KPAI Dorong Dana Desa Bisa Bantu PJJ
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan Retno Listryarti mendorong dana desa untuk membantu pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang saat ini dilakukan sekolah ditengah pandemi virus Corona (Covid-19).
(Baca juga: Evaluasi dan Kolaborasi Merupakan Kunci Membenahi Permasalahan PJJ)
Retno menjelaskan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dapat berkoordinasi dengan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terkait penggunaan dana desa untuk membantu PJJ yang saat ini banyak menemui kendala.
(Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Lapor Mas Menteri, PJJ Memiliki Banyak Ekses Negatif)
Mantan kepala sekolah ini mengatakan, dana desa tersebut bisa didorong untuk membantu anak-anak di pedesaan untuk melakukan PJJ di balai-balai desa dengan fasilitas wifi dan computer milik desa. "Apalagi untuk anak-anak yang tinggal di wilayah yang sulit sinyal," kata Retno melalui keterangan tertulis, Minggu (2/8/2020)
Diketahui, tahun ini pemerintah mengalokasikan dana desa Rp72 triliun. Anggaran ini naik Rp2 triliun dari tahun 2019 yang hanya berkisar Rp70 triliun. Retno menuturkan, ada jutaan anak Indonesia yang saat ini terisolasi di rumah mengalami frustasi karena tidak terlayani PJJ.
Berdasarkan survei KPAI, PJJ menunjukan kesenjangan yang lebar dalam akses digital di kalangan peserta didik. Menurutnya, anak-anak dari kelas ekonomi menengah keatas terlayani PJJ secara daring karena kelompok ini memiliki segalanya yang dibutuhkan untuk belajar daring.
Namun, anak-anak dari keluarga ekonomi menengah ke bawah tidak terlayani dalam PJJ karena kelompok ini tidak memiliki segala hal yang dibutuhkan untuk PJJ daring.
"PJJ daring juga bias kota dengan desa dan bias Jawa dengan luar Jawa, 54% dari 608.000 anak Papua tidak terlayani PJJ daring karena tidak memiliki semuanya termasuk listrik," ucapnya.
Dia menuturkan, bagi anak dari keluarga miskin kondisi PJJ secara daring yang tidak mampu diakses membuat anak-anak menjadi kehilangan semangat untuk melanjutkan sekolah.
"Apalagi dalam beberapa kasus, anak-anak yang tidak bisa mengikuti PJJ maupun ujian secara daring dianggap tidak mengumpulkan tugas sehingga nilai kognitifnya banyak yang tidak tuntas dan bahkan nilai sikap diberi C sehingga akhirnya anak tersebut dinyatakan tidak naik kelas," ungkapnya.
(Baca juga: Evaluasi dan Kolaborasi Merupakan Kunci Membenahi Permasalahan PJJ)
Retno menjelaskan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dapat berkoordinasi dengan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terkait penggunaan dana desa untuk membantu PJJ yang saat ini banyak menemui kendala.
(Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Lapor Mas Menteri, PJJ Memiliki Banyak Ekses Negatif)
Mantan kepala sekolah ini mengatakan, dana desa tersebut bisa didorong untuk membantu anak-anak di pedesaan untuk melakukan PJJ di balai-balai desa dengan fasilitas wifi dan computer milik desa. "Apalagi untuk anak-anak yang tinggal di wilayah yang sulit sinyal," kata Retno melalui keterangan tertulis, Minggu (2/8/2020)
Diketahui, tahun ini pemerintah mengalokasikan dana desa Rp72 triliun. Anggaran ini naik Rp2 triliun dari tahun 2019 yang hanya berkisar Rp70 triliun. Retno menuturkan, ada jutaan anak Indonesia yang saat ini terisolasi di rumah mengalami frustasi karena tidak terlayani PJJ.
Berdasarkan survei KPAI, PJJ menunjukan kesenjangan yang lebar dalam akses digital di kalangan peserta didik. Menurutnya, anak-anak dari kelas ekonomi menengah keatas terlayani PJJ secara daring karena kelompok ini memiliki segalanya yang dibutuhkan untuk belajar daring.
Namun, anak-anak dari keluarga ekonomi menengah ke bawah tidak terlayani dalam PJJ karena kelompok ini tidak memiliki segala hal yang dibutuhkan untuk PJJ daring.
"PJJ daring juga bias kota dengan desa dan bias Jawa dengan luar Jawa, 54% dari 608.000 anak Papua tidak terlayani PJJ daring karena tidak memiliki semuanya termasuk listrik," ucapnya.
Dia menuturkan, bagi anak dari keluarga miskin kondisi PJJ secara daring yang tidak mampu diakses membuat anak-anak menjadi kehilangan semangat untuk melanjutkan sekolah.
"Apalagi dalam beberapa kasus, anak-anak yang tidak bisa mengikuti PJJ maupun ujian secara daring dianggap tidak mengumpulkan tugas sehingga nilai kognitifnya banyak yang tidak tuntas dan bahkan nilai sikap diberi C sehingga akhirnya anak tersebut dinyatakan tidak naik kelas," ungkapnya.
(maf)