Antisipasi Karakter Unik Gen Z, Pendidik Lakukan Ekstra Pendekatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Topik soal Gen Z alias Zoomers, kelompok penduduk dengan rentang kelahiran 1995 -2012 akhir-akhir ini seringkali dibicarakan. Karakternya unik karena sifatnya yang ingin serba praktis, value driven, serta mudah gelisah menjadi isu yang menjadi atensi banyak pihak khususnya di dunia kerja.
Ada kekhawatiran gen Z tidak sanggup memenuhi kebutuhan dan tuntutan dari dunia kerja karena sifat-sifatnya tersebut. Salah seorang tenaga pendidik, Rikardus Ebed, Wakasek Humas & Guru BK dari SMAK St. Louis 1 Surabaya mengatakan bahwa ada beberapa penyebab dari keunikan sifat generasi ini, di antaranya adalah pengaruh media sosial yang sangat kuat serta pola asuh orangtua yang mengalami pergeseran value.
Selain itu, menurut Ebed, derasnya arus informasi turut memiliki andil dalam membentuk karakter gen Z. “Mereka sangat mudah menerima berbagai informasi dari berbagai bidang,” ujarnya.
Lani Budhi Hantari, Kepala sekolah SMA Santo Bernardus Pekalongan juga mengungkap bahwa penyebab munculnya karakter khas gen Z bisa jadi dikarenakan ketidaksiapan anak untuk menerima kemajuan teknologi.
Merespons fenomena ini, pihak sekolah pun telah menyiapkan sejumlah skenario bagi para anak didiknya. Di sekolahnya, Lani mengatakan berbagai program sudah diselenggarakan, mulai dari edukasi sampai kegiatan interaktif.
“Menangani Gen Z tidak mudah, perlu cara ekstra karena kebanyakan mereka asik dengan diri sendiri, dengan gadgetnya. Mereka juga mageran. Kalau diminta kegiatan diluar, pasti bilang males ah, “ujar Lani saat ditemui di acara dalam acara Binus Media Partnership Program (BMPP) di Hotel Dorsett Tsuen Wan Hong Kong, Jumat (28/6/2024).
Lani juga menambahkan bahwa perlu ada kegiatan edukasi dan itu sudah dilakukan, diantaranya adalah bedah buku. “Kami menggelar acara bedah buku, judulnya Strawbery Generation karangan Prof Rhenald Kasali. Disini kami undang juga sekolah lain. Selain itu, kami juga punya program sharing profesi yang mendatangkan para alumni sekolah, “ ujarnya.
Hal serupa juga diungkap Ebed. Menurutnya, sekolah telah mengimplementasikan program-program yang mengakomodir karakter gen Z dengan menerapkan metode pembelajaran yang menggunakan teknologi dan bersifat interaktif.
Upaya-upaya penanaman karakter positif juga dilakukan dengan menjalin komunikasi yang positif, pembinaan mental, spiritual, dan juga pelatihan-pelatihan dalam ranah kognitif. “St Louis juga mengakomodir kebutuhan gen Z dengan memfasilitasi 44 estrakulikuler sesuai dengan perkembangan zaman,” tutur Ebed.
Tantangan untuk menghadapi Gen Z ini nyatanya tidak hanya dihadapi oleh guru sekolah menengah, melainkan juga pihak universitas. Hal itu diungkapkan oleh Vice President of Binus Higher Education, Prof Harjanto Prabowo.
Menurutnya, Gen Z adalah generasi yang perhatiannya mudah teralihkan sehingga perlu ekstra cara untuk bisa membuat mereka fokus. “Contohnya dalam proses mengajar. Dosen sudah tidak bisa hanya ngomong, tapi juga harus harus nari, cerita, agak mereka tertarik, “ ujarnya.
Pria yang akrab dipanggil Prof Har ini juga mengatakan bahwa dunia industri perlu mempelajari karakter gen Z untuk mencocokkan dengan kebutuhan perusahaan.
Menciptakan budaya yang iklusif, melibatkan dalam proses pengambilan keputusan serta melakukan evaluasi sesegera mungkin adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan industri untuk menyikapi ini.
Ada kekhawatiran gen Z tidak sanggup memenuhi kebutuhan dan tuntutan dari dunia kerja karena sifat-sifatnya tersebut. Salah seorang tenaga pendidik, Rikardus Ebed, Wakasek Humas & Guru BK dari SMAK St. Louis 1 Surabaya mengatakan bahwa ada beberapa penyebab dari keunikan sifat generasi ini, di antaranya adalah pengaruh media sosial yang sangat kuat serta pola asuh orangtua yang mengalami pergeseran value.
Selain itu, menurut Ebed, derasnya arus informasi turut memiliki andil dalam membentuk karakter gen Z. “Mereka sangat mudah menerima berbagai informasi dari berbagai bidang,” ujarnya.
Baca Juga
Lani Budhi Hantari, Kepala sekolah SMA Santo Bernardus Pekalongan juga mengungkap bahwa penyebab munculnya karakter khas gen Z bisa jadi dikarenakan ketidaksiapan anak untuk menerima kemajuan teknologi.
Merespons fenomena ini, pihak sekolah pun telah menyiapkan sejumlah skenario bagi para anak didiknya. Di sekolahnya, Lani mengatakan berbagai program sudah diselenggarakan, mulai dari edukasi sampai kegiatan interaktif.
“Menangani Gen Z tidak mudah, perlu cara ekstra karena kebanyakan mereka asik dengan diri sendiri, dengan gadgetnya. Mereka juga mageran. Kalau diminta kegiatan diluar, pasti bilang males ah, “ujar Lani saat ditemui di acara dalam acara Binus Media Partnership Program (BMPP) di Hotel Dorsett Tsuen Wan Hong Kong, Jumat (28/6/2024).
Lani juga menambahkan bahwa perlu ada kegiatan edukasi dan itu sudah dilakukan, diantaranya adalah bedah buku. “Kami menggelar acara bedah buku, judulnya Strawbery Generation karangan Prof Rhenald Kasali. Disini kami undang juga sekolah lain. Selain itu, kami juga punya program sharing profesi yang mendatangkan para alumni sekolah, “ ujarnya.
Hal serupa juga diungkap Ebed. Menurutnya, sekolah telah mengimplementasikan program-program yang mengakomodir karakter gen Z dengan menerapkan metode pembelajaran yang menggunakan teknologi dan bersifat interaktif.
Upaya-upaya penanaman karakter positif juga dilakukan dengan menjalin komunikasi yang positif, pembinaan mental, spiritual, dan juga pelatihan-pelatihan dalam ranah kognitif. “St Louis juga mengakomodir kebutuhan gen Z dengan memfasilitasi 44 estrakulikuler sesuai dengan perkembangan zaman,” tutur Ebed.
Tantangan untuk menghadapi Gen Z ini nyatanya tidak hanya dihadapi oleh guru sekolah menengah, melainkan juga pihak universitas. Hal itu diungkapkan oleh Vice President of Binus Higher Education, Prof Harjanto Prabowo.
Menurutnya, Gen Z adalah generasi yang perhatiannya mudah teralihkan sehingga perlu ekstra cara untuk bisa membuat mereka fokus. “Contohnya dalam proses mengajar. Dosen sudah tidak bisa hanya ngomong, tapi juga harus harus nari, cerita, agak mereka tertarik, “ ujarnya.
Pria yang akrab dipanggil Prof Har ini juga mengatakan bahwa dunia industri perlu mempelajari karakter gen Z untuk mencocokkan dengan kebutuhan perusahaan.
Menciptakan budaya yang iklusif, melibatkan dalam proses pengambilan keputusan serta melakukan evaluasi sesegera mungkin adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan industri untuk menyikapi ini.
(wyn)