Nadiem Makarim Tegaskan Sistem Zonasi Harus Tetap Dipertahankan

Jum'at, 03 Mei 2024 - 12:53 WIB
loading...
Nadiem Makarim Tegaskan...
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim pada acara Rembuk Komunitas Merdeka Belajar 2024. Foto/BKHM.
A A A
JAKARTA - Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan sistem zonasi di PPDB mengedepankan asas keadilan. Ia menilai semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk dapat masuk ke sekolah negeri.

Hal ini ia sampaikan untuk menanggapi pertanyaan seputar sistem zonasi di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang kadang menimbulkan persoalan di lapangan pada acara silaturahmi bersama komunitas dan perwakilan siswa serta mahasiswa penerima program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kamis (2/5/2024) di Jakarta.

Selama acara tersebut, Mendikbudristek juga terlibat dalam dialog dengan menjawab pertanyaan dari peserta mengenai berbagai persoalan pendidikan.

Baca juga: Apa Syarat Masuk SD di PPDB 2024 bagi Anak Berusia di Bawah 7 Tahun? Ini Penjelasannya

“Saya senang bisa hadir di sini untuk bertemu dengan Bapak/Ibu,” kata Mendikbudristek mengawali dialog melalui siaran pers, Jumat (3/5/2024).

Nadiem mengatakan, selama dua dekade terakhir, kebijakan Ujian Nasional (UN) yang menjadi syarat masuk ke jenjang yang lebih tinggi, menciptakan ketidakadilan bagi keluarga dengan tingkat ekonomi rendah.

Mendikbudristek menyatakan, yang terjadi adalah keluarga dengan ekonomi tinggi bisa masuk sekolah negeri gratis, sementara keluarga dengan tingkat ekonomi rendah harus membayar mahal dengan masuk ke sekolah swasta.

Baca juga: Dibuka Mei-Juli, Begini Aturan Jarak Rumah ke Sekolah di Jalur Zonasi PPDB 2024

Dia menegaskan bahwa hal ini tidak adil, karena keluarga dengan tingkat ekonomi tinggi cenderung memiliki akses lebih besar untuk bimbingan belajar dan memberikan dukungan tambahan kepada anak-anak mereka, sehingga dapat mempengaruhi hasil ujian nasional yang tinggi.

Mendikbudristek menekankan bahwa meskipun program zonasi tidak sempurna, namun harus dipertahankan sebagai bentuk azas moralitas dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dia juga mengakui bahwa program ini memiliki tantangan, seperti masalah integritas data dan penyelewengan, namun pemerintah akan terus berupaya untuk memastikan program ini berjalan dengan baik dan mengedepankan kepentingan seluruh masyarakat.

Kebijakan Daerah 3T


Terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan di daerah daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Mendikbudristek mengakui bahwa tidak cukup jika intervensi untuk sekolah-sekolah di daerah tersebut dilakukan dengan cara-cara biasa.

Ia mengatakan, salah satu yang diubah kebijakannya untuk mengafirmasi sekolah-sekolah ini adalah dengan memisahkan besaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa yang ada di daerah 3T.

“Dulu, dana BOS dibagikan merata. Tapi, keseragaman itu bukan (berarti) adil. Jadi, kami mengubah kebijakan untuk sekolah-sekolah yang berada di daerah-daerah tersebut, di mana setiap anak ditambah besaran dananya. Penambahan dana BOS bahkan bisa mencapai 30 sampai 40 persen,” jelasnya.

Di sisi lain, kebutuhan operasional setiap sekolah bervariasi, bahkan di daerah 3T sekalipun. Ada sekolah yang memerlukan sarana seperti meja dan kursi, buku, dan fasilitas lainnya, sementara ada yang membutuhkan kapal untuk mengangkut guru-guru ke pulau terpencil agar dapat mengajar. “Ini menjelaskan betapa kebutuhan sekolah berbeda-beda dan karena itulah kita membuat dana BOS itu jauh lebih fleksibel,” tuturnya.

Di daerah 3T ini pula, Nadiem menambahkan, pihaknya membuat kebijakan dengan mengirimkan buku-buku bacaan menyenangkan, terutama di wilayah yang tingkat literasinya rendah. Selain itu, kebijakan lain yang juga berpihak bagi sekolah-sekolah di daerah Timur Indonesia adalah implementasi Kurikulum Merdeka.

Menurutnya, banyak orang memiliki persepsi yang salah tentang Kurikulum Merdeka, menganggapnya hanya relevan bagi guru-guru di kota besar dengan teknologi dan akses internet.

“Justru yang lebih membutuhkan Kurikulum Merdeka adalah sekolah yang tertinggal. Karena guru diberikan kebebasan untuk maju-mundur menyesuaikan pembelajaran dengan tingkat kemampuan siswa,” jelasnya.

Mendikbudristek juga menjelaskan bahwa Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan kepada siswa yang tidak menonjol dalam kemampuan akademik. Melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), berbagai cara dipersiapkan untuk menunjukkan keunggulan peserta didik.

“Mungkin mereka tidak begitu mahir dalam berhitung, tetapi mereka memiliki kemampuan untuk memimpin rekan-rekannya dalam mengerjakan proyek di lapangan. Mereka menjadi percaya diri,” pungkasnya.
(nnz)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1168 seconds (0.1#10.140)