Cerita Wayan, Anak Penjual Telur Keliling dari Bali Diterima di UGM Tanpa Tes

Kamis, 27 Juni 2024 - 07:27 WIB
loading...
Cerita Wayan, Anak Penjual Telur Keliling dari Bali Diterima di UGM Tanpa Tes
I Wayan Sudiatmaja bersama kedua orang tuanya. Wayan berhasil diterima di UGM tanpa tes karena lolos SNBP 2024. Foto/UGM.
A A A
JAKARTA - I Wayan Sudiatmaja berhasil diterima di UGM tanpa tes. Ia pun terdaftar sebagai calon mahasiswa penerima KIP Kuliah .

Wayan adalah anak pertama dari dua bersaudara. Orang tuanya bernama I Nengah Raul Adyana dan Ni Luh Sulastini. Wayan diterima kuliah di prodi Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).

Baca juga: Kisah Love's, Anak Penjual Bumbu Pecel Lulus SNBP 2024 di UGM dan Kuliah Gratis

Menurut Wayan sejak sekolah, kedua orang tua selalu mendidiknya dengan baik dan selalu berperilaku hidup sederhana. Setiap berangkat sekolah ia selalu membawa bekal untuk makan siang dan minum selama di sekolah.

Tekuni Pencak Silat


Selain berprestasi di bidang akademik, Wayan sudah tertarik dengan olahraga bela diri pencak silat yang sudah ditekuninya sejak di bangku SMP.

Ia pun suka mengikuti kejuaraan pencak silat untuk kejuaraan antar pelajar se-provinsi Bali. Ia pun sering langganan juara.

“Terakhir kita dapat juara satu untuk Bali Open Competition tingkat nasional untuk kategori seni beregu,” ujar Wayan, dikutip dari laman UGM, Kamis (27/6/2024).

Baca juga: Unik, Saudara Kembar Ini Lulus Bareng di UGM dengan Predikat Cum Laude

Selain aktif di kegiatan non akademis, Wayan juga memiliki nilai akademik yang bagus terutama untuk mata pelajaran di bidang non eksakta.

Diterima kuliah di prodi Ilmu Komunikasi, Wayan mengaku ingin aktif di kegiatan organisasi dan kemahasiswaan.

“Kalau kuliah nanti saya akan coba ikut organisasi. Saya ingin cari pengalaman baru, pengetahuan baru, mencoba cara peluang ikut organisasi dan perlombaan,” harapnya.

Ragu Kuliah karena Biaya


Wayan sendiri mengaku tidak mudah untuk membujuk kedua orang tuanya untuk merestui dirinya bisa mendaftar kuliah di UGM. Dia pun menjanjikan untuk mendaftar beasiswa KIP Kuliah agar tidak membebani kedua orang tuanya.

Baca juga: Alfredo Jadi Lulusan Tercepat UGM, Raih Gelar S1 Ilmu Komunikasi 3 Tahun 2 Bulan

Wayan pun mafhum bahwa penghasilan orang tuanya sebagai pedagang telur keliling dan pengrajin tenun tentu akan kesulitan membiayai kuliahnya kelak. Beruntung bagi Wayan bahwa ia menjadi salah satu calon penerima beasiswa KIP Kuliah untuk calon mahasiswa baru tahun 2024 ini.

Wayan masih ingat, saat hari pengumuman SNBP, ia sempat menyembunyikan berita gembira tersebut untuk disampaikan pada kedua orang tuanya.

Baru keesokan harinya dirinya memberanikan diri menyampaikan hal itu saat menunggu Ibunya selesai memasak di dapur dan ayah baru bersantai di teras setelah membersihkan telur-telur dagangan nya. Wayan mengajak kedua orang tuanya duduk di atas dipan di ruang tengah.

Ayahnya pun mengucap syukur ketika tahu anaknya diterima di UGM. Namun Ni Luh terdiam agak lama. Wayan menduga ibunya kepikiran soal biaya. “Mungkin dalam hati beliau senang juga. Saya bilang, mumpung lagi registrasi saya, saya pakai yang KIP-Kuliah,” kata Wayan meyakinkan.

Keluarga Wayan Sudiatmaja mengontrak di rumah bedeng ukuran 5Ă—7 meter persegi dengan dinding berdempetan dengan penghuni kontrakan lain. Lokasi rumahnya berada di salah satu gang sempit hanya berjarak kurang dari 10 meter dari jalan raya Candidasa, Karangasem, Bali.

Sehari-hari Ayahnya menjadi pedagang telur keliling di pasar hingga warung-warung kelontong dan restoran di sepanjang jalan di Karangasem. Telur dagangnya diambil dari pemilik kandang ayam petelur yang berada 3 kilometer dari rumahnya.

Dalam seminggu ia bisa mengambil telur dari kandang. sebanyak 25 karpet. Telur-telur tersebut lalu dibawah ke rumahnya untuk dibersihkan dan disusun rapi kembali di wadah karpet.
Jika laku, setiap karpet telur ia mendapat untung sebesar Rp3000 rupiah. “Kalau dihitung bersih rata-rata dapat Rp1,5 juta rupiah sampai Rp1,8 juta,” katanya.

Menjadi penjual telur keliling, kata Nengah berangkat dari masukan anak bungsunya yang meminta untuk menjadi pedagang setelah mencoba beberapa kali ganti pekerjaan dari jadi buruh pengrajin bambu, tenaga security, hingga kuli bangunan.

Saat pertama berjualan telur, Nengah mengaku ia dan istrinya mencoba berjualan telur ayam di pinggir jualan dengan mengambil beberapa karpet telur.

“Waktu itu ada bule lewat, beli lima tapi dia bayar Rp50 ribu. Saya jadi semangat untuk berjualan,” kenangnya.

Nazar Sang Ibunda


Selain dari penghasilan dari berjualan telur, keluarga ini juga mengandalkan dari pekerjaan sang ibu yang menjadi pengrajin tenun kain gringsing. Untuk satu kain dikerjakan sekitar 1 hingga 1,5 bulan tergantung dari ukuran kain yang dipesan. “Untuk satu kain, saya dapat 600 ribu rupiah,” kata Ni Luh.

Penghasilan dari berjualan telur dan menjadi pengrajin tenun, bagi Ni Luh sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari dan membayar kontrakan.

Karenanya tidak terbesit dibenaknya untuk menguliahkan Wayan ke universitas. Yang terpikirkan olehnya adalah besarnya biaya yang harus mereka keluarkan nantinya.

Meski berat untuk melepaskan anak mendaftarkan kuliah di Jawa, namun Ni LUh mengaku dirinya luluh saat melihat kegigihan anak sulungya tersebut. Yang bisa ia lakukan adalah dengan berdoa di setiap waktu sembahyang.

Bahkan Ni Luh sempat bernazar, jika Wayan lulus, ia akan membawa sesaji pejati dalam tradisi Hindu untuk dibawa ke pura.
“Karena sudah janji saya. Itu pun saya laksanakan pas hari odalan, kurang lebih satu bulan saat sembahyang setelah Wayan dapat pengumuman (kuliah) di UGM. Saya sendiri ke sana (Pura), bapak tidak tahu. Saya bawa ayam, pisang, jajan, buah-buahan. Saya antar ke pura,” pungkasnya.
(nnz)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1035 seconds (0.1#10.140)
pixels