Dinilai Minim Koordinasi, Program 1 Juta Guru PPPK Diprediksi Tak Akan Tuntas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menjelang berakhirnya masa kerja Kabinet Indonesia Maju program pengangkatan satu juta guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) diprediksi tidak tuntas. Lemahnya kordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dinilai menjadi salah satu pemicu utama.
“Masalah utama penuntasan pengangkatan satu juta guru honorer menjadi PPPK terus berulang dari ke tahun. Ironisnya tidak ada terobosan dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menuntaskannya,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangan resminya, Jumat (1/3/2024).
Huda menjelaskan beberapa masalah klasik dari penuntasan program pengangkatan sejuta guru honorer menjadi PPPK di antaranya ketidaksesuaian jumlah formasi yang diajukan pemerintah daerah dengan kuota pemerintah pusat, ketakutan pemerintah daerah terhadap beban gaji guru honorer yang diangkat PPPK, hingga masalah distribusi atau penempatan guru yang diangkat PPPK.
“Situasi ini membutuhkan terobosan. Kami berharap ada langkah khusus dari pemerintah pusat agar persoalan guru honorer ini bisa selesai di jaman Presiden Jokowi,” katanya.
Huda mengungkapkan sampai batas waktu pengajuan formasi pada 31 Januari 2024, pemerintah daerah tak kunjung melengkapi kuota pengangkatan guru honorer yang ditetapkan oleh pemerintah pusat sebanyak 419.146 guru. Dengan demikian hampir bisa dipastikan kondisi ini akan membuat target penuntasan pengangkatan guru honorer menjadi PPPK tahun 2024 dipastikan meleset.
Huda mengatakan salah satu kendala berat dalam penuntasan pengangkatan guru honorer ini adalah ketakutan pemerintah daerah (Pemda) atas beban anggaran yang harus ditanggung. Ada indikasi Dana Alokasi Khusus (DAU) dari pemerintah pusat yang diperuntukkan untuk guru PPPK dalam APBD jumlahnya tidak bertambah.
“Pemda tentu kebingungan karena DAU untuk gaji guru PPPK bersifat earmarking (sudah ditentukan). Jika tidak ditambah maka sudah pasti tidak ada alokasi gaji bagi guru PPPK baru,” katanya.
Persoalan anggaran ini, lanjut Huda juga mempengaruhi masalah penempatan guru honorer yang telah lolos passing grade (P1) dalam seleksi PPPK. Mereka tak kunjung mendapatkan formasi penempatan dari masing-masing Pemda sehingga terkatung-katung lebih dari dua tahun terakhir.
“Nah di masalah formasi penempatan ini agak aneh. Harusnya karena sudah lulus di level seleksi, DAU untuk mereka sudah dialokasikan. Artinya tidak ada masalah bagi Pemda untuk menempatkan para guru PPPK di sekolah yang membutuhkan. Pemerintah harus lebih tegas kepada jika Pemda menggunakan DAU Gaji PPPK yang sudah di-earmarking untuk keperluan lain,” katanya.
“Masalah utama penuntasan pengangkatan satu juta guru honorer menjadi PPPK terus berulang dari ke tahun. Ironisnya tidak ada terobosan dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menuntaskannya,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangan resminya, Jumat (1/3/2024).
Huda menjelaskan beberapa masalah klasik dari penuntasan program pengangkatan sejuta guru honorer menjadi PPPK di antaranya ketidaksesuaian jumlah formasi yang diajukan pemerintah daerah dengan kuota pemerintah pusat, ketakutan pemerintah daerah terhadap beban gaji guru honorer yang diangkat PPPK, hingga masalah distribusi atau penempatan guru yang diangkat PPPK.
“Situasi ini membutuhkan terobosan. Kami berharap ada langkah khusus dari pemerintah pusat agar persoalan guru honorer ini bisa selesai di jaman Presiden Jokowi,” katanya.
Huda mengungkapkan sampai batas waktu pengajuan formasi pada 31 Januari 2024, pemerintah daerah tak kunjung melengkapi kuota pengangkatan guru honorer yang ditetapkan oleh pemerintah pusat sebanyak 419.146 guru. Dengan demikian hampir bisa dipastikan kondisi ini akan membuat target penuntasan pengangkatan guru honorer menjadi PPPK tahun 2024 dipastikan meleset.
Huda mengatakan salah satu kendala berat dalam penuntasan pengangkatan guru honorer ini adalah ketakutan pemerintah daerah (Pemda) atas beban anggaran yang harus ditanggung. Ada indikasi Dana Alokasi Khusus (DAU) dari pemerintah pusat yang diperuntukkan untuk guru PPPK dalam APBD jumlahnya tidak bertambah.
“Pemda tentu kebingungan karena DAU untuk gaji guru PPPK bersifat earmarking (sudah ditentukan). Jika tidak ditambah maka sudah pasti tidak ada alokasi gaji bagi guru PPPK baru,” katanya.
Persoalan anggaran ini, lanjut Huda juga mempengaruhi masalah penempatan guru honorer yang telah lolos passing grade (P1) dalam seleksi PPPK. Mereka tak kunjung mendapatkan formasi penempatan dari masing-masing Pemda sehingga terkatung-katung lebih dari dua tahun terakhir.
“Nah di masalah formasi penempatan ini agak aneh. Harusnya karena sudah lulus di level seleksi, DAU untuk mereka sudah dialokasikan. Artinya tidak ada masalah bagi Pemda untuk menempatkan para guru PPPK di sekolah yang membutuhkan. Pemerintah harus lebih tegas kepada jika Pemda menggunakan DAU Gaji PPPK yang sudah di-earmarking untuk keperluan lain,” katanya.