Kurikulum Merdeka Jadi Kurikulum Nasional, DPR Minta Perbaikan Tata Kelola Guru

Kamis, 28 Maret 2024 - 10:28 WIB
loading...
Kurikulum Merdeka Jadi Kurikulum Nasional, DPR Minta Perbaikan Tata Kelola Guru
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai persoalan tata kelola guru yang kini belum tuntas akan menjadi sandungan efektivitas penerapan Kurikulum Merdeka. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi ( Mendikbudristek ) Nadiem Makarim resmi meluncurkan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional, Rabu (27/3/2024). Persoalan tata kelola guru dinilai bakal menjadi sandungan implementasi kurikulum yang digadang-gadang bakal meningkatkan kualitas pembelajaran peserta didik di tanah air tersebut.

“Sengkarut persoalan guru yang hingga saat ini belum tuntas akan menjadi sandungan efektivitas penerapan Kurikulum Merdeka. Bagi kami harusnya pemerintah lebih dulu memprioritaskan penyelesaian manajemen pengelolaan guru sebelum menerapkan kurikulum baru termasuk Kurikulum Merdeka ini,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangan resminya, Kamis (28/3/2024).

Untuk diketahui, penetapan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum Nasional mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.


Penerapan Kurikulum Merdeka dilaksanakan mulai tahun ajaran baru 2024/2025 dengan mempertimbangkan kesiapan satuan pendidikan. Kemendikbud Ristek memberikan masa transisi hingga tiga tahun kedepan.

Huda mengatakan, apapun bentuk kurikulum pendidikan di tanah air tidak akan efektif selama pemerintah tidak membereskan manajemen pengelolaan guru. Mulai dari persoalan jaminan kesejahteraan, pemerataan distribusi, hingga peningkatan kualitas tenaga pendidik secara berkala.

“Saat ini kita masih menghadapi ketidakjelasan kapan penuntasan program satu juta guru honorer menjadi PPPK, kita juga menghadapi ketimpangan jumlah guru di satu wilayah dengan wilayah lain, hingga persoalan minimnya literasi digital di sebagian besar guru di Indonesia,” katanya.

Deretan masalah tata kelola guru, lanjut Huda, kerap menjadi sandungan bagi efektifitas penerapan kurikulum pendidikan. Baik kurikulum pendidikan tahun 2023, kurikulum 2013, kurikulum transisi, hingga Kurikulum Merdeka.

“Bagaimana para guru bisa berkosentrasi dengan baik mendidik anak bangsa jika mereka hanya mendapatkan honor Rp300 ribu per bulan. Atau bagaimana bisa mereka menciptakan suasana belajar menyenangkan jika tidak kunjung kepastian kapan mereka diangkat menjadi PPPK,” katanya.

Politikus PKB ini mengungkapkan dalam Kurikulum Merdeka para guru mempunyai peran penting menciptakan skenario pembelajaran berdiferensiasi. Penyusunan skenario pembelajaran berdiferensiasi ini menjadi keharusan karena Kurikulum Merdeka mengidealkan sekolah sebagai wahana menumbuhkan kompetensi dan karakter masing-masing peserta didik.

“Agar bisa menyiapkan skenario pembelajaran berdiferensiasi ini maka seorang guru harus bisa menyusun tujuan pembelajaran (TP), merumuskan alur tujuan pembelajaran (ATP), menyusun kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP) dan membuat modul ajar. Di sisi lain mereka harus berjibaku menutupi kebutuhan sehari-hari karena minimnya kesejahteraan,” urainya.

Kurikulum Merdeka, kata Huda, juga mensyaratkan guru agar mempunyai literasi digital memadai. Kondisi ini terjadi karena banyaknya aplikasi digital dalam Platfrom Merdeka Belajar (PPM) yang digunakan untuk menunjang penerapan Kurikulum Merdeka.

“Banyaknya aplikasi digital ini menjadi problem tersendiri karena minimnya literasi digital di kalangan tenaga pendidik di Indonesia. Selain itu belum meratanya infrastruktur jaringan internet di tanah air juga membuat para guru sulit mengakses PPM,” pungkasnya.

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menjelaskan saat ini lebih dari 300.000 sekolah sudah mulai menerapkan Kurikulum Merdeka secara sukarela.

"Semua sekolah sudah pelan-pelan secara sukarela sudah mulai mengimplementasi dari tahun 2020-2021. Awal cikal bakal Kurikulum Merdeka yang mulai diimplementasi pada saat Covid-19," kata Nadiem pada acara Kurikulum Merdeka untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran, Rabu (27/3/2024).

Kemudian pasca Covid-19 kurikulum ini mulai di terapkan di sekolah-sekolah penggerak juga di sekolah menengah kejuruan (SMK). Lalu pada 2022-2023 kemudian diluncurkan sebagai opsi dan mulai diadopsi di sekitar 140.000 sekolah secara sukarela.

"Tidak semua angkatan di sekolah itu mengimplementasi, mereka melakukannya secara bertahap. Semuanya dalam tahap-tahap berbeda. Tidak semua lancar, ada kebingungan, kebimbangan, kekhawatiran, itu hal yang baik. Guru merasa tertantang akan perubahan," tukasnya.

Masa Transisi


Lalu bagaimana dengan sekolah yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka? Nadiem meminta jangan khawatir karena ada masa transisi untuk sekolah itu bisa beradaptasi. Dia menyebutkan, masa transisi implementasi Kurikulum Merdeka selama dua tahun berlaku untuk sekolah-sekolah yang ada di luar daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).

"Sementara untuk sekolah-sekolah di daeah 3T kita berikan masa transisi yang lebih panjang lagi, 3 tahun masa transisi dari sekarang. Jadi tidak perlu panik, tidak perlu takut, tidak perlu stres," imbuhnya.

Kemendikbudristek memberikan masa adaptasi bagi sekolah sehingga masih bisa menggunakan Kurikulum 2013 sampai dengan tahun ajaran 2025/2026 untuk sekolah di luar daerah 3T dan hingga tahun ajaran 2026/2027 untuk sekolah di daerah 3T.
(wyn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1517 seconds (0.1#10.140)