Anak Tukang Bubur Ini Lulus Cum Laude di ITB, Penuhi Janji ke Mendiang Ibu

Minggu, 17 Maret 2024 - 10:35 WIB
loading...
Anak Tukang Bubur Ini...
Kisah Melly Puspita, anak tukang bubur yang lulus cum laude dari prodi Teknik Metalurgi ITB. Foto/Puslapdik.
A A A
JAKARTA - Ini kisah Melly Puspita, anak tukangbubur yang lulus cum laude dari prodi Teknik Metalurgi ITB. Melly lulus dengan IPK 3,6.

Melly patut berbangga karena ia bisa lulus dari salah satu kampus terbaik di negeri ini hanya dalam waktu 3,5 tahun juga dengan IPK 3.6. Prestasi yang membawa ia masuk dalam jajaran mahasiswa terbaik dan menyandang predikat cum laude.

Baca juga: Mau Raih IPK Raih Cumlaude, Magna Cumlaude, dan Summa Cumlaude? Ini Nilai Minimalnya

Sontak ketika namanya diumumkan di ruang sidang skripsi sebagai mahasiswa yang lulus dengan nilai A dan berstatus Cum Laude, Melly tak kuasa menahan tangis.

Dosen pembimbingnya, Imam Santoso yang sangat bangga akan anak didiknya itu mengunggah momen bahagia Melly di akun Instagramnya.

“Melly sesenggukan tidak bisa berbicara menunggu salah satu moment terpenting dalam hidupnya”. Demikian caption yang ditulis Imam Santoso ketika membagikan momen bahagia tersebut.

Baca juga: Cerita Radit, Penyandang Tuna Netra yang Lulus Cum Laude dari Sastra Arab UI

Melly menulis skripsi berjudul “Optimization of Methylammonium Lead Iodide (MAPbI3) Based Perovskite Solar Cell by Using Tin Oxide As Electron Transport Layer” atau Optimisasi sel surya perovskit jenis MAPbI3 dengan menggunakan Timah Oksida Sebagai Electron Transport Layer.

Tuntaskan Janji ke Mendiang Ibunda


Anak bungsu dari dia bersaudara ini mengaku tak kuasa menahan haru karena pada akhirnya bisa memenuhi janji kepada kedua orang tuanya bisa merengkuh gelar sarjana dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Terutama janji kepada ibunya yang telah tiada. Ibundanya Oey Erni hanya lulusan sekolah dasar.

Baca juga: Sosok Ega Ayu, Peraih KIP Kuliah yang Lulus Cum Laude dari UNY

“Saya sangat senang karena pada akhirnya menamatkan perjuangan kuliah dan tugas akhir saya dengan hasil yang cukup memuaskan, " katanya, dikutip dari laman Puslapdik, Minggu (17/3/2024).

Terlahir dari keluarga sederhana, ayah Melly Tan Si Eng hanya bisa sekolah sampai SD saja. Tan Si Eng pernah berprofesi sebagai tukang bubur ayam di sekitar rumahnya di Jalan Pagarsih, Kota Bandung, Jawa Barat.

Namun, kondisi lock down akibat bencana Covid-19 tahun 2019-2021 membuat jualan bubur ayamnya terhenti. Pascapandemi, ayahnya tidak melanjutkan jualan bubur ayamnya dan memilih bekerja serabutan sebagai tukang cat rumah.

Kedua orang tuanya, walaupun berpendidikan rendah, sangat menyadari bahwa pendidikan sangat penting dan merupakan kunci utama keberhasilan.

Baca juga:

“Sebenarnya mereka sangat ingin kedua anaknya bisa memperoleh gelar sarjana, namun kenyataan berkata lain, hanya saya yang mau dan bisa lulus kuliah, kakak saya mungkin memilih jalan hidup lain, “ ucapnya.

Bantu Keluarga dengan Buka Katering


Di keluarganya, hanya Melly yang bisa kuliah, kakaknya hanya tamatan SMA. Untuk kehidupan sehari-hari, Melly dan kakaknya membuat usaha katering kecil-kecilan. Melly juga nyambi menjadi guru les murid SD-SMA.

Lingkungan tempat tinggal Melly sendiri, walaupun berada di tengah Kota Bandung, merupakan masyarakat yang kurang menyadari pentingnya pendidikan. Mayoritas penduduk jalan Pagarsih merupakan pedagang informal dan pelaku usaha kecil.

Sangat jarang ditemukan anak muda yang melanjutkan pendidikan hingga kuliah.

“Memang ada yang melanjutkan hingga jenjang perguruan tinggi, namun persentasenya sangat kecil. Mayoritas menikah setelah lulus SMP ataupun SMA," ujar Melly.

Ia mengungkapkan, lingkungan tempat tinggalnya tidak mendukung cita-cita dan harapannya. Tak sedikit yang menilai, Mely membebani orangtuanya dengan keinginannya untuk berkuliah.

“Apa yang mereka katakan itu justru menjadi cambuk bagi saya untuk membuktikan pada mereka bahwa anak seorang tukang bubur pun dapat berprestasi," tuturnya bersemangat.

Penerima KIP Kuliah


Mahasiswa prodi Teknik Metalurgi ITB angkatan tahun 2020 ini sejak SD memang memiliki ketertarikan tinggi untuk sekolah dan karenanya sering memperoleh prestasi, baik akademik maupun non akademik.

Selama di SD dan SMP, Melly selalu menduduki peringkat 3 besar di sekolahnya serta sering mengikuti lomba bercerita bahasa Mandarin dan bahasa Inggris.

Memasuki masa SMA di SMAK BPK Penabur Bandung, Melly sempat mengikuti olimpiade sains matematika dan kimia tingkat kota Bandung.

“Saat kelas 3 SMA pernah memperoleh juara 3 lomba bahasa Mandarin di Universitas Maranatha dan lolos ke babak semifinal olimpiade kimia UNY, “ jelasnya.

Melly juga bersyukur bisa menjalani perkuliahan dan lulus lebih cepat karena menjadi penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan sangat berkontribusi hingga ia lulus cum laude dari ITB.

Melly setelah lulus ingin bekerja di industri pengolahan logam atau pertambangan ini mengetahui adanya KIP Kuliah bukan dari guru atau sekolah, tetapi kebetulan melalui Instagram story dan Melly mencoba mendaftar sehingga akhirnya dinyatakan layak memperoleh KIP Kuliah.

“Seandainya tidak ada bantuan KIP Kuliah, saya tidak tahu, mungkin akan sulit sekali untuk bisa berkuliah karena ekonomi keluarga sangat tidak mendukung," ungkapnya.

Melly adalah bukti bahwa keterbatasan ekonomi bukan hambatan untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi. Kuncinya adalah selalu berusaha dan jangan pernah takut bermimpi.

"Orang tua selalu berpesan agar saya dapat mengejar pendidikan setinggi mungkin dan mereka selalu mendukung dan membantu saya apabila hal tersebut mengenai pendidikan," pungkas Melly yang memiliki harapan bisa lanjut S2 usai bekerja selama 2-3 tahun.
(nnz)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2047 seconds (0.1#10.140)