Gaet Inventor Perguruan Tinggi, AII Dukung Hilirisasi Hasil Riset di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekosistem yang mendukung dunia riset perlu ditingkatkan. Sebab banyak inventor baik dari perguruan tinggi , lembaga riset, dan institusi lainnya yang masih belum berhasil mewujudkan hasil invensinya.
Ketua Umum Asosiasi Inventor Indonesia (AII) Prof Didiek Hadjar Goenadi mengatakan, inventor adalah periset, sedangkan periset belum tentu sudah menjadi inventor.
Baca juga: Sri Fatmawati, Dosen Perempuan Pertama di Indonesia Peraih Dr Willmar Schwabe Award
Hal ini karena, ujarnya, seorang inventor harus memiliki invensi yang sudah atau sedang didaftarkan Perlindungan Kekayaan Intelektual (KI)-nya ke Direktorat Jenderal KI, Kementerian Hukum dan HAM.
Memasuki usianya yang ke 16 tahun, pihaknya pun telah dan terus mendorong para inventor mewujudkan hasil penelitian dan inovasinya.
"Lewat AII, kami ingin membantu pemerintah dalam membangun sistem inovasi yang berkelanjutan," katanya, melalui siaran pers, Senin (22/7/2024).
Baca juga: Waka BRIN Tampilkan Kemajuan Kerja Sama Riset Ilmiah, Teknologi dengan Perancis
Prof Didiek menyebut banyak keuntungan yang diperoleh inventor sebagai anggota AII, antara lain, melindungi kepentingan anggotanya atas kepemilikan hak KI (paten/disain industri), dan meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan pembudayaan IPTEK.
"AII juga melakukan evaluasi paten yang siap dibawa ke pasar (inovasi), dan yang terpenting adalah mempertemukan inventor dengan investor," kata Prof Didiek menegaskan.
"Pada prinsipnya, AII membantu inventor dalam memecahkan kendala dalam komersialisasi invensinya, memperkuat kemampuan inventor dalam berinvensi, dan membekali inventor dengan kemampuan memasarkan invensinya," ujarnya.
Sekretaris Jenderal AII Prof Jonbi menambahkan, pihaknya bekerja sama dengan lembaga riset termasuk perguruan tinggi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Perhimpunan Periset Indonesia (PPI), Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan masyarakat industri terkait.
Kerja sama dengan perguruan tinggi di antaranya dengan Universitas Pancasila, Universitas Lambung Mangkurat, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan akan terus menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi lainnya.
Ia menambahkan, AII juga menjalin kerja sama dengan satu-satunya organisasi periset di Indonesia yang diakui pemerintah, yaitu Perhimpunan Periset Indonesia (PPI).
"Kerja sama menyangkut beberapa aspek seperti pembinaan periset menjadi inventor unggul dan pengembangan kapasitas invensi para periset anggota PPI," imbuhnya.
Sementara dengan BPDPKS, kolaborasi dilakukan sejak 2021 hingga saat ini. Pada tahun pertama, menghasilkan 7 teknologi hasil invensi; tahun kedua ada 9 teknologi hasil invensi dari riset bidang kelapa sawit yang diminati langsung industri/swasta untuk dilanjutkan ke tahap komersialisasi.
"Kerja sama seperti itu diyakini mampu mempercepat penyerapan invensi dari para inventor oleh perusahaan yang kompetensi usahanya sesuai dengan jenis teknologi yang ditawarkan," kata Prof Jonbi.
Lihat Juga: Dosen FISIP UPNVJ Presentasikan Diseminasi Riset Indonesia–Belanda di Universitas Amsterdam
Ketua Umum Asosiasi Inventor Indonesia (AII) Prof Didiek Hadjar Goenadi mengatakan, inventor adalah periset, sedangkan periset belum tentu sudah menjadi inventor.
Baca juga: Sri Fatmawati, Dosen Perempuan Pertama di Indonesia Peraih Dr Willmar Schwabe Award
Hal ini karena, ujarnya, seorang inventor harus memiliki invensi yang sudah atau sedang didaftarkan Perlindungan Kekayaan Intelektual (KI)-nya ke Direktorat Jenderal KI, Kementerian Hukum dan HAM.
Memasuki usianya yang ke 16 tahun, pihaknya pun telah dan terus mendorong para inventor mewujudkan hasil penelitian dan inovasinya.
"Lewat AII, kami ingin membantu pemerintah dalam membangun sistem inovasi yang berkelanjutan," katanya, melalui siaran pers, Senin (22/7/2024).
Baca juga: Waka BRIN Tampilkan Kemajuan Kerja Sama Riset Ilmiah, Teknologi dengan Perancis
Prof Didiek menyebut banyak keuntungan yang diperoleh inventor sebagai anggota AII, antara lain, melindungi kepentingan anggotanya atas kepemilikan hak KI (paten/disain industri), dan meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan pembudayaan IPTEK.
"AII juga melakukan evaluasi paten yang siap dibawa ke pasar (inovasi), dan yang terpenting adalah mempertemukan inventor dengan investor," kata Prof Didiek menegaskan.
"Pada prinsipnya, AII membantu inventor dalam memecahkan kendala dalam komersialisasi invensinya, memperkuat kemampuan inventor dalam berinvensi, dan membekali inventor dengan kemampuan memasarkan invensinya," ujarnya.
Sekretaris Jenderal AII Prof Jonbi menambahkan, pihaknya bekerja sama dengan lembaga riset termasuk perguruan tinggi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Perhimpunan Periset Indonesia (PPI), Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan masyarakat industri terkait.
Kerja sama dengan perguruan tinggi di antaranya dengan Universitas Pancasila, Universitas Lambung Mangkurat, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan akan terus menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi lainnya.
Ia menambahkan, AII juga menjalin kerja sama dengan satu-satunya organisasi periset di Indonesia yang diakui pemerintah, yaitu Perhimpunan Periset Indonesia (PPI).
"Kerja sama menyangkut beberapa aspek seperti pembinaan periset menjadi inventor unggul dan pengembangan kapasitas invensi para periset anggota PPI," imbuhnya.
Sementara dengan BPDPKS, kolaborasi dilakukan sejak 2021 hingga saat ini. Pada tahun pertama, menghasilkan 7 teknologi hasil invensi; tahun kedua ada 9 teknologi hasil invensi dari riset bidang kelapa sawit yang diminati langsung industri/swasta untuk dilanjutkan ke tahap komersialisasi.
"Kerja sama seperti itu diyakini mampu mempercepat penyerapan invensi dari para inventor oleh perusahaan yang kompetensi usahanya sesuai dengan jenis teknologi yang ditawarkan," kata Prof Jonbi.
Lihat Juga: Dosen FISIP UPNVJ Presentasikan Diseminasi Riset Indonesia–Belanda di Universitas Amsterdam
(nnz)