UKT Mahal, Kemendikbud: Penetapan Uang Kuliah Harus Bijak, Adil, dan Inklusif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahal makin hangat diperbicangkan di tengah proses penerimaan mahasiswa baru . Kemendikbudristek pun mendorong penetapan biaya kuliah harus dilandaskan dua prinsip.
Plt Sesdirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Diktiristek) Tjitjik Srie Tjahjandarie menyatakan, bersikap bijaksana dan mempertimbangkan asas keadilan dalam penetapan biaya kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN).
Baca juga: UKT Mahal, Kemendikbudristek Ungkap Alasan Kenaikannya
Selain itu, ujarnya, penyelenggaraan pendidikan tinggi bersifat inklusif. Hal ini artinya hak untuk mendapat pendidikan itu dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat dengan kemampuan akademis tinggi.
Maka untuk memenuhi inklusivitas ini, jelasnya, pemerintah mewajibkan kepada seluruh PTN untuk membuat dua kelompok UKT dengan biaya kuliah rendah.
UKT kelompok 1, menurut Tjitjik, yaitu dengan uang kuliah per semester yang dibayar mahasiswa sebesar Rp500.000 dan UKT kelompok 2 dikunci dengan nominal Rp1 juta.
Proporsi UKT 1 dan UKT 2 sebesar minimum 20 persen. Hal ini untuk menjamin masyarakat tidak mampu namun memiliki kemampuan akademik tinggi dapat mengakses pendidikan tinggi (tertiary education) yang berkualitas.
Baca juga: UKT Mahal, Menko PMK: Jangan Sampai Mahasiswa Merasa Terjebak
“Dalam penetapan UKT, wajib ada kelompok UKT 1 dan UKT 2 dengan proporsi minimum 20 persen. Ini untuk menjamin akses pendidikan tinggi berkualitas bagi masyarakat yang kurang mampu,” katanya, melalui siaran pers, Kamis (16/5/2024).
Tjitjik menjelaskan, saat ini intervensi pemerintah melalui BOPTN baru bisa menutup sekitar tiga puluh persen biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi. Untuk itu, perlu peran serta masyarakat bergotong royong melalui mekanisme pendanaan UKT dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI).
Selain itu, Tjitjik juga mendorong perguruan tinggi mengoptimalkan pengelolaan aset untuk menambah pendapatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) non-UKT dan IPI.
Perempuan berhijab ini pun menegaskan saat ini Ditjen Diktiristek terus berkoordinasi dengan para pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) agar penyesuaian UKT tidak melebihi batas standar pembiayaan yang telah ditentukan, harus sesuai aturan yang berlaku.
Ia juga mengimbau PTN untuk terus melakukan sosialisasi terkait UKT kepada para pemangku kepentingan masing-masing.
Lebih lanjut, ia menjelaskan perguruan tinggi memiliki kewenangan otonom untuk menetapkan UKT kelompok 3 dan seterusnya. Namun, Tjitjik mengingatkan bahwa penetapan besaran UKT tetap ada batasannya yaitu untuk UKT kelompok paling tinggi maksimal sama dengan besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT).
UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi mengamanatkan bahwa pemerintah perlu menetapkan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). SSBOPT merupakan acuan biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi yang secara periodik diriviu dengan mempertimbangkan capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah.
SSBOPT menjadi dasar pengalokasian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan penetapan BKT. BKT merupakan dasar penetapan UKT untuk setiap program studi diploma dan sarjana.
Lihat Juga: Perkenalkan Risma! Mahasiswa Berprestasi President University Peraih Dana Riset Rp140 Juta
Plt Sesdirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Diktiristek) Tjitjik Srie Tjahjandarie menyatakan, bersikap bijaksana dan mempertimbangkan asas keadilan dalam penetapan biaya kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN).
Baca juga: UKT Mahal, Kemendikbudristek Ungkap Alasan Kenaikannya
Selain itu, ujarnya, penyelenggaraan pendidikan tinggi bersifat inklusif. Hal ini artinya hak untuk mendapat pendidikan itu dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat dengan kemampuan akademis tinggi.
Maka untuk memenuhi inklusivitas ini, jelasnya, pemerintah mewajibkan kepada seluruh PTN untuk membuat dua kelompok UKT dengan biaya kuliah rendah.
UKT 1 dan 2 Wajib
UKT kelompok 1, menurut Tjitjik, yaitu dengan uang kuliah per semester yang dibayar mahasiswa sebesar Rp500.000 dan UKT kelompok 2 dikunci dengan nominal Rp1 juta.
Proporsi UKT 1 dan UKT 2 sebesar minimum 20 persen. Hal ini untuk menjamin masyarakat tidak mampu namun memiliki kemampuan akademik tinggi dapat mengakses pendidikan tinggi (tertiary education) yang berkualitas.
Baca juga: UKT Mahal, Menko PMK: Jangan Sampai Mahasiswa Merasa Terjebak
“Dalam penetapan UKT, wajib ada kelompok UKT 1 dan UKT 2 dengan proporsi minimum 20 persen. Ini untuk menjamin akses pendidikan tinggi berkualitas bagi masyarakat yang kurang mampu,” katanya, melalui siaran pers, Kamis (16/5/2024).
Pemerintah Tak Mampu Menutupi Seluruh Biaya Operasional
Tjitjik menjelaskan, saat ini intervensi pemerintah melalui BOPTN baru bisa menutup sekitar tiga puluh persen biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi. Untuk itu, perlu peran serta masyarakat bergotong royong melalui mekanisme pendanaan UKT dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI).
Selain itu, Tjitjik juga mendorong perguruan tinggi mengoptimalkan pengelolaan aset untuk menambah pendapatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) non-UKT dan IPI.
Perempuan berhijab ini pun menegaskan saat ini Ditjen Diktiristek terus berkoordinasi dengan para pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) agar penyesuaian UKT tidak melebihi batas standar pembiayaan yang telah ditentukan, harus sesuai aturan yang berlaku.
Ia juga mengimbau PTN untuk terus melakukan sosialisasi terkait UKT kepada para pemangku kepentingan masing-masing.
Prinsip Penetapan UKT Sama dengan BKT
Lebih lanjut, ia menjelaskan perguruan tinggi memiliki kewenangan otonom untuk menetapkan UKT kelompok 3 dan seterusnya. Namun, Tjitjik mengingatkan bahwa penetapan besaran UKT tetap ada batasannya yaitu untuk UKT kelompok paling tinggi maksimal sama dengan besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT).
UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi mengamanatkan bahwa pemerintah perlu menetapkan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). SSBOPT merupakan acuan biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi yang secara periodik diriviu dengan mempertimbangkan capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah.
SSBOPT menjadi dasar pengalokasian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan penetapan BKT. BKT merupakan dasar penetapan UKT untuk setiap program studi diploma dan sarjana.
Lihat Juga: Perkenalkan Risma! Mahasiswa Berprestasi President University Peraih Dana Riset Rp140 Juta
(nnz)