Kisah Arip Muttaqien, Alumni Generasi Pertama Beasiswa LPDP Kini Berkarier di Sekretariat ASEAN

Minggu, 08 Oktober 2023 - 13:01 WIB
loading...
Kisah Arip Muttaqien,...
Kisah sukses perjalanan dan studi Arip Muttaqien yang merupakan alumni generasi pertama beasiswa LPDP. Foto/Laman LPDP.
A A A
JAKARTA - Satu dekade lalu beasiswa LPDP lahir guna menunjang pembiayaan kuliah untuk anak bangsa. Arip Muttaqien adalah salah satu alumni beasiswa kuliah dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) generasi pertama tersebut.

Arip Muttaqien adalah lulusan jurusan Teknik Industri Universitas Indonesia (UI) pada 2007 lalu. Memang sejak 2013 dia sudah mendengar jika Kemenkeu akan membuka program beasiswa di bawah pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU).

Arip pun mengonfirmasi rencana pembukaan beasiswa itu oleh kolega di kantornya. Proses seleksi yang dia jalani saat itu selama satu bulan hingga wawancara panel dengan empat orang.

Arip bercerita, dia menjadi salah satu dari 60 penerima beasiswa LPDP angkatan pertama kalinya. Sebelum berangkat ke kampus tujuan, mereka mengikuti proses Persiapan Keberangkatan pada Mei 2013 guna mendapat pelatihan dan seminar.

Baca juga: Beasiswa Persiapan S2-S3 Luar Negeri Kemenag Dibuka, Ini Infonya

“Saya ingat yang paling berkesan itu karena waktu itu ada acara outdoor-nya. Jadi setelah itu kita kemah camping kalau nggak salah tiga malam ya, kemudian ada acara naik gunung juga. Kemudian yang paling menarik waktu itu ada acara di Kepulauan Seribu, jadi acaranya di kapal laut," kenangnya, dikutip dari laman LPDP, Minggu (8/10/2023).

Kuliah Magister di Maastricht University


Arip memilih kuliah program magister di Maastricht University yang berada di Belanda guna belajar Kebijakan Publik dan Pembangunan Manusia. Kampus itu dipilihnya karena diaingin menempuh pendidikan lagi di kawasan Eropa karena sebelumnya sudah menamatkan magister ekonomi di Prancis.

Selain itu, kampus tersebut membangun kolaborasi dengan United Nations University (UNU) dan menawarkan double degree.

Ariep tertarik dengan program tersebut untuk belajar tentang kebijakan publik secara teoritis dan teknis. Ini sejalan dengan pekerjaan Arip sebelumnya yang banyak bersinggungan dengan bidang kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan.

Tesisnya membahas tentang dinamika kemiskinan di Indonesia dalam kurun 1993 sampai 2007 yang mengekspos perubahan tingkat kemiskinan untuk diketahui faktor apa yang berperan signifikan. Arip lalu melanjutkan untuk mengambil gelar PhD Ekonomi dan lulus studi pada 2019 di kampus dan dibiayai oleh LPDP kembali.

Disertasi Arip mengangkat tentang perbedaan distribusi kesejahteraan (income inequality) di antara tiga negara yang menyumbang hampir 40 persen populasi dunia, yaitu China, India, dan Indonesia.

Baca juga: Berminat Studi ke Kanada? Ini Beasiswa S1 Unggulan dari Universitas Toronto

Ada banyak faktor yang diungkap dan mempengaruhinya, seperti struktur demografi, sistem ketenagakerjaan, dan lainnya yang menyebabkan ketidakmerataan kesejahteraan.

LulusanTeknik yang Tertarik dengan Ekonomi dan Kebijakan Publik


Walaupun Arip lulusan teknik namun dia ternyata tidak tertarik untuk bekerja di jurusan terkait. Dia malah terjun ke bidang ekonomi dan kebijakan publik.

Setelah mencoba sana-sini, akhirnya ia diterima di MarkPlus, Inc perusahaan konsultan multinasional yang berkantor di Jakarta. Setahun bekerja, Arip berpikir untuk mengambil kuliah lagi. Namun, alih-alih meneruskan pendidikan di dunia teknik, ia justru tertarik mengambil magister ekonomi di Toulouse School of Economic di Prancis. Kala itu ia menggunakan beasiswa Eiffel Scholarship dari Kementerian Luar Negeri Prancis.

“Saya ingat selepas selesai kuliah sarjana, dosen pembimbing skripsi saya mengajak saya untuk melakukan asesmen terhadap salah satu program pengentasan kemiskinan di salah satu kementerian. Sejak saat itu saya jadi lebih tertarik untuk mendalami isu-isu terkait pembangunan.”

Pulang dari Prancis pada 2010, Arip bergabung dengan Indonesia Mengajar, sebuah gerakan sosial yang mengirimkan tenaga pengajar ke banyak penjuru Indonesia.

Arip kemudian kembali studi program S2 Kebijakan Publik dan Pembangunan Manusia dan lanjut S3 Ekonomi di University-MERIT Belanda.

Sepulang dari kampus yang terafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa itulah kemudian Arip sempat membantu Sekretariat Wakil Presiden dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) selama satu tahun sebelum berkarier di Sekretariat ASEAN sampai sekarang.

Tidak ada yang sia-sia dari berpindah haluan dari teknik. Arip justru dapat melihat suatu kasus dalam sudut pandang yang lebih luas dari yang dipelajarinya di S1 dengan ilmu-ilmu baru di S2 dan S3.

Baca juga: Berminat Kerja di Bank Indonesia? Ini Bocoran Materi Tes Kebangsentralan Seleksi PCPM BI

“S1 saya memang Teknik Industri. Jadi kemudian switch ke ekonomi dan saya melihat ini menarik. Kalau dibilang apa yang saya pelajari di sebelumnya mungkin memang not directly can be applied. Tapi kan ibaratnya pola pikir, logika dan sistematisnya itu tetap terpakai, cuma case-nya yang berbeda” ujarnya.

Bekerja di Sekretariat ASEAN


Arip di Sekretariat ASEAN tergabung dalam ASEAN Economic Community (AEC) Departement. AEC adalah salah satu dari tiga pilar ASEAN Community, selain ASEAN Political-Security Community (APSC) dan ASEAN Social-Cultural Community (ASCC).

Tugas Arip dalam urusan koordinasi adalah monitoring inisiatif yang sedang dilakukan dalam bidang ekonomi, untuk dilaporkan ke level technical level, Senior Official, menteri hingga pemimpin negara.

“Sebagian besar tugas di sini adalah lebih ke arah koordinasi. Jadi fungsinya mulai dari technical-nya dari level bawah sampai ke high level policy issue ke ministerial dan pemimpin negara.” ujar Arip.

Baca juga: Buka Akses Pendidikan, GrabScholar Beri Beasiswa 1.158 Pelajar Indonesia

Seperti kegiatan AEC Council di KTT ASEAN kemarin dengan representasi para Menteri bidang Perekonomian negara-negara anggota. Salah satu output adalah peluncuran negosiasi ASEAN DEFA dengan target finalisasi di tahun 2025.

ASEAN DEFA bertujuan mendukung transformasi ekonomi digital yang diharapkan mencakup e-commerce, mobilitas digital talent, digital ID, cyber security, pembayaran lintas batas, dan banyak lagi.

Diharapkan dampak ekonomi digital dari diterapkannya DEFA ini mampu mendongkrak kontribusi ekonomi digital terhadap GDP (Gross Domestic Product) di ASEAN. Potensi luar biasa ini perlu dibicarakan untuk membuat tata kelola yang memicu akselerasi sekaligus melindungi para pelaku usaha.

“Estimasi berdasarkan hasil studi, saat ini ekonomi digital berkontribusi sekitar 15 persen ke GDP, dan di 2030 akan diharapkan bisa ada lompatan bahkan hingga 30 persen. Kalau di ASEAN mungkin diperkirakan akan ada potensi hingga dua triliun US Dollar dari digital economy di tahun 2030,” papar Arip.

Selain fokus ke ekonomi digital, saat ini AEC juga mendorong inisiatif terkait sustainable economic development. Dari hasil pertemuan tingkat Menteri di AEC Council, contoh inisiatif yang menarik dan kekinian seperti yang diungkapkan Arip adalah terkait blue economy sebagai salah satu prioritas ekonomi Indonesia dan ASEAN Strategy for Carbon Neutrality untuk mendorong pencapaian net-zero emission.

Arip melihat apa yang dikerjakannya bukan semata pada spesialisasi bidang ekonomi, melainkan jauh lebih generalis karena ia juga bersinggungan dengan berbagai sektor dalam ruang lingkup AEC, seperti perdagangan, investasi, services, finansial, energi, ICT, transportasi, ketahanan pangan, dan lain-lain. Tugasnya banyak bersinggungan dengan data dan harus menurunkannya pada laporan simpulan yang mudah dimengerti di level ministerial.

“Kalau di saya, kebetulan karena saya lebih ke koordinasinya, jadi lebih ke generalisnya. Jadi gimana mengumpulkan semua data dari berbagai sektor ke dalam satu bahasa yang mudah dicerna, kemudian dianalisis, ada reporting-nya juga ke technical working group, kemudian ketika ministerial meeting membuat data yang komplek tersebut itu bisa di-simplify dengan bahasa atau presentasi yang mudah dimengerti,” tutur Arip menjelaskan pekerjaannya.

Perjalanan karier dan studi Arip yang beragam tak lepas dari minat dan kemauan untuk mencoba dan membaca peluang. Bagi Arip, semua pekerjaan bisa dipelajari dan harus memiliki panyassion saat menjalaninya.

“Karier saya sebenarnya lebih ke arah tidak linear. Jadi saya pernah di bidang marketing, kemudian bidang pendidikan, kemiskinan, dan stunting, dan kalau sekarang balik lagi ke ekonomi, jadi lebih generalis," pungkasnya.
(nnz)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3565 seconds (0.1#10.140)