa.
Dalam materinya, Imam Suwongso menjabarkan, cita cita tertinggi UU No. 6/2014 adalah kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya, politik. Ini merupakan tujuan tertinggi, dimana membutuhkan proses dan waktu untuk mewujudkannya. Hal ini bukan ditafsirkan hanya tercapainya Indeks Pembangunan Desa (IDM) saja, tetapi adalah situasi keberdayaan di masyarakat desa atau keberdayaan desa itu.
"Ada dua makna tersirat dalam UU No. 6/2014 tentang desa, yaitu bagaimana pemerintah harus mampu mendorong tentang keberadaban desa, dan bagaimana peradaban desa itu harus tetap dikuatkan," tuturnya.
Di sisi lain, karena ada hak anggaran maka desa harus ditata. Penataan itu harus memenuhi unsur tata kelola yang baik, artinya tata kelola yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku untuk membangun kemandirian.
Kemandirian desa dibangun dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community, dengan local self government. Diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah desa, ditata sedemikian rupa menjadi desa dan desa adat.
Aris Setyanto yang merupakan Kepala Desa Wajak, mengatakan, masyarakat desa merupakan faktor utama dalam kemnadirian desa. Desa merupakan kesatuan hukum yang memiliki batas wilayah tertentu didasari dengan prakarsa desa.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, menurut Aris, banyak tantangan yang harus dihadapi, karena harus bisa memetakan potensi yang dimiliki desa, serta harus mampu menggali prakarsa desa, mendorong partisipasi, hingga tercapainya keberdayaan desa.
"Seringkali juga muncul benturan dengan peraturan pemerintah daerah, utuk itu perlu upaya sinkronisasi agar tidak terjadi kendala saat mengimplementasikan tata kelola desa. Tata kelola dan upaya kemandirian desa, merupakan bentuk keingginan setiap desa," ujarnya.
Sementara itu, Abdul Wahab banyak mengulas tentang munculnya UU No. 6/2014 tentang desa. Dimana pada era inilah terjadi pengakuan terhadap hak asal-usul, dan masyarakat desa sebagai subyek pembangunan.
Menurut alumni FEB Unisma tersebut, ada tiga pilar dalam desa yaitu Pemerintah Desa (Pemdes), masyarakat, dan Lembaga Kemasyarakatan Desa. Di desa ada forum resmi yang digunakan sebagai penyambung aspirasi masyarakat, berupa musyawarah desa, musyawarah dusun, dan musyawarah rencana pembangunan desa( Musrembangdes), yang akan menghasilkan dokumen Rencana Pembangunan Desa, RKPDesa, dan APBDesa.
Melalui dokumen-dokumen tersebut, dan didukung oleh anggaran, harapannya pembangunan yang dilaksanakan di desa benar-benar partisipatif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Desa tidak semata-mata bicara dana desa, tapi bagaimana peradaban desa dapat diwujudkan.
"Desa memiliki kewenagan dalam pemberdayaan masyarakat, pembinaan masyarakat, pelaksanaan pembangunan, dan penyelenggaraan pemerintah desa. Tentunya ini melibatkan peranan pemangku kebijakan," jelas Wahab.
Desa dengan segala potensi yang dimilikinya, diharapkan mampu mengembangkan keberdayaan dan pembangunan masyarakat desa di bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Dalam implementasi program tidak cukup hanya menyediakan basis dukungan finansial terhadap rakyat miskin, tapi juga mendorong usaha ekonomi desa dalam arti luas. Skema kebijakan yang mengutamakan rekognisi dan subsidiaritas. (Baca juga: Pendidikan Berperan dalam Pembangunan Mental Spiritual Bangsa )
Spirit inilah yang diusung oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang (FEB Unisma), BEM FEB Unisma, dan Sinau Desa untuk menggelar "Alumni Talk Series Bincang Desa: Tata Kelola dan Upaya Menuju Kemandirian Desa".
Acara yang digelar secara daring ini mendatangkan para praktisi desa Aris Setyanto (Kepala Desa Wajak/ Alumni FEB Unisma), Abdul Wahab (Pendamping Lokal Desa), dan Iman Suwongso (Pegiat Sinau Desa ).
Dalam sambutannya, Dekan FEB Unisma, Nur Diana mengatakan, sejalan dengan program Kampus Merdeka yang memberikan kebebasan mahasiswa selama tiga semester untuk memilih delapan program merdeka belajar yang dicanangkan pemerintah, salah satunya proyek inovasi desa. (Baca juga: Kunjungan Berakhir di SMA Muhammadiyah, Nadiem Sebut PJJ Punya 4 Masalah )
"Untuk itulah kami memberikan apresiasi kepada BEM FEB Unisma, yang tanggap akan fenomena tersebut, dengan menggelar kegiatan ini. Setidaknya mereka punya bekal saat nanti memilih program merdeka belajar, berupa program Inovasi Desa selama 1-2 semester, sehingga mereka akan paham program apa yang perlu digagas dalam mendukung kemandirian desa," terangnya.
"Bagi pihak kampus yang saat ini lagi memantapkan kurikulum merdeka belajar dalam lima pilihan skema. Kegiatan ini kami jadikan pijakan untuk meramu konten, konteks dan metode sesuai dalam kurikulum FEB Unisma yang adaptif dengan perubahan lingkungan bisnis, regulasi dan lain sebagimanya," imbuhn Diana.
Ketua BEM FEB Unisma, Mat Bahri mengatakan, sebagai agen perubahan tentunya mahasiswa harus tanggap terhadap perubahan kebijakan pemerintah, dan apa yang harus dilakukan mahasiswa dalam memberikan kontribusinya kepada negara, serta memajukan negara dalam program Inovasi Desa.
Dalam materinya, Imam Suwongso menjabarkan, cita cita tertinggi UU No. 6/2014 adalah kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya, politik. Ini merupakan tujuan tertinggi, dimana membutuhkan proses dan waktu untuk mewujudkannya. Hal ini bukan ditafsirkan hanya tercapainya Indeks Pembangunan Desa (IDM) saja, tetapi adalah situasi keberdayaan di masyarakat desa atau keberdayaan desa itu.
"Ada dua makna tersirat dalam UU No. 6/2014 tentang desa, yaitu bagaimana pemerintah harus mampu mendorong tentang keberadaban desa, dan bagaimana peradaban desa itu harus tetap dikuatkan," tuturnya.
Di sisi lain, karena ada hak anggaran maka desa harus ditata. Penataan itu harus memenuhi unsur tata kelola yang baik, artinya tata kelola yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku untuk membangun kemandirian.
Kemandirian desa dibangun dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community, dengan local self government. Diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah desa, ditata sedemikian rupa menjadi desa dan desa adat.
Aris Setyanto yang merupakan Kepala Desa Wajak, mengatakan, masyarakat desa merupakan faktor utama dalam kemnadirian desa. Desa merupakan kesatuan hukum yang memiliki batas wilayah tertentu didasari dengan prakarsa desa.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, menurut Aris, banyak tantangan yang harus dihadapi, karena harus bisa memetakan potensi yang dimiliki desa, serta harus mampu menggali prakarsa desa, mendorong partisipasi, hingga tercapainya keberdayaan desa.
"Seringkali juga muncul benturan dengan peraturan pemerintah daerah, utuk itu perlu upaya sinkronisasi agar tidak terjadi kendala saat mengimplementasikan tata kelola desa. Tata kelola dan upaya kemandirian desa, merupakan bentuk keingginan setiap desa," ujarnya.
Sementara itu, Abdul Wahab banyak mengulas tentang munculnya UU No. 6/2014 tentang desa. Dimana pada era inilah terjadi pengakuan terhadap hak asal-usul, dan masyarakat desa sebagai subyek pembangunan.
Menurut alumni FEB Unisma tersebut, ada tiga pilar dalam desa yaitu Pemerintah Desa (Pemdes), masyarakat, dan Lembaga Kemasyarakatan Desa. Di desa ada forum resmi yang digunakan sebagai penyambung aspirasi masyarakat, berupa musyawarah desa, musyawarah dusun, dan musyawarah rencana pembangunan desa( Musrembangdes), yang akan menghasilkan dokumen Rencana Pembangunan Desa, RKPDesa, dan APBDesa.
Melalui dokumen-dokumen tersebut, dan didukung oleh anggaran, harapannya pembangunan yang dilaksanakan di desa benar-benar partisipatif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Desa tidak semata-mata bicara dana desa, tapi bagaimana peradaban desa dapat diwujudkan.
"Desa memiliki kewenagan dalam pemberdayaan masyarakat, pembinaan masyarakat, pelaksanaan pembangunan, dan penyelenggaraan pemerintah desa. Tentunya ini melibatkan peranan pemangku kebijakan," jelas Wahab.
(mpw)