Serikat Guru Indonesia Pembelajaran Tatap Muka Tidak Akan Efektif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai kebijakan membuka sekolah di zona kuning sebagai paradoks. Di satu sisi, jumlah orang yang terpapar Covid-19 makin banyak. Akan tetapi, malah melonggarkan kegiatan belajar dengan membuka ruang untuk tatap muka.
Wasekjen FSGI Satriwan Salim mengatakan kementerian terkait dan pemerintah daerah (pemda) seharusnya berkoordinasi untuk membenahi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Bukan menjadi PJJ yang tidak optimal untuk membuka kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka. (Baca juga: Pembukaan Sekolah di Zona Kuning, Kemendikbud Ingatkan Batas Kuota Siswa)
“Hak hidup dan sehat bagi anak, guru, tenaga pendidikan, dan orang tua adalah yang utama. Mendapatkan pendidikan juga hak anak. Namun, mesti diingat bahwa anak yang bisa belajar dan mendapatkan pendidikan adalah yang hidup dan dan sehat,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (10/8/2020).
FSGI menilai KBM di zona kuning akan membuat kehidupan, nyawa, dan kesehatan anak-anak terancam. Sementara itu, Sekjen FSGI Heru Purnomo mengatakan para guru juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan atas kesehatan dan keselamatan dalam bekerja. Poin itu terkandung dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Terhadap Tenaga Pendidik dan Kependidikan di Satuan Pendidikan. (Baca juga: Sekolah di Zona Kuning Dibuka, Potensial Menjadi Klaster Baru Covid-19)
Dia mengungkapkan surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri pada Juni lalu sebenarnya sudah relatif melindungi anak dan guru. Contohnya, sekolah dasar (SD) dibuka di zona hijau itu dua bulan setelah sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). “Tapi dalam SKB 4 menteri yang baru, SD diperkenankan dibuka bersamaan dengan SMP dan SMA di zona kuning. Padahal secara usia, justru anak-anak SD belum memahami risiko dan kesadaran akan kesehatan yang baik,” tutur Heru.
FSGI memaparkan SKB 4 menteri lalu banyak dilanggar oleh pemda. Ada 79 daerah yang melanggar SKB itu. Anehnya, tidak ada sanksi dari pusat terhadap daerah tersebut. “Padahal 79 daerah itu sedang mempermainkan kesehatan dan nyawa anak bersama guru. SKB 4 menteri yang baru juga berpotensi dikesampingkan daerah sebab memang tidak ada sanksi,” kata Kepala SMP negeri di Jakarta Timur itu.
Satriwan menjelaskan belum tentu pembelajaran tatap muka di zona kuning berjalan efektif. Alasannya, durasi waktunya 4 jam per hari, kantin sekolah tutup, kegiatan ekstrakurikuler dilarang, olahraga pun tidak boleh, dan siswa hanya berkumpul di kelasnya saja. “Jadi sebenarnya psikososial siswa sangat dibatasi walau tatap muka. Padahal yang diidam-idamkan oleh anak untuk masuk sekolah adalah kegiatan sekolah yang banyak, berkumpul, dan ramai-ramai,” katanya. (Fahmi Bahtiar)
Wasekjen FSGI Satriwan Salim mengatakan kementerian terkait dan pemerintah daerah (pemda) seharusnya berkoordinasi untuk membenahi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Bukan menjadi PJJ yang tidak optimal untuk membuka kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka. (Baca juga: Pembukaan Sekolah di Zona Kuning, Kemendikbud Ingatkan Batas Kuota Siswa)
“Hak hidup dan sehat bagi anak, guru, tenaga pendidikan, dan orang tua adalah yang utama. Mendapatkan pendidikan juga hak anak. Namun, mesti diingat bahwa anak yang bisa belajar dan mendapatkan pendidikan adalah yang hidup dan dan sehat,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (10/8/2020).
FSGI menilai KBM di zona kuning akan membuat kehidupan, nyawa, dan kesehatan anak-anak terancam. Sementara itu, Sekjen FSGI Heru Purnomo mengatakan para guru juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan atas kesehatan dan keselamatan dalam bekerja. Poin itu terkandung dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Terhadap Tenaga Pendidik dan Kependidikan di Satuan Pendidikan. (Baca juga: Sekolah di Zona Kuning Dibuka, Potensial Menjadi Klaster Baru Covid-19)
Dia mengungkapkan surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri pada Juni lalu sebenarnya sudah relatif melindungi anak dan guru. Contohnya, sekolah dasar (SD) dibuka di zona hijau itu dua bulan setelah sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). “Tapi dalam SKB 4 menteri yang baru, SD diperkenankan dibuka bersamaan dengan SMP dan SMA di zona kuning. Padahal secara usia, justru anak-anak SD belum memahami risiko dan kesadaran akan kesehatan yang baik,” tutur Heru.
FSGI memaparkan SKB 4 menteri lalu banyak dilanggar oleh pemda. Ada 79 daerah yang melanggar SKB itu. Anehnya, tidak ada sanksi dari pusat terhadap daerah tersebut. “Padahal 79 daerah itu sedang mempermainkan kesehatan dan nyawa anak bersama guru. SKB 4 menteri yang baru juga berpotensi dikesampingkan daerah sebab memang tidak ada sanksi,” kata Kepala SMP negeri di Jakarta Timur itu.
Satriwan menjelaskan belum tentu pembelajaran tatap muka di zona kuning berjalan efektif. Alasannya, durasi waktunya 4 jam per hari, kantin sekolah tutup, kegiatan ekstrakurikuler dilarang, olahraga pun tidak boleh, dan siswa hanya berkumpul di kelasnya saja. “Jadi sebenarnya psikososial siswa sangat dibatasi walau tatap muka. Padahal yang diidam-idamkan oleh anak untuk masuk sekolah adalah kegiatan sekolah yang banyak, berkumpul, dan ramai-ramai,” katanya. (Fahmi Bahtiar)
(cip)